"Terima kasih pujiannya, tetapi calon pengantiannya dia, sahabat saya." kata Yura pada perias tersebut. Lalu buru-buru Yura merogoh tas tangannya dan mengeluarkan kartu nama Hilda sebagai pemilik Cantika Wedding Organiser dan memberikannya ke perias paling mahal di kota tersebut. "Saya salah satu tim di Wedding Organiser milik Bu Hilda, nama saya Yura." kata Yura memperkenalkan diri kepada perias itu yang merasa canggung dengan pernyataannya sebelumnya. Ia tersenyum kaku dan menatap Mia serta Richard kemudian.
"Maafkan saya, saya telah keliru. Kalian sama-sama cantik." kata perias itu kemudian.
"Perkenalkan, itu Pak Richard Alvero Dendi pemilik Juliet Mustika Beauty dan ini calon istrinya, Mia Mahardian." kata Yura memperkenalkan Richard. Richard mengulurkan tangannya kepada perias tersebut yang menatapnya luar biasa.
"Anda putra pak Alvero Dendi?" tanya perias tersebut Dan Richard mengangguk. "Saya anggota klub arisan Ibu anda padahal. Tapi kenapa saya tidak mendengar bahwa anda akan menikah?" tanyanya. "Nama Ibu anda Melati, kan?" tanyanya.
"Betul. Tapi beliau Ibu tiri saya. Ibu kandung saya telah meninggal." jawab Richard sedikit canggung. Ia benar-benar tak suka jika ada seseorang yang tahu silsilah keluarganya.
"Boleh saya tahu? Apa Daniel itu adik tiri bawaan Ibu anda atau adik tiri hasil Ibu dan Ayah anda?" tanya perias itu. Ia sungguh-sungguh menanyakan hal itu, karena niatnya menjodohkan putrinya dengan anak dari perusahaan kecantikan terbesar di Indonesia itu haruslah jelas. Ia tak mau kalau masa depan putrinya itu suram.
"Daniel adalah anak bawaan calon mertua saya." jawab Mia karena Mia tahu Richard pasti enggan menjawab pertanyaan dari perias tersebut.
"Ohhh ...." ujar sang perias itu yang nampak sekali kecewa dengan kenyataan bahwa Daniel bukanlah anak kandung Alvero Dendi. "Apa kau punya saudara lelaki lain?" kejarnya bertanya.
"Kalau yang kandung ada, tapi masih study di Luar Negeri, sepertinya di Los Angeles." jawab Yura yang membuat Richard dan Mia menoleh kaget ke arahnya. Begitupun dengan perias tersebut. Yura yang menyadari bahwa ia telah melakukan kesalahan dengan ikut campur urusan keluarga Richard dan membeberkan rasa tahunya secara spontan itu yang didapat dari hasil pantauannya selama bertahun-tahun tersebut, merasa canggung tiba-tiba. "Sosial media yang memuat profil orang kaya atau biografinya ada di Google." kata Yura yang menjawab keheranan dari raut wajah masing-masing orang di hadapannya tersebut. Si perias kemudian tersenyum, dan Mia mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti tapi tidak dengan Richard yang sama sekali tak melepaskan pandangannya ke arah Yura dengan sangat tajam. Sejujurnya Richard masih shock dengan keajaiban yang ia lakukan barusan. Bagaimana mungkin ia menyelamatkan Yura dan bukannya Mia, calon istrinya?
Sementara Richard menatap Yura, si perias itu berbincang-bincang dengan Mia perihal kakinya yang terkilir dan Yura yang memerhatikan dengan seksama dan ikut prihatin dengan kaki Yura. Ketika tanpa sengaja Yura mendongakkan wajahnya, ia menatap Richard dengan heran sedangkan Richard tetap menatapnya tajam. Lalu Yura bales meliriknya tajam serta melotot.
"Sayang ..." panggil Mia yang membuat mata Richard refleks langsung menoleh lembut ke arah Mia yang menatapnya manja. "Apa aku harus ke rumah sakit?" tanya Mia dengan tatapan merajuk.
"Setelah ini kita ke rumah sakit." jawab Richard cepat dan Mia tersenyum senang. Lalu Mia kembali menatap ke arah perias di hadapannya yang memasang wajah bidadarinya. Bagaimana tidak? Ia mendapatkan klien kaya yang akan membuatnya semakin kaya. "Aku ingin menjadi putri di hari pernikahanku." kata Mia pada perias tersebut.
"Hanya putri? Tidak ingin jadi ratu?" goda perias tersebut kepada Mia.
"Oh. Kedengarannya bagus. Bisakah kau menyulapku menjadi ratu paling cantik di pernikahanku?" tanya Mia dengan sangat lembut.
"Tentu saja. Aku hanya perlu bekerja sedikit saja, kau sudah sangat cantik." katanya memuji Mia yang memang cantik.
Lalu Mia, perias dan Yura mengobrol soal make up yang akan digunakan oleh Mia yang harus dipadukan dengan gaun yang akan dikenakannya. Plus Mia juga akan meminta dirias saat pemotretan foto prewedding tapi itu semua tergantung hasil dari trial Make Upnya. Jika Trial Make Up hasilnya memuaskan untuk Mia, maka ia akan memakai jasa make up tersebut, tapi jika hasilnya tak memuaskan maka ia tak akan memakai jasa make up perias tersebut.
"Jadi trial make up-nya mau dilakukan di mana?" tanya Yura pada perias dan juga Mia.
"Bagaimana kalau apartemenku?" tanya Mia.
"Tak masalah. Aku bisa datang ke sana." jawab perias itu senang.
"Bagaimana kalau di rumah saja, sayang?" tawar Richard yang membuat mata sang perias membelakak dengan sempurna karena senang. Ia selalu ingin datang ke rumah Melati yang sangat kaya itu, tapi Melati tak pernah mau mengadakan arisan di rumahnya karena alasan suaminya butuh istirahat banyak. Ketika giliran Melati tiba untuk mengundang para peserta arisan ke rumahnya, Melati akan membawa para peserta arisan itu ke Villa-villanya sekaligus memamerkannya kepada teman-teman arisannya tersebut.
"Boleh saja." jawab Mia enggan. Ia kemudian teringat bagaimana dinginnya sikap Ibu tiri Richard kepadanya.
"Aku besok free, boleh kita lakukan trial make up besok?" tanya perias perempuan tersebut ke Mia setelah mengecek jadwal riasnya di ponsel pintar miliknya. Mia menoleh ke Richard, seolah menunggu jawaban dari calon suaminya itu. Ia berharap sekali Richard besok sibuk dan free trial make up tak bisa dilakukan besok di rumahnya.
"Besok? Besok saya ada klien dari Jepang. Tapi tak masalah, besok silahkan lakukan trial make up di rumah saya. Anda pasti lebih nyaman karena mengenal Mama Melati. Dan kamu, sayang, ajak Yura ke rumah juga buat temenin kamu." kata Richard dengan senyum yang paling tampan. Mendengar hal itu tak hanya Mia yang kecewa tapi juga Yura yang tak pernah menyangka akan mendengarnya langsung dari mulut Richard. Bagaimana bisa dia akan ke Bandung besok? Oh, tidak! Yura tak mau ke Bandung.
"Ke Bandung? Rasa-rasanya aku tidak bisa ke Bandung besok. Maaf, Mia, kau harus trial make up sendiri." kata Yura.
"Bandung?" tanya Mia bingung.
"Iya, Bandung. Rumah tuan Richard di Bandung, kan?"
"Rumah tinggal itu sudah jadi Villa. Sejak beberapa tahun terakhir keluargan Dandi sudah tinggal di Senayan, Jakarta." kata perias tersebut menjelaskan. Yura diam
"Kok kamu tahu Richard pernah tinggal di Bandung?" tanya Mia yang mulai tampak curiga kepada Yura.
"Mbah Google." jawan Yura berbohong sekali lagi. Mia hanya mengangguk dengan terpaksa seraya memikirkan benarkah omongan Yura kepadanya.
"Oke. Besok saya akan melakukan trial make up di rumah anda." kata perias tersebut.
"Tapi tolong jangan beritahukan hal ini kepada Mama saya. Biar beliau tahu besok saja." pinta Richard yang disetujui oleh perias cantik tersebut. "Besok akan ada sopir yang bakalan menjemput anda." imbuh Richard kembali yang sekali lagi ditanggapi dengan anggukan kepala perempuan cantik perias pengantin tersebut.
Richard, Mia dan Yura langsung pamit undur diri. Karena Mia masih kesusahan dalam berjalan, Richard memutuskan untuk menggendongnya di punggung dan Yura mengawasi mereka berdua dari belakang.
Richard langsung membawa Mia ke rumah sakit setelah mengantarkan Yura pulang ke kostnya. Semula Yura menolak dengan dalih bahwa pacarnya akan menjemputnya, tapi Richard bersikukuh mengantarkan Yura pulang. Ia benar-benar tak ingin memberi kesempatan kepada Yura untuk membantah keputusan finalnya.
Sampai di kost Yura, Richard melihat ada mobil Dimas terparkir di depan kost. Entah mengapa ia ingin turun dari mobil sebenarnya tapi mengingat ia sedang bersama Mia, apalagi Mia tengah terluka, ia langsung meminta sang sopir untuk tancap gas menuju rumah sakit sesegera mungkin.
Lima belas menit mereka tiba di rumah sakit dan Richard meminta dokter spesialis tulang dan sendi untuk memeriksa kaki Mia.
"Ini tidak terkilir, hanya nyeri karena memar dan memar ini karena benturan." kata dokter tersebut setelah memeriksa dengan seksama kaki Mia. "And bisa berdiri dan berjalan. Coba saja." lanjutnya memberitahu Mia. Mia menatap sang dokter dengan ragu, lalu ia menatap Richard di sampingnya, Richard mengangguk ke arah Mia pelan, lalu akhirnya Mia mencoba turun dari ranjang dan berjalan. Benar saja kata dokter tersebut, ia bisa berjalan sekarang. Nyeri yang ia rasakan rupanya datangnya memang dari memar. Dokter itu memberi resep kepada Richard kemudian, resep anti nyeri. Keduanya lalu pamit dari ruangan dokter tersebut.
***
Rumah megah Richard terletak di Senayan, saat perias itu datang ia tak berhenti menatap rumah megah Richard dengan kedua matanya yang terlihat sangat kagum. Setengah jam yang lalu Richard meneleponnya, mengabarkan kalau sang sopir akan menjemputnya untuk datang ke rumah, tentu si perias tersebut telah siap begitupun dengan Yura yang terpaksa mengiyakan permintaan aneh Richard tersebut, karena sudah malas berbicara panjang lebar dengannya, takut konfliknya berkepanjangan.
Tak ingin berlama-lama berdiri di halaman rumah Richard, sang periasa yang membawa koper kecil berisi senjata andalannya tersebut langsung berjalan masuk menuju rumah Richard diiringi oleh Yura yang berjalan di belakangnya. Yura memencet tombol bel rumah Richard tiga kali dan kemudian pintu rumah terbuka oleh seorang pelayan paruh baya yang menatap Yura dan si perias yang membawa koper itu satu persatu
"Aduh! Cantiknya kamu! Sayang sekali kenapa kamu harus jadi pelayan di rumah ini, sih nduk?!" kata pelayan tersebut yang langsung menyapa Yura blak-blakan. Yura dan perias itu saling pandang heran dan bingung. "Ternyata kamu sudah besar, Ibumu di kampung bilang aku harus jemput kamu di pasar senin jam dua siang. Lah sekarang jam sepuluh kok sudah datang. Ke sini tadi sama siapa?"
"Sopir." jawab Yura polos.
"Oh, paklek mu toh! Geblek memang paklekmu itu gak ngomong-ngomong sama bulek! Oalah nduk! Nasibmu kok susah banget cari kerja di kampung malah nang kota jadi pelayan koyok bulek!" kata pelayan itu terus menerus. Yura semakin bingung dengan situasi ini apalagi pelayan di depannya itu berulang kali memeluk dan melepasnya dengan tangis kerinduan karena sudah dua puluh tahun gak bertemu keponakannya. "Sini sini masuk! Ajak koncomu iku pisan!" kata pelayan itu menggeret Yura masuk ke dalam rumah.
"Bi, tunggu -"
"Gimana kabar Ibumu? Baik, toh?" tanya sang pelayan. Yura bingung. Berulang kali ia menoleh ke arah si perias yang mengangkat kedua bahunya, tanda tak mengerti dengan kejadian ini sama sekali. Lalu Yura menatap tak sengaja ke arah lantai atas dan mendapati Richard tertawa di atas tanpa suara.
Sialan!
"Jeng Melati!" seru si perias saat melihat sosok perempuan cantik dan angkuh yang baru keluar dari sebuah kamar di lantai satu. Yura menoleh dan langsung merasa ngeri kemudian melihat Mama Richard yang dandanannya mainstream. Gambar alis palsu yang panjang serta goresan tinta eye liner juga yang cukup panjang. Terkesan jahat dan sadis, apalagi tanpa senyuman.
Perias itu berjalan ke arah perempuan tersebut yang terheran-heran menyadari kehadirannya di istananya.
"Nduk! Kenapa temanmu lancang sekali menghampiri Ibu suri?" tanya pelayan tersebut ke Yura.
"Bibi, saya Yura. Saya tim wedding organiser yang akan mengurusi pernikahan tuan muda Richard dan Nona Mia. Saya datang ke sini bersama MUA yang telah dipilih tuan Richard untuk melakukan trial make up." kata Yura dengan senyum paling manis.
"Loh? Kamu bukan ponakanku yang namanya Sukma, toh?" tanyanya dan Yura menggelengkan kepalanya dengan sopan. "Duh, maaf nona, saya lancang." kata Bibi kepada Yura yang mengangguk paham dan mengerti.
"Tak apa. Pasti bibi kangen ponakannnya, ya?" tanya Yura dan bibi itu mengangguk mengerti. Richard yang puas tersenyum melihat adegan unik di bawah itu berjalan perlahan turun dengan lirikan Yura yang sama sekali tak lepas dari Richard. Ia kesal bukan main kepada Richard yang malah asyik menonton drama di atas sana.
"Sudah sampai?" tanya Richard basa basi. Si pelayan yang menyadari kehadiran tuan mudanya, mengangguk sebentar lalu undur diri dari Richard dan juga Yura.
"Asyik ya, nonton drama di atas?" sindir Yura.
"Gratis pula!" imbuh Richard. Yura semakin geram dibuatnya.
"Ngapain harus gue sih yang nemenin istri lo?" tanya Yura yang kesal. Kali ini ia memutuskan untuk blak-blakan saja di hadapan Richard.
"Ya karena lo sohib calon gue."
"Suka banget nyiksa gue." gumam Yura pelan.
"Apaan? Gue gak denger?" Tanya Richard seraya mendekatkan diri ke Yura dengan sedikit menundukkan wajahnya dan mendekatkan telinganya ke Yura. Yura risih dan mendorong tubuh Richard dengan telunjuknya. Adegan Richard dan Yura itu mendapatkan lirikan khusus dari sang Mama tiri yang menatap curiga dan juga Mia dari atas yang menatap tak suka. Sejak Richard lebih memilih menolong Yura kemarin itu ia merasakan ada hal aneh diantara Yura dan Richard. Dan ia penasaran ada apa sebenarnya dengan keduanya. Hubungan apa yang dimiliki oleh keduanya? Pikirnya.