Glen terduduk di tepi ranjang, matanya tertuju pada Nandira yang sedang mencari pakaian di lemari. Perlahan senyuman manis terukir di bibirnya, entah sebab apa. Ada rasa syukur sekaligus bangga dalam dirinya. Akhirnya kenyataan ini terjadi. Sahabat yang dulu sangat dia sayangi itu telah menjadi pendamping hidupnya.
Lalu ekor mata Glen menyadari ponsel Nandira yang hidup di atas ranjang. Pria itu meraihnya, dapat dia lihat sekarang isi dalam ponsel itu. Sebuah artikel konsultasi syariah. Lagi-lagi senyumnya terukir. Sebuah jawaban muncul di benaknya, tentang penyebab istrinya itu menangis.
"Kita gak mau ke mana-mana kan? Pakai baju kaos biasa saja ya," ucap Nandira yang tetap fokus pada tumpukan baju di sana.
Glen meletakkan kembali ponsel itu di tempatnya. Dia menumpukan kedua siku di atas ranjang, sekaligus menyandarkan pinggangnya di sisi kasur. "Aku pakai apa pun yang kamu siapin, deh," jawab Glen.
"Yakin?" tanya Nandira terdengar menggoda.
"Yakin. Aku percaya istriku gak akan ngambilin barang yang aneh-aneh. Bikini contohnya," ucap Glen terkekeh.
Nandira sudah berjalan menghampirinya. Mendengar ucapan Glen itu, membuat tangannya jahil menutup wajah suaminya dengan baju kaus di tangannya.
"Emangnya bikini siapa yang kamu liat...!" ucap Nandira gemas sambil menguyek-uyek wajah suaminya dengan baju.
Glen meraih pinggul Nandira, dia mendongak untuk melihat wajah istrinya yang berdiri di depannya. "Punyamu lah, siapa lagi," kekehnya.
Nandira memukul pipi suaminya pelan. "Udah, pakai bajunya," ucap gadis itu.
"Pakein," kata Glen. Dia sudah mengangkat kedua tangannya, siap dipakaikan baju.
Perut Nandira tergelitik untuk tertawa. Suaminya itu seperti anak bayi saja, pikirnya. Meskipun begitu, Nandira tetap memakaikan baju kaus itu di tubuh Glen.
Kini baju sudah terpasang rapi di sana. Glen mengulas senyum dengan tatapan intens.
"Celananya?" ucapnya penuh godaan.
Seketika, semburat merah muncul di wajah Nandira. Senyumnya tertahan menahan malu. Glen yang terus menatapnya itu menambah perasaan malu hatinya. Nandira menutup kedua mata suaminya dengan tangan.
"Pakai sendiri," bisiknya sambil menahan tawa yang menggelitik perutnya.
Glen menggenggam kedua tangan Nandira yang menutupi matanya, lalu melepaskan tangan itu dari wajahnya.
"Baiklah istriku yang wajahnya sudah memerah seperti kepiting rebus setengah matang," ucap Glen terkekeh. Nandira tak bisa menyembunyikan kekehannya juga.
Pada akhirnya, Glen memakai bajunya sendiri. Pria itu melangkah keluar kamar, mencari Nandira yang tadi keluar duluan.
"Sayang," panggilnya.
Glen melihat pintu kulkas yang terbuka, tapi tak melihat Nandira berdiri di sana. Setelah pria itu mendekat, barulah dia melihat gadis itu, sedang berjongkok di depan kulkas dengan wajah manyun.
Dari atas pintu kulkas itu, Glen melihat Nandira mendongak ke arahnya. "Nanti malam kita makan ini lagi?" tanyanya yang hanya melihat fast food di sana.
"Yuk, katanya mau belanja?" ajak Glen.
Nandira berdiri dari jongkoknya lantas menutup pintu kulkas. "Beneran?" tanyanya memastikan.
"Iya Sayang," jawab Glen.
"Siap meluncur," ucap Nandira dengan penuh suka.
Setelah mengganti pakaian dan memasang khimar, Nandira berjalan menghampiri Glen yang sudah menunggu di depan TV. Mereka langsung bergegas menuju supermarket. Glen tak melepas gandengan pada Nandira sepanjang melangkah menuju area parkir. Hal itu membuat beberapa orang yang lalu lalang memperhatikan mereka. Sesekali Glen menyapa orang-orang yang memang sudah kenal dengannya.
Tak butuh waktu lama, mereka pun sampai di supermarket terdekat. Nandira sudah berada di depan sebuah kulkas berisi sayur-sayuran segar. Dia sedang memilih bahan yang cocok untuk menu makanan mereka.
Lalu Glen datang dengan sebuah troli di depannya. "Sayang, sini," ucapnya sambil menepuk-nepuk bidang troli.
Nandira mengangkat satu set wortel dan menunjukkannya pada Glen. "Ini?" tanya gadis itu.
Glen menggelengkan kepalanya, membuat Nandira mengerutkan keningnya tak mengerti. Gadis itu mencari bahan lain yang mungkin disukai Glen. Selama ini yang Nandira tahu, Glen sangat suka wortel.
"Apa ini?" Nandira mengangkat satu set cabai yang terbungkus plastik bening.
Lagi-lagi Glen menggelengkan kepalanya, kali ini lebih cepat. Nandira terkekeh, dia tahu Glen tidak suka pedas. Dia hanya ingin menggoda suaminya itu.
"Hihi," kekeh Nandira sambil menutup mulutnya, lucu melihat wajah Glen yang menolak tegas. "Kamu mau makan apa Sayang?" tanyanya.
Glen mendekatkan wajahnya ke telinga Nandira, lalu membisikkan sesuatu di sana. Mendengar bisikkan suaminya itu, membuat wajah Nandira berkerut tak yakin.
Glen mengembangkan senyum antusias, lalu menepuk-nepuk bidang troli itu lagi. "Sini, naik," ucapnya.
"Jangan aneh-aneh, nanti jatuh," ucap Nandira yang mulai mengerti ide gila suaminya itu.
"Percaya sama aku, ini seru tau," ucapnya meyakinkan.
Nandira tampak diam berpikir. Dia ingat dulu pernah main troli seperti itu dengan ayahnya, tapi itu sudah lama sekali, waktu dia masih SD. Tiba-tiba Glen menggendongnya dan menaruhnya di atas troli. Hampir saja Nandira berteriak sebab terkejut.
"Glen!" protesnya panik.
Glen mencium pipi Nandira yang kebingungan sebelum akhirnya mendorong troli itu. Dengan sedikit berlari Glen mendorongnya, layaknya bocah yang main gerobak-gerobakkan.
"Waa! Glen!" teriak Nandira tertahan. Sedangkan Glen cekikikan melihat tingkah lucu Nandira. "Sayang, Sayang, tolong, udah berenti," rengek Nandira. Gadis itu merasa seperti naik wahana roller coaster.
Perut Glen tergelitik tak karuan. Namun akhirnya dia berhenti mendorong troli itu, tak tega juga melihat istrinya yang mulai takut. Pria itu sudah hendak menggendong Nandira keluar dari sana, sebelum dia mendapat cubitan gemas dari istrinya itu.
Bukannya kesakitan, Glen malah tambah tertawa lucu sebab melihat wajah geram Nandira. "Seru, kan?" ucapnya sambil menggendong Nandira keluar dari sana.
Beruntungnya supermarket itu tak terlalu ramai. Jadi tidak banyak yang melihat kekonyolan pasukan suami istri itu. Nandira menggigit lengan atas Glen gemas.
"Aakh!" kali ini pria itu merasakan sedikit sakit. Namun kekehannya itu tak juga sirna.
Glen membawa Nandira ke dekapannya untuk meredam perasaan gemas istrinya itu. Lalu dia mengelus-elus kepalanya penuh kasih sayang. Nandira melihatnya dengan wajah yang masih manyun.
"Udah dong ngambeknya," ucap Glen sambil menarik hidung istrinya.
Meski manyun, tapi Nandira merasa senang bisa main troli itu dengan Glen. Jika dulu dia bermain bersama ayahnya, sekarang dia bisa bermain bersama suaminya.
"Kalo trolinya rusak gimana? Aku kan berat," ucap Nandira mengakui tubuhnya yang berat.
"Trolinya udah aku beli buat kamu. Kamu kan suka main kayak gini," ucap Glen.
"Kata siapa?" tanya Nandira meragukan ucapan suaminya.
"Aku pernah liat foto kamu main kayak gini sama ayah."
Ucapan Glen itu berhasil membuat Nandira tersipu malu. Tak pernah dia sangka kalau Glen juga tahu tentang dirinya. Dia pikir selama ini hanya dirinya saja yang mengetahui banyak tentang Glen. Ternyata suaminya itu diam-diam juga mengetahui banyak tentangnya.
Nandira terkekeh malu, lalu menenggelamkan wajahnya di d**a bidang suaminya. Pria itu telah berhasil membuatnya tersipu-sipu. Tanpa mereka sadar, di kejauhan ada seseorang yang memperhatikan mereka dari tadi. Orang itu tampak tak asing. Namun dia juga tampak enggan menghampiri mereka.