Antara Liam dan Tara

1511 Words
SMA Nevanov Independent Strategic keesokan harinya. Semua tetap berjalan seperti biasa bagi semua orang yang beraktivitas di sana. Entah para guru maupun siswa. Mereka semua. Yang kaya makin hari yang ada ya jadi semakin kaya. Sementara mereka anak yang punya otak lebih pintar semakin hari ya semakin menanjak saja posisi sosialnya dengan kepintaran mereka. Yang tidak begitu kaya dan tidak begitu pintar juga sejauh ini sih terlihatnya begitu-begitu saja. Tak ada yang istimewa atau terlalu mencolok di antara mereka. Seperti semua hari yang telah dilewati memang didedikasikan hanya untuk hari ini di mana semua akan menuai imbalannya. Entah itu imbalan yang baik ataupun imbalan yang buruk. Begitu juga dengan siswa itu. Yang miliki nama Liam. Siswa yang cukup terkenal dengan sebutan mata empat yang duduk di kelas sebelas. Tapi, bukan hanya julukan mata empat saja yang buat ia lebih mudah dikenali, karena ia terkenal seantero sekolah akibat kecerdasan juga prestasi yang cukup luar biasa. Semua orang jadi berpikir bahwa semua kelebihan yang pemuda itu miliki tak lain dan tak bukan merupakan anugrah luar biasa yang tak Tuhan berikan pada semua manusia ciptaannya. Namun, tentu saja tidak begitu juga. Ada banyak derita serta cobaa yang harus ia lewati demi dapatkan kebahagiaan yang kata banyak orang sejati. Kenna yang saat itu sedang bersama beberapa temannya melihat Liam yang sedang serius membaca buku di dalam kelas. “Kalian tau atau tidak?” tanya salah seorang teman Kenna yang miliki nama Shania. Tipikal cewek hits di sekolah yang meyoritasnya memang anak-anak orang kaya. Penampilannya pun bisa dibilang sangat tipikal sekali. “Soal apa, tuh?” tanya Kenna balik mewakili beberapa teman yang tampak penasaran, namun tak kuasa ucapkan apa yang sebenarnya mereka pikirkan. “Kemarin aku dengar cerita... yang lumayan menghebohkan dari teman sekelas Liam," beritahu Shania dengan gestur seorang biang gosip yang hobi membicarakan apa yang tengah terjadi pada orang lain. "Wao, memang apa yang terjadi?" tanya Kenna lagi. Shania melanjutkan, "Mereka bilang katanya anak itu mendebat mati-matian pernyataan seorang guru fisika soal hukum fisika yang aku sendiri tidak mengerti,” terangnya dengan wajah meyakinkan yang kalau boleh jujur malah jadi terkesan tidak meyakinkan. “Lantas apa lagi yang terjadi setelah itu?” tanya teman-teman yang lain pada akhirnya. Tampaknya mereka mulai kepo juga pada . Shania pun melanjutkan, “Lalu, saat diperiksa oleh guru ternyata semua yang Liam katakan itu seribu persen benar, tidak ada yang salah sama sekali. Padahal waktu membantah itu dia sama sekali tidak mencontek buku atau artikel apa pun, lho. Otaknya itu sebesar dan lekukannya kira-kira serumit apa, ya?” tanya gadis manis itu sambil memegang dagu dengan raut bertanya-tanya. Habis penasaran juga, 'kan? Kenapa seorang anak remaja bisa jadi sepintar itu walau ia tampaknya jelas tidak berasal dari golongan yang sama seperti mereka. Golongan atas. Yang miliki akses lebih baik untuk dapatkan nutrisi lebih memadai guna perkembangan otak mereka. “Kayaknya sebesar cinta yang dia punya sama Kenna, deh,” goda salah seorang dari mereka dengan senyum simpul yang terkesan jahil menggoda dengan tatapan manja. Kenna jadi ikut tersenyum simpul juga. Balas berkomentar, “Ih, apaan sih kalian,” responnya seraya mempercepat langkah mendahului semua temannya. Melewati kelas Liam. “Alaaah, masih aja mengelak,” ledek seorang siswi yang geli karena melihat wajah Kenna tiba-tiba merah karena tersipu malu. “Padahal Liam itu andai badan dan mukannya diurus sedikit. Kayaknya bakal jadi cowok yang good looking banget, deh,” komentar seorang siswi lagi. Membayangkan beragam alternatif dari wajah dan tubuh Liam yang sejatinya memang telah memiliki proporsi sangat ideal. Rasanya hanya tinggal sedikiiittt lagi saja maka ia bisa jadi anak remaja yang setara dengan para wajah aktor remaja lain yang kerap muncul di FTV dan dapatkan peran sebagai karakter cowok idaman sempurna idola satu sekolah yang dikejar-kejar oleh para siswi centil super cantik. Mendengar itu Kenna langsung membatin, andai badan dan mukanya diurus kalian bilang? Kalian semua itu kan belum tau siapa Liam yang sebenarnya. Tolong jangan banyak omong yang tidak benar! Kesal sekali deh mendengarnya. “Udah pinter cakep lagi. Sempurna, dong?” tanya Kenna kemudian berusaha sembunyikan apa yang sebenarnya sedang ia rasakan di balik seutas senyum menyamarkan. "Iya ih, iya ih, iya banget, sempurna banget," respon para gadis itu kemudian sambil saling memasang wajah sok imut dengan teman perempuan yang ada di sampingnya. Melihat respon yang sedikit aneh itu pun Kenna langsung membatin lagi, he is more than that. Liam itu jauh, jauh, jauuuuhh lebih baik dari yang otak kecil kalian semua itu pikirkan. Dia seperti seseorang yang berasal dari dimensi lain. Tempat lain yang tak terduga dan belum dijamah oleh manusia sebelumnya. Dia sangat luar biasa dan kalian bahkan tidak pantas untuk memahami itu semua aku rasa. “Yaah, kalau gitu pantes aja lah kalau dia ngejar-ngejar Kenna,” komentar seorang siswi lagi asal jeplak saja seolah mulutnya itu tidak punya koneksi dengan otak. Hal itu pun tak ayal membuat Kenna auto membatin lagi, ngejar-ngejar aku kalian bilang…? Kok rasanya jadi pengen nangis, ya. Iya, menangisi betapa ironisnya dunia ini. Apakah mereka semua yang asal bicara itu tau apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka? Betapa rumit dan sulit yang ia rasakan dan alami sebenarnya. Tapi, yang ada malah Liam jadi korban gosipnya. Sunggu dunia memang tipu tipu. “Hai, pada mau ke kantin, ya?” tanya Tara yang tiba-tiba mencegat langkah kaki cantik mereka. “I, Iya, Tar,” jawab Shania dan para temannya bahagia karena ditegur lebih dulu oleh Tara si cowok ganteng idaman nyaris seluruh siswi di sekolah. Habis Tara itu memang jika dibandingkan dengan Liam yang sempurna, tapi masih dalam tanda kutip itu. Tara benar-benar menggambarkan sosok siswa ideal yang sempurna dan tidak punya kekurangan berarti. Dia sangat good looking, tampan, cerdas, jago olahraga yang cowok banget pula. Ditambah ia merupakan putra terakhir dari sebuah keluarga yang memiliki banyak gedung pencakar langit dan hall mewah di kota ini. Sungguh luar biasa dan tak terduga ada manusia seperti dia benar-benar menapak tanah yang sama dengan para anak lain yang "biasa" saja di sana. Shania dan para temannya (kecuali Kenna) langsung merasa seolah mereka sedang terjebak dalam suatu drama Korea berlatar kehidupan anak remaja dengan genre romantis dan kisah cerita cinta yang luar biasa. “Mau join bareng kita gak?” tanya seorang siswi yang berdiri di samping kiri Shania dengan wajah ramah. “Atau apa kamu punya keperluan lain?” tanya siswi yang berdiri di samping kanan Shania tak kalah ramah. Tara langsung membalas senyuman mereka dengan senyuman balik yang tak kalah ramah dan sangat menarik. “Sebenarnya aku pengen ngomong sama Kenna untuk sebentar aja. Apa boleh?” tanyanya dengan wajah yang sedikit menyiratkan perasaan tidak enak pada semua teman Kenna di sana. Yaaahh. Shania dan para temannya langsung menghembuskan nafas mereka dengan nada kecewa. Memang tak ada kehidupan drama Korea untuk mereka semua. Kalau di drama Korea, gadis yang disukai oleh cowok kaya ganteng pinter serta atletis seperti Tara harusnya cewek susah seperti Geum Jan Di, ‘kan? Yang terjadi di kenyataan? Malah gadis cantik yang juga berasal dari keluarga berada seperti Kenna yang dilirik oleh anak seperti Tara. Dunia sungguh penuh tipuan. Yaahh, walau begitu juga semoga saja mereka bahagia. Wajah Kenna yang tadinya dipenuhi semburat merah. Karena senantiasa memikirkan Liam. Tiba-tiba jadi sedikit kecut mengkerut saat Tara datang. Tapi, tetap disambut keinginan bicara pemuda menawan itu. Shania dan para teman yang lain memutuskan untuk pergi lebih dulu ke kantin timbang jadi nyamuk melihat momen kemesraan dua anak Adam yang hidupnya sama-sama nyaris tanpa celah itu. “Ada apa ya ingin bicara denganku?” tanya Kenna ramah. Dengan senyum kepalsuan. “Begini, Kenna. Malam akhir minggu nanti keluargaku diundang ke pesta persemian sebuah gedung pameran di pusat kota. Keluargaku bilang… bagaimana kalau kamu ajak putrinya Pak Raintung untuk turut serta? Sepertinya ini juga bijaksana untuk menjalin hubungan baik antara keluarga Raintung dengan keluarga kelas atas lain di kota ini,” jawab Tara sekaligus menjelaskan berusaha sesingkat mungkin agar Kenna bisa langsung membuat pertimbangan. Walau Kenna sendiri lahir dan tinggal di kota ini sejak dulu. Hadler G. Raintung ayah Kenna merupakan wajah baru di kalangan elit kota. Sudah sejak lama ia memilih mengontrol dan menjalankan usahanya dari Amerika. Baru-baru ini saja ia tertarik pindah dan berbisnis di negara ini. “Akan aku pikirkan,” jawab Kenna dengan senyum anggun. Hendak kembali melangkah menuju kantin. Ditahan pergelangan tangan gadis itu. “Sebentar, Kenna!” pinta Tara. Kenna kembali tersenyum dipaksa. Bagaimanapun juga hubungan baik antara keluarganya dengan keluarga Tara dipertaruhkan di setiap porsi interaksi mereka. “Ada apa LAGI, Tara?” tanyanya. “Tolong kamu pikirkan baik-baik,” ucap Tara. Dengan tatapan mata penuh harap. Kenna melirik sarkastis tangan Tara yang menggenggam pergelangan tangannya. Namun, tatapan dan tekad kuat Tara tak tergoyahkan. Ia tak akan melepaskan Kenna. Bahkan pergelangan tangannya. Brukkh. Entah dari mana, tiba-tiba Liam datang dan menabrak tubuh Liam. Membuat pegangan tangannya terlepas seketika. “Eh, sori, sori, ya. Aku buru-buru disuruh ke ruang guru,” pohon Liam ke Tara tanpa tampang berdosa. Saat itu juga ditarik pergelangan tangan Kenna. Menjauh dari Tara. “Heh, kamu cari masalah sama orang yang salah, Liam,” geram Tara tak terima.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD