Pam Pam Pam his Name is Liam

1044 Words
Kedua anak remaja itu sedang berjalan beriringan menuju bagian bioskop dengan perasaan riang menyelimuti tubuh mereka berdua. Beberapa orang yang kebetulan dua anak itu lewati dan melihat keduanya langsung tampak menatap dengan raut wajah kagum bercampur iri hati. Yang cowok bukan hanya memiliki paras ganteng dan tubuh tinggi. Tapi, yang cewek juga sangat cantik dan memiliki tubuh mungil yang ideal untuk pasangan seperti itu. Intinya mereka berdua sangat good looking dan cocok antara satu dengan yang lain. Dua anak remaja itu tampak sedang berbagi ice cream rasa matcha berwarn hijau dengan taburan bubuk coklat potongan kacang pistacio serta remahan biskuit yang tampak enak dengan aura keromantisan meluber keluar sampai memenuhi ruang waktu orang lain yang ada di sekitar mereka. Satu hal yang mencuat dari pikiran singkat semua orang yang menyaksikan saat itu, perfect matched relationship goal. Dijamin seratus persen tak akan ada satu pun dari mereka yang menyangka bahwa dua anak remaja itu, Kenna dan Liam, bahkan tidak memiliki hubungan romantis seperti yang mereka bayangkan sama sekali. Ohh, sungguh dunia memang penuh dengan tipu-tipu. Semua jadi seperti itu karena manusia terlalu mudah terbawa oleh prasangka. “Eh, gimana kalau kita nonton film romance aja? Lagi ada film romance dengan cerita kisah cinta remaja yang viral banget di internet lagi tayang, nih. Ayuk, yuk?” ajak Kenna semangat. Kalau boleh jujur ia sekarang memang sedang ingin sekali menikmati malam romantis berdua bersama Liam di ruang bioskop yang gelap lagi remang-remang. Dan dingin yang menyapa permukaan kulit mereka. Ditemani dengan minuman bersoda juga aneka jajanan nikmat lainnya. Menonton kisah cinta yang meski palsu, namun mengharu biru. Saling berpelukan dan memandang sendu. Sungguh, ini pasti akan jadi malam yang tak akan pernah ia lupakan sepanjang hidup. Mantap jiwa. “Ogah, ah. Kalau kayak begitu mah malah bikin ngantuk aja. Bosen juga gak, sih? Nonton film perang aja, yuk. Katanya bagus, tuh. Filmnya dibuat hanya dengan satu kali take kamera. Gila banget, ‘kan? Kalau ada yang tiba-tiba bersin atau pengen ke kamar mandi gimana coba itu? Masa diulang dari awal semua? Perjuangannya luar biasa, ya. Harus kita apresiasi besar lho film dengan banyak pengorbanan dan usaha keras banyak orang semacam itu. Banyak direkomendasiin juga kok sama reviewer film di YouTube baik dari Indonesia maupun luar negeri,” usul Liam semangat, "Keren banget, 'kan?" tanyanya dengan intonasi serta tatapan... sedikit memaksa? Entahlah. Reaksi anak remaja laki-laki itu sungguh berbanding terbalik dengan apa yang sebenarnya Kenna kehendaki. Tapi, ya apalah boleh dikata. Apalah boleh dibuat juga. Walau perempuan, Kenna tak ingin terlihat atau terkesan seperti cewek tukang paksa yang seenaknya sendiri dan juga toxic di mata cowok se... se... se… uhukuhukuhuk, Liam. Mantap. “Ki, Kita kan lagi jalan berdua nih, Li. Da, Dan kamu malah pengen ngajak aku nonton film perang yang dibuat hanya satu kali take kamera tanpa kisah cinta di dalamnya?” tanya Kenna dengan tatapan "sedikit" tak percaya. Tidak, bohong, tepatnya tatapan dalam yang sedang berteriak, ARE YOU KIDDING MEEEE???!!! “Minta dikasih whipe cream bertoping upil ya nih orang?” ia bertanya dengan raut tak kuasa lagi lontarkan barang satu buah kata. Namun, yang ada Liam malah tampak sama sekali tak perdulikan respon maupun ucapan Kenna. “Katanya film itu one take, lho. Bener-bener satu kali doang kameranya diteken nyala,” ulang anak remaja cowok itu saking antusias tengah ia rasa. “Keren banget gak, sih? Bikinnya gimana coba? Berapa kali mereka ulang itu semua prosesnya sampai ada satu adegan aja gak sesuai sama harapan sutradaranya?” ia bertanya semangat. Ia menambahkan lagi, “Ada satu pemain bersin atau nggak sadar ngupil. Bakal dikentutin ramai-ramai kali, ya.” Kenna melihat pintu bioskop dengan tatapan merana. “Kamu tuh yang one take perasaanku. Bikin kacau balau bin galau aja,” ucapnya dengan tatapan lecewa dan wajah yang ditekuk sembilan. Entah terlihat seperti apa mukanya waktu itu. Yang jelas dia kesal. Kesal, tapi senang. Hiyaaahh. Liam tersenyum puas setelah menggoda gadis itu. Ia coel ujung hidung mancungnya. “Oke, oke, oke, deh. Kalau begitu kita nonton film apa pun yang kamu mau aja, ya.” “Serius?” tanya Kenna. Kedua matanya langsung nanar dan intonasi suaranya auto semangat sampai tak berkedip satu kali pun. “Iya, dong. Cowok tuh nggak boleh narik ucapannya. Nggak gentle,” jawab Liam seraya berjalan ke arah antrian tiket. Kenna mengikuti Liam. Terus bergelayutan di satu tangannya. Tak ingin dipisahkan. “Kamu duduk, dong. Nanti kalau kamu capek gimana?” tanya Liam. Meminta Kenna duduk saja. Mumpung ada kursi tunggu yang kosong dekat teather tempat film akan diputar. “Sebenernya…” Kenna melanjutkan lebih pelan, “akan lebih capek buatku sampai berpisah dari kamu. Saat di mana harusnya kita bisa bersama.” Liam tersenyum kalem. Menepuk-nepuk lembut batok kepala Kenna yang harum. “Kalau capek bilang, ya.” “Emang kamu mau ngapain?” tanya Kenna terpesona. Liam menunjuk langit-langit dengan jari telunjuknya. “Nyuruh kamu naik ke genteng,” jawabnya santai. DBUGH. Kejahilan Liam. Keisengannya. Semua tingkah lakunya yang tak biasa. Entah kenapa hanya membuat Kenna semakin dimabuk perasaannya oleh sang dewi cinta. Dijatuhkan pelipisnya ke pundak Liam. Ditekuk bibirnya. “Please love me, Liam.” Liam meresponnya dengan terdiam tanpa jawaban. Hanya tersenyum mengindahkan permintaan. * Sepeda motor Liam berhenti tepat di depan gerbang besar kediaman keluarga Kenna yang super mewah. Kenna turun dan berdiri menatap Liam di sisi kendaraannya. “Hati-hati, ya. Jangan sampai ditilang elektronik,” peringat Kenna mengingat Liam belum lulus ujian buat SIM. “Heh, kamu kayak gitu, ya. Habis diajakin jalan malah ngeledekin,” balas Liam. “Emang aku kamu apa? Kerjaannya ngeledekin terus. Aku tuh beneran khawatir sampai otakmu yang berharga itu rusak,” jawab Kenna kesal. “Apa hubungannya otakku sama ditilang polisi coba?” tanya Liam menaikkan sebelah alisnya. Kenna kehabisan kata. Segera dilarikan tubuhnya memasuki pagar. Dari balik pagar gadis itu berteriak, “POKOKNYA KAMU HARUS HATI-HATI!” “Iya, Sayang!” balas teriak Liam. Mendengar itu Kenna buru-buru berlari kembali ke luar pintu gerbang. Liam dan sepeda motornya sudah lenyap hanya berjejak suara yang kian menjauh. “Semoga hanya suara motor kamu saja yang kian menjauh sampai nggak terlacak lagi oleh pendengaranku. “Apa yang ada di dalam d**a kamu itu jangan sampai ikut juga. “Liam, hanya kamu, satu nama.” Pemuda itu… punya nama Liam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD