Mood Iksan

2018 Words
Iksan baru saja beberapa waktu yang lalu mendarat di Bandar Udara Internasional Incheon, Seoul, Korea Selatan. Rombongan Iksan sudah melewati pemeriksaan Imigrasi dan langsung menuju bis yang sudah menunggu yang akan mengantarkan mereka ke hotel tempat crew maskapai mereka biasa menginap. Satu persatu koper mereka dimasukkan ke bagasi bis dibantu oleh supir bis dan asistennya yang sudah standby dari tadi. Waktu masih Subuh, tapi bandara sudah ramai, udara dingin mulai menyeruak, untung saja mereka memakai overcoat seragam, memang begitu aturannya kalau sedang terbang ke Negara empat musim, sekarang di Korea sudah mulai masuk ke musim dingin walau belum bersalju. Iksan orang terakhir yang masuk ke dalam bis, dia membiarkan seluruh crew-nya masuk duluan, walaupun begitu tetap saja kursi sudah dikosongkan untuk Capt Iksan, dia duduk sendiri, dan di deret sebelahnya ada co-pilotnya, Rosyid yang juga duduk sendiri, sedangkan pramugara dan pramugari duduk di belakang mereka. Bis mulai bergerak, Iksan pun mulai mengecek ponselnya setelah diaktifkan. Benda hitam yang juga terasa dingin itu, ntah karena suhu udara atau karena tadi ada pesan yang tidak dibalas makanya menjadi dingin seperti pemiliknya, yang jelas tidak banyak pesan yang masuk, tapi chat yang paling atas ada nama Ririn. Kini Iksan baru tampak mulai tersenyum membaca pesan Ririn, padahal di Jakarta tadi crew-nya sudah pada takut melihat wajahnya yang serius tanpa candaan seperti biasa, mereka tidak tahu saja kalau itu hanya gara - gara chat-nya tidak ditanggapi seorang wanita yang bernama Ririn dari kemarin sore! "Capt, nanti kita keluar bareng nggak?" tanya Viona agak takut -takut, walau dia adalah awak kabin yang memimpin pramugari dan pramugara kali ini, anak buahnya saja memanggilnya purser, tapi tetap saja dia agak berhati - hati menyapa Capt. Iksan yang sedang dalam mode serius terus. "Yakin keluar bareng?" Kan ...sudah mulai kumat dia. Crew lain yang mendengar tentu saja tertawa kecil bahkan ada yang masih menahan tawa, mereka semua sudah dewasa dan mengerti maksud candaan Captain mereka tanpa rancu sama sekali, tapi mereka juga belum berani sok santai menanggapinya mengingat dari berangkat kemarin malam Capt. Iksan ini tidak banyak bicara selain briefing. "Ya Allah Capt, akhirnya bisa ketawa juga saya," sahut Viona lega. "Lho memang dari kemarin nggak ketawa, kenapa?" tanya Iksan benar - benar tidak tidak tahu efek mood-nya kemarin. "Abisnya Captain Iksan mukanya serius gitu, ya takut dong Capt," curhat Viona lagi. "Hei, apa kabar saya yang disebelahnya berjam -jam? Mau gerak aja takut," sahut Rosyid tidak mau kalah. Akhirnya mereka benar - benar tertawa melihat raut wajah co pilot yang sudah cukup senior ini, kasihan soalnya. "Kayak masuk rumah hantu ya mas?" tanya salah satu dari mereka. "Mending memang niat masuk rumah hantu dan beli tiket sebelumnya, lah ini kayak terjebak dalam rumah hantu beneran, dingiiin, kayaknya teman bicara saya cuma sama Tower control aja." "Jangan lebay, kalo saya nggak ngomong gimana kita bisa terbang?" ucap Iksan tidak mau disalahkan terlalu banyak. "Yaelah Capt, cuma ngobrol sambil baca checklist doang, biasanya terbang sama Capt. Iksan ngobrolin mobil, tempat hangout ... lah ini cuma Auxillary fuel pump - Off, Flight control - Free and correct, Instruments and radio - checked and set ...paling gitu doang, kaku banget Capt, belum lagi terbang berjam - jam nggak diajak ngomong, astaga ... apa salah dan dosa hamba." Rosyid benar - benar curhat, mungkin dari berangkat kemarin dia sudah menahan diri untuk mencari tahu karena penasaran ada apa dengan Capt. Iksan yang berubah seratus delapan puluh derajat tadi malam. "Kok nggak berasa ya?" Iksan malah bertanya. "Ya nggak tahu Capt, saya juga bertanya - tanya dalam hati." Iksan tersenyum mendengar jawaban Rosyid. "Jadi gimana Capt, bareng nggak nih ... soalnya Captain Iksan itu bestie banget kalo shopping di Korea, apalagi soal skincare dan bodycare, referensinya banyak," tanya Viona sekaligus memuji Iksan. Padahal pengetahuan Iksan soal skincare hanya untuk skincare yang biasa dipakai Ririn, karena Ririn pernah menjelaskan kelebihan skincare yang dibelinya pada Iksan.Viona memang tidak tahu cerita latar belakang soal keahlian Iksan itu, yang jelas dia hanya tahu Capt. Iksan itu sangat bagus dalam hal belanja skincare, itu karena dia pernah ikut Capt. Iksan belanja, jadi bukan dari kabar angin saja. "Ya boleh, kita keluar sekalian makan siang aja dulu, abis itu baru belanja ... ada yang mau saya beli juga beberapa barang," jawab Iksan. "Jam berapa Capt?" "Saya rencana keluar jam sebelasan deh, saya mau tidur dulu, gara - gara mas Rosyid nih saya nggak bisa tidur." "Yaah ... kalo tadi bisa, saya malah mempersilahkan Captain tidur aja dari pada melek tapi mengerikan gitu." Iksan terkekeh," Jangan kayak cewek patah hati curhatnya panjang lebar." "Kenyataan itu Capt." "Iya deh iya, saya yang salah ... maaf ya Chid," ucap Iksan pada first officer-nya yang dipanggilnya Ochid itu. "Di maafkan Capt, yang penting saya lega dulu sudah curhat." Iksan terkekeh lagi. "Ya udah, mau jam sebelas di lobby nggak Capt?" tanya Viona. "Iya boleh, tapi kalo ada yang mau duluan silahkan ya, saya mau jalan santai aja." "Oke Capt." Sesampainya di hotel, mereka langsung sarapan pagi, tidak lama ... rata -rata hanya menghabiskan waktu setengah jam, soalnya mereka sudah lelah dan mengantuk, makan hanya basa basi saja, di pesawat mereka juga sudah makan sebenarya. Iksan duluan naik ke kamarnya, dia benar - benar hanya makan secukupnya saja, cuma telur dan roti saja ... tentu saja alasannya naik duluan karena sudah mengantuk padahal dia akan menelepon Ririn dulu sebelum Ririn berangkat ke rumah sakit. **** Setelah menutup dan mengunci pintu kamarnya, Iksan meletakkan koper diatas meja khusus koper., Iksan duduk di pinggiran tempat tidur lalu menekan panggilan video call ke Ririn. Masih jam setengah tujuh, biasanya Ririn berangkat kerja jam tujuh dari rumah. Tuut...Tuuut... Sebelum nada panggil ke tiga, Ririn sudah lebih dulu menerima panggilan Iksan itu. "Masss, maaf ya kemarin." Belum apa - apa Ririn sudah minta maaf duluan, tanpa halo atau sapaan ramah. "Iyaaa," jawab Iksan sambil menarik sudut bibirnya, susah dia menahan senyumnya. "Baru nyampe?" tanya Ririn yang melihat Iksan masih pakai seragam pilotnya. "Iya, baru aja masuk kamar. Landing sih dari tadi, aku sudah sempat sarapan di bawah, sekarang baru mau tidur." "Hari ini mau jalan?" "Iya nanti siang. mau nyariin skincare kamu." Ririn memutar bola matanya. "Itu body lotion aku masih utuh dua botol lho Mas, kamu juga yang beliin, sayang aja nggak bisa aku minum biar cepet abis, jangan bilang mau beliin lagi." "Masker, pelembab sama BB cream nya pasti udah tinggal dikit, kan aku beliin yang bulan lalu, yang minggu lalu aku cuma beliin body lotion itu kan?" Ririn sudah susah ngomong kalo begini. "Ya udah beliin deh, abisin gaji kamu." Iksan tergelak. Sambil bicara dengan Ririn, Iksan melepas dasi dan bar empat yang ada di bahunya. "Sudah mau jalan sekarang Rin?" "Baru mau turun sarapan dulu. Aku nggak di poli jadi aman." "Owh. Lusa sibuk nggak?" "Biasalah, di rumah sakit aja." "Jalan yuk, nanti aku jemput." "Hmm ... aku nggak mau janji dulu ya, mama mau ngajak pergi sih katanya, jadi tentative dulu ya, kalo kamu sudah pulang aja baru wa lagi." "Owh oke." Ririn berbohong lagi, dia masih mencoba menghindari pertemuan langsung dengan Iksan, ini masih tahap coba - coba ... dia belum bisa sepenuhnya menghindari Iksan, buktinya masih mau menerima atau dihubungi Iksan, mungkin pelan - pelan mereka akan jauh juga akhirnya, yang penting belum sekarang! Mereka masih melanjutkan pembicaraan yang ringan - ringan saja sebentar hingga Ririn siap turun ke ruang makan, baru Iksan mengakhiri hubungan telepon. Perasaan Iksan tentu saja berbeda dengan kemarin ketika pesannya hanya dibaca tapi tidak dibalas oleh Ririn, rasanya ada yang salah, makanya tampangnya sangat serius dan agak tidak bersahabat yang pada akhirnya dia mendengar komplain dari crew-nya tadi. Iksan langsung mandi karena setelah itu dia akan tidur beberapa jam sebelum keluar untuk makan siang dan belanja. Mamanya juga tiba - tiba ikut memesan barang dari Korea, biasalah mama Rosa itu memang suka sekali bergaya, jadi produk perawatan yang premium dari Korea adalah salah satu penunjangnya, itu yang kata papa Iksan menurun ke anaknya, sedangkan adik Iksan yang masih kuliah S2 di Amerika jauh berbeda dengan mama mereka, dia punya gaya sendiri, yang jelas lipstiknya tidak akan semerah mama Rosa, juga gelang dan cincin berlian tidak akan pernah tampak menghias tangannya, sepertinya lebih menurun Jawa sederhana papanya dari pada Manado mamanya. Pukul sebelas kurang lima menit Iksan sudah turun menggunakan lift menuju lobby hotel. Dia tidak tahu siapa saja yang akan ikut dengannya ke Myeong-dong. Biasanya tidak semua crew akan pergi bersamaan ke satu tempat, tapi ada saja yang malas berpikir mencari tempat tujuan dan hobby nya hanya ikut - ikutan saja asal jalan - jalan dan tidak menghabiskan waktu hanya diam di kamar hotel. "Selamat siang Capt," sapa Rosyid yang sudah menunggu dibawah bersama Viona dan dua orang pramugari. "Cuma segini yang ikut?" "Iya Capt, udah ada yang duluan tadi, takut pulang kesorean katanya," jawab Viona. "Capt, saya juga ikutan," sapa salah satu junior Viona, Iksan tidak tahu nama mereka. "Saya Amanda." "Saya Lestari." Mereka memperkenalkan diri dan menyalami Iksan. Biasanya acara memperkenalkan diri ini saat akan terbang, tapi kemarin Capt Iksan kan tidak mungkin di sapa, jadi baru sempat sekarang. Wajah Iksan memang lebih terlihat sumringah dan santai sekarang, jadi enak diajak bicara. Celana jeans, jaket Parka ultra Light warna krem membalut tubuh tegap Iksan yang berjalan menuju pintu keluar untuk mencari taksi. Wajah Iksan sebenarnya tampan, campuran Jawa manado, posturnya tinggi tegap, jabatan tinggi pula ... tidak ada alasan dia tidak punya pasangan sekarang. Dulu Iksan memang selalu sial saat pendekatan dengan perempuan, dan itu selalu jadi bahan olok - olokan Owka, sahabatnya. Tapi dia ditolak bukan karena dia tidak memenuhi kriteria, tapi karena waktu itu usianya masih sangat muda dan kalau sedang mendekati wanita tanpa basa basi dia akan menyatakan suka dan mau jadi pacarnya, kebetulan wanita - wanita yang didekatinya type wanita tenang dan penuh perhitungan sebelum berhubungan, tentu saja mereka langsung kabur menemukan pria asal tembak seperti Iksan. Tapi lain dulu lain sekarang, Iksan yang sudah semakin dewasa tentu saja sudah banyak berubah, buktinya dia yang sudah lama naksir Ririn, banyak menahan diri tidak sebrutal dulu lagi, sangking kuatnya menahan diri, pacar orang pun ditongkrongi sampai hampir tidak ada harapan lagi untuk didapatkan karena sebentar lagi akan bertunangan. "Capt, Mama saya tuh temen kuliah Papa Captain katanya," ucap Amanda, salah satu junior Viona yang baru saja berkenalan dengannya tadi.. "O ya, di Jogja?" "Iya," jawab Amanda lega setelah mendapat jawaban dari Capt. Iksan. "Ooowh, oke. namanya siapa .. nanti saya bilang ke papa saya." "Namanya Mirna, panggilannya Mimi." "Kirim salam ya buat tante Mirna." "Ya nanti disampaikan Capt," jawab Amanda gadis yang berusia dua puluh dua tahun itu. Mereka berlima pun naik taksi menuju ke Myeong-dong. Perjalanan di tempuh dalam waktu setengah jam saja. "Capt, saya mau beli skincare yang waktu dulu beli sama Captain, agak mahal sih tapi cocok," ucap Viona. "Kamu beli maskernya?" "Nggak." "Cobain deh, katanya enak banget pakenya. Nanti saya mau beli lagi, bikin glowing banget." "Siapa yang make sih Capt?" tanya Rosyid penasaran. "Kepo banget sih, mama saya yang pake." "Mama atau mamanya anak - anak Capt?" ledek Rosyid. Iksan tertawa," Wah cakep tuh, boleh juga mamanya anak - anak, nanti saya cari dulu." "Jangan cari di Myeong-dong Capt, susah nanti bawa pulangnya ke Indonesia," sahut Viona. "Ah bener juga, cari di Mayestik aja deh," jawab Iksan dan membuat semua tertawa. Sesampainya di Myeong-Dong mereka langsung ke Olive Young tempat biasa Iksan belanja skincare Ririn, itu juga dulu waktu pergi sama Ririn ke sana. "Silahkan explore sendiri ya, saya mau lihat - lihat," ucap Iksan, maksudnya tentu saja berpisah di dalam Olive Young. Mereka pun berpisah. Iksan langsung menuju tempat keranjang untuk mengambil keranjang bahan metal berwarna silver, dia sudah sangat siap mengexplore tempat ini. Ribuan jenis skincare dan bodycare baik untuk wanita dan Pria tersedia di sini, Iksan sampai hafal tempat - tempat yang akan dihampirinya untuk mengambil barang yang sudah ada di dalam list-nya. Tapi memang pesanan mamanya yang harus dicarinya dulu, karena merek yang belum pernah dibeli Iksan sebelumnya. "Capt, saya ikut Capt aja ya ... saya bingung soalnya lihat barangnya banyak banget," ucap seseorang yang membuat Iksan menoleh, ternyata Amanda. "Owh boleh."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD