Part 2~Prasangka

1870 Words
Part 2~Prasangka Senyum tak pernah luntur dari wajah pria matang yang sedang duduk di sofa ruangan miliknya. Bibir kejam itu seolah tidak bosan untuk memamerkan senyumnya jika itu berurusan dengan apa yang lihat saat ini. Apalagi kalau bukan memandangi paras cantik milik gadisnya yang tersimpan apik di galeri ponsel pintarnya. Oh, siapa lagi kalau bukan Dex–si pria gila yang sangat terobsesi dengan gadisnya–Ayu. Selesai memimpin rapat dengan direksi di kantornya, Dex tidak melanjutkan pekerjaan yang belum selesai. Dia memilih bersantai dan memandangi foto Ayu dengan senyum lebar dan sesekali tertawa kecil. Dex ingin segera mengikat Ayu, agar dirinya tidak semakin gila menahan gairah yang sudah lama terpendam. Gairah yang lima tahun ini ia pendam agar tersalurkan dengan baik pada tempatnya. Yeah, dulu Dex bukan pria baik-baik, bergonta-ganti pasangan sudah menjadi trend di Amerika. Dirinya yang sudah sejak kuliah S1 menetap di Amerika pun tergoda untuk mengikuti gaya hidup mereka, bebas. Namun setelah bertemu gadisnya, Dex bahkan rela mengubah gaya hidup bebasnya. Ia menghindari alkohol dan s*x bebas tentunya, agar pantas bersanding dengan gadisnya. Meskipun sesekali ia masih minum alkohol, tapi untuk urusan ranjang dirinya benar-benar off. Dan hanya menyalurkan di kamar mandi dengan membayangkan wajah gadisnya. Sungguh pria gila bukan? "Ehm! Sepertinya ada yang lagi bahagia nih?" Suara berat di depan Dex membuatnya terkejut dan tertarik ke dunia nyata. Di sana, di depannya sesosok makhluk tak diundang dengan santainya duduk menyilangkan sebelah kakinya Dan dengan satu toples cemilan di dekapannya, sungguh sopan sekali. Masuk ruangan orang tanpa mengetuk pintu, bahkan berlagak seperti pemilik ruangan. Ck! Ck! "Siapa suruh kamu masuk sembarangan ke ruangan ku?" Delik Dex pada pria di depannya. Sedangkan pria yang seumuran dengan Dex hanya mengedikan bahu acuh, sambil mengunyah cemilan. "Aku sudah ketuk pintu sampai tanganku memar." Ucapnya dramatis sambil menunjukkan tangan kanannya pada Dex. Yang sebenarnya tidak menunjukkan memar sama sekali. Dex berdecih, "omong kosong. Kau bahkan langsung duduk di sofaku." Dex tetap saja tidak terima, meskipun itu sahabatnya sendiri, tapi siapapun yang mengganggunya ketika memikirkan gadisnya pasti akan dia usir dari hadapannya. "Kamu saja yang asyik dengan duniamu, sampai ketukan dan panggilan dariku tak kau hiraukan. Yah aku masuk saja lah, ternyata si bos sedang bersantai di sofa memandangi hp dan tersenyum seperti orang gila." Ejek pria tadi sambil tersenyum miring. Dex menggeram, "awas kau Roy!" Sengit Dex untuk menutupi dirinya yang terciduk sedang tersenyum sendiri. Kekehan timbul dari bibir tebal milik Roy, dia yakin sahabat sehatinya ini sedang kasmaran. Tidak pernahnya Dex bersantai di jam yang masih menunjukkan pukul sepuluh pagi. Si work cholic ini tidak pernah menghabiskan waktunya hanya untuk berleha-leha. Oh, dan dia akan memberikan hadiah istimewa bagi siapa saja yang membaut Dex berubah menjadi seperti orang gila. "Come on Dude, kita seperti orang asing saja. Berbagilah sedikit kebahagiaan mu. Jarang-jarang aku melihat senyum di bibir kaku milikmu." Roy semakin menggoda Dex, apalagi dengan wajahnya yang menyebalkan. Ia rasanya Dex mendaratkan tinjauannya di wajah jelek milik Roy. Wajah Dex masih ia buat mode datar, dia belum ingin membagi tahu perihal Ayu kepada siapa pun, termasuk keluarga dan sahabatnya. "Cuih! Kau dan mulut embermu tidak dapat di percaya." Sinis Dex yang di tanggapi kekehan oleh Roy. Oh ayolah, meskipun Roy seorang laki-laki sejati–katanya. Tapi mulut embernya sungguh menyebalkan, dia bagai mata-mata untuk keluarganya. Apa saja yang pria itu lihat tentangnya maka tidak lama kemudian akan sampai pada keluarganya. Meskipun keluarganya berada di Singapore. Maka dari itu Dex lebih senang memendam rahasianya sendiri. Berbagi dengan Roy pun percuma. "Hey, aku bukan mulut ember, aku hanya membantumu menyampaikan masalahmu pada kelaurgamu. Lagipula kau punya keluarga seperti hidup sebatang kara. Tante Selvi sampai merana merindukan anak kurang ajarnya. Menelpon saja tidak pernah." Sindiran keras untuk Dex. "Jangan sok tau kau!" "Aku yang lebih tau Dude!" Dan jangan lupakan masalah satu itu, Dex tidak akan menelpon Mamanya jika tidak mendapat pesan dari Nancy. Dex lebih suka mengasingkan diri dari keluarganya yang menurutnya sangat rempong. Apalagi menyangkut pendidikan dan pasangan. Semua di sudah di atur oleh Mama dan Papanya, dan tentunya tidak ada bantahan. Untuk urusan pendidikan okelah, Dex masih menuruti. Tapi tidak untuk masalah pasangan, hal itu mutlak dari pilihannya sendiri. Dia yang akan menjalani, bukan kedua orang tuanya. Saat ini pun mereka tengah sibuk mencarikan jodoh untuk dirinya. Dan dengan tegas Dex menolak. Dia sudah punya Ayu–gadisnya. Yah, meskipun belum ia umumkan di depan keluarganya. Dex mengibaskan tangannya, "sudah. Jika tidak ada yang penting lebih baik kau ke luar. Aku mau melanjutkan pekerjaanku. Kehadiranmu di sini hanya membuatkanku tambah pusing." Usir Dex yang sudah malas dengan Roy si mulut ember. Roy berdiri, dia cukup tau dengan tingkah Dex, pria itu sedang jatuh cinta. Titik. Dan akan sangat menggembirakan untuk kedua orangtua Dex pastinya. Oke, bersiap laporan, biarkanlah Dex menjulukinya ember. Yang pasti informasi ini harus segera sampai di Singapore. "Baiklah, aku keluar. Nikmati hari bahagiamu Dude. Dan segeralah menyebar undangan." Ujar Roy dan langsung ke keluar dari ruangan Dex. Dex mendengus sebal dengan tingkah Roy. Sudah Dex pastikan, malam ini ia akan menerima telepon dari Mamanya atau kedua adiknya. Oke, Dex ikuti saja alurnya. Dex langsung mengambil ponselnya di saku, yang ia simpan setelah kedatangan Roy yang super kepo. Ia menghubungi salah satu anak buahnya. "Alex, tetap ikuti aktivitas dia. Radius 100 meter, paham?!" Jack memberi perintah pada suruhannya di seberang sana yang sedang memata-matai Ayu. "Siap Tuan." Tut! Oke, rencana akan terlaksana beberapa hari lagi. Dan Dex sudah tidak sabar menantinya. Ia kembali larut dalam foto di ponsel mewahnya, menatap foto itu penuh puja. Apalagi kemarin ia bertemu langsung dengan gadisnya di mall, dan itu bukan hal baik untuk kesehatan tubuhnya yang semakin mendamba. Tuhan, rasanya Dex ingin segera mendekap gadisnya untuk dirinya sendiri. ? Wajah khas Jawa milik Ayu nampak lesu, sedari tadi keringat dingin tak hentinya membasahi sekujur tubuhnya. Ayu takut, karena sejak keluar dari kostannya tadi pagi, ia merasa ada yang membuntutinya. Ayu sekarang sedang berada di toko baju tempatnya bekerja paruh waktu. Ia dan Esa bekerja di tempat yang sama bersama dua rekan lainnya. Tapi sedari tadi matanya selalu awas ke luar toko, jaga-jaga kalau perasaannya benar. "Ay, kenapa sih mukanya? Kayak orang lagi banyak utang aja," kepo Esa yang melihat wajah Ayu tidak secerah biasanya. Ayu menghela napas berat, lalu menggeleng ringan. Dia saja bingung dengan dirinya sendiri, "gak tau. Lagi bingung aja, aku dari tadi kayak ada yang ngawasin." Esa mengerutkan keningnya mendengar penuturan Ayu, "diawasin gimana? Wong dari tadi kita cuma berempat, Mbak Ning sama Teh Wiwi lagi tidur noh." Tunjuk Esa pada dua orang yang sedang berbaring di balik kasir. "Ish, bukan orang di dalem toko Esa. Aku tuh dari kita keluar kost tadi kerasanya, dan sampai sekarang masih." Esa menilik wajah Ayu memastikan, bahwa Ayu tidak sedang berbohong dengan prasangkanya. "Masak sih? Kalau beneran ngeri banget, kamu punya musuh, ya?" "Gak ada, aku gak cari masalah sama siapa-siapa kok selama ini." Elak Ayu mendengar tuduhan Esa. Mana ada musuh, dia saja jarang berinteraksi dengan orang-orang kalau tidak penting. "Ih, jangan-jangan itu debt kolektor nagih utang lagi!" Ayu yang geram langsung menabok lengan Esa, mulutnya benar-benar. "Ngaco! Kapan aku utang-utang sampe dikejar debt kolektor." Esa mengerucutkan bibirnya sebal, lengannya terasa sakit akibat tabokan tangan kecil Ayu. "Ya kali, Ay. Kamu utang gak bilang aku, terus gak kuat bayar." "Amit-amit Ya Allah, jangan sampe, jangan sampe." Ayu memukul kepalanya tiga kali, katanya biar dijauhkan dari hal yang tidak diinginkan. "Terus siapa dong, Ay? "Mana aku tau, tanya aja sama rumput yang bergoyang!" Jawab Ayu ketus, sebal dengan tingkat Esa. Bukannya memberi ketenangan untuknya, ini malah bikin sebal saja. ? "Ay, masih ngerasa ada yang ngikutin, ya?" Tanya Esa ketika di perjalan pulang menuju kost. Ayu menoleh ke belakang sebelum menjawab pertanyaan Esa. "Iya Sa, gak tau nih rasanya merinding." Tubuh Ayu tiba-tiba saja bergidik ngeri. "Ih, untung jalan masih rame." Ayu menggangguk membenarkan Esa, jalanan di jam setengah lima sore ini malah terlihat ramai. Karena banyak warga yang keluar rumah sekedar untuk jalan-jalan dengan anak mereka. Ayu dan Esa tidak pernah menggunakan kendaraan umum ketika pergi dan pulang kerja. Mereka berjalan kaki berdua setiap hari, perjalanan yang tidak memakan waktu lama menjadi alasan utama. Dan alasan yang lain adalah irit dan hemat. "Kok aku jadi parno ya, Ay. Takut kalau orang jahat gitu." "Aku juga Sa," timpal Ayu. Mereka mempercepat langkahnya, agar segera samapai di kost. "Ugh, untung tadi kita lari. Cepet deh samapai kostnya," Esa langsung merebahkan diri begitu masuk kost di lantai kost yang terasa dingin, guna menghilangkan rasa panas akibat lari tadi. "Ck, kamu sih bikin takut." Ayu berdecak sebal dengan kelakuan Esa yang menakut-nakutinya hingga berakhir dengan lari terbirit-b***t. Esa nyengir sok polos, "lagian kamu percaya gitu aja, sih." Nah, malah menyalahkan temannya. Ayu yang terlanjur kesal pun berlalu dari ruang tamu kost menuju kamar mandi. Ia harus segera menghilangkan bekas keringat akibat lari sore tadi. ? "Kak Dex! Punya calon, tapi gak bilang-bilang sama aku!" Teriakan gadis di seberang telpon membuat Dex geleng-geleng kepala. Adik bungsunya ini sungguh bar-bar dan masih kekanakan. "Kata siapa kamu? Jangan sebar berita tidak benar," elak Dex secara halus. Masih belum waktunya. "Kakak gak perlu tau aku dapet dari mana informasinya. Yang penting itu Kakak harus segera bawa calonnya ke sini." Dex yang semula masih berada di ruang kerjanya pun beranjak menuju kamar. Ia ingin mendengarkan ocehan Nancy sambil rebahan. "Siapa yang mau Kakak bawa kalau gak ada calonnya?" "Kata Kak Roy Kakak udah punya pacar, eh? Aduh, keceplosan!" Dex menehan tawanya mendengar Nancy keceplosan. Dan Dex sudah menebak siapa dalang dibalik berita abal-abal ini, siapa lagi kalau bukan si mulut ember–Roy. "Hem, jadi kamu lebih percaya sama Roy daripada sama Kakak? Baiklah, mungkin Kakak stop aja ya uang jajannya." "Aaa, jangan Kak! Aku percaya kok sama, Kakak. Janji gak gini lagi deh, tapi uang jajannya jangan di stop." Nancy berganti merengek, ia tidak bisa kalau uang jajan dari Kakaknya dicabut. Bisa kurus mendadak nanti, apalagi ia paling suka menghabiskan uang untuk eksperimen makanan baru. Mama dan Papanya saja sampai jera dengannya, dan hasil akhirnya adalah mereka membatasi uang jajan Nancy sampai ia lulus kuliah. Dan berkat Dex lah, ia bisa berfoya-foya dengan makanan-makanan favoritnya. "Hm, akan Kakak pikirkan." Jawab Dex berusaha sedatar mungkin, padahal ia sudah sejak tadi menahan tawa. Adiknya ini mudah sekali diancam dengan uang jajan yang akan ia cabut kalau sampai aneh-aneh. Dan ya, lihat hasilnya. Nancy menjadi adik penurut, tapi kekanakan. "Jangan Kak, please! Ini yang terakhir deh," Nancy masih memelas di sambungan telepon. Kalau saja ia berada di negara yang sama dengan Kakaknya, pastinya ia akan langsung mendatangi Dex dan merayunya dengan berbagai gaya memelas yang ia punya. "Hm," jawab Dex dengan deheman. "Kaakk...." "Sudah dulu ya, Kakak masih mau lembur. Bye," tanpa persetujuan Nancy, Dex langsung memutuskan sambungan teleponnya. Ia merasa geli sendiri dengan Nancy, si manja nan kekanakan. Tapi, Dex sangat menyayangi Nancy, terlebih berkat Nancy lah ia menemukan gadisnya. Maka dari itu, ia tidak keberatan ketika Nancy meminta uang kepadanya setiap hari. Menurutnya itu sebanding dengan apa yang Nancy bawa untuknya. Hah, Dex mulai tidak konsentrasi lagi jika sudah menyangkut Ayu. Dia harus mandi air dingin dulu sebelum menyelesaikan tugasnya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD