Semoga bukan ayahnya

1376 Words

Jam 9 pagi tepat, Bel rumah ku berbunyi. Wow! Ian ternyata sudah terbiasa dengan kehidupan di Eropah yg sangat tepat waktu, tidak lagi mengadopsi kebiasaan jam karet yang biasa di lakukan orang Indonesia. Aku juga sangat mencintai ketepatan waktu. Kalau aku janji jam 9, jam 8.45 aku sudah siap di tempat karena bagiku waktu itu adalah uang. Para klient ku membayarku mahal, jadi aku tidak boleh mengkorupsi waktu mereka dengan datang telat. Ketika aku membuka pintu, aku tertegun melihat Ian dengan kemeja putih dan blazer pendek Tommy Hilfiger biru lautnya, dia keliatan sangat ganteng. Aku bisa melihat dengan jelas wajahnya karena hari ini dia tidak lagi memakai masker. Wajahnya klimis tanpa kumis , rambutnya terisisir rapi khas pria metroseksual. Ian juga sepertinya tertegun melihat pena

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD