Jabat Tangan Terakhir

1269 Words
Suara Kak Diana bergetar menahan beban di hatinya ketika dia mengeluarkan kata-kata yang sungguh sangat memilukan hati “Aku lebih memilih ibu yang gila seperti Mamamu daripada orangtua seperti ayah ibuku yang menjualku ke lokalisasi Sintai saat umurku masih 10 tahun.” Aku menutup mulutku menahan rasa kaget sambil berucap “ Ya Tuhan! Benarkah seperti itu? Kenapa Kak Di tidak pernah cerita? Aku pikir hanya ayahku saja yang biadab, seorang laki-laki laknat yang sanggup mengusir anak istrinya tanpa belas kasihan. Ternyata orang tua Kak Di lebih biadab dari si Rustam, ayahku karena sanggup menjual anak perempuannya ke lokalisasi.” Kataku dengan suara bergetar dan nyaris tak terdengar. Hatiku terasa panas, ntah karena rasa marah atau sedih. Perasaaan yang tak pernah aku rasakan selama ini bergejolak dalam hatiku. Rasa marah, benci, sedih , frustasi bercampur aduk dalam hatiku. Rasa itu membuatku hatiku terasa sangat sakit sampai aku ingin berteriak kencang, melepaskan semua gejolak di hatiku ini, tapi wajah Kak Di tetap setenang Bunda Theresa, sepertinya dia tidak lagi memendam amarah. “ Kak Di, nggak marah? Kak Di nggak kesal pada orang tua Kak Di?"Tanyaku tak mengerti. Kak Di tertawa sinis sambil berkata “ Sudah habis marahku, sudah habis rasa kesalku, sudah hilang air mataku, uda hilang semua perasaan itu dari hatiku.” “ Oh Kak Di . Mengapa nasib kita seperti ini? Kak Di sungguh malang. Aku lebih beruntung daripada Kak Di. Aku masih ada Kak Di yang merawatku, tapi Kak Di dijual dilokalisasi saat Kak Di 10 tahun. Kak Di apa yang telah kamu lalui sungguh tidak bisa aku bayangkan.” Kataku dengan kata-kata yang tak beraturan, aku menangis terisak isak sambil memukul dadaku karena sakitnya terasa sampai ulu hatiku. “Sssttt. Udalah Bia. Jangan seperti ini.” Kak Di memegang tanganku kencang, melarangku agar tidak lagi memukul dadaku. Lalu dia berkata dengan suara lirih, setetes air mata turun di pipinya “ Ini sudah takdir hidupku. Kamu tidak usah mengambil rasa sakitku menjadi rasa sakitmu. Aku sudah bisa menerima rasa sakit ini menjadi bagian dari hidupku. Semua rasa sakit, kesal, benci dan pilu hilang dalam diriku waktu aku umur 12 tahun di saat selesai mens pertama , keperawananku di jual oleh mucikari yang membeliku, kepada laki-laki tua berumur 60 tahun. “ Umur 12 tahun?” Jeritku tak percaya. Kak Di mengangguk dengan senyum kecut di bibirnya. “ Sungguh tak bisa kumengerti, mengapa ada orang se jahat itu. Siapa mucikarinya? Apakah dia masih tinggal di sini?” Tanyaku Kak Di menggelangkan kepalanya. “ Dia sudah mati.” Jawabnya tanpa ekspresi. “ Baguslah. Karma buat dia.” Kataku tanpa belas kasihan. “ Ya.. Karma buat dia, tapi apakah dia tahu karma yang telah menimpanya? Karena saat dia mati, dia tidak akan lagi merasakan apa-apa. Selama hidupnya, aku tidak melihat dia menyesal, dia masih tetap jadi mucikari yang membeli anak-anak lalu dijualnya saat anak itu selesai mens pertama.” Katanya tersenyum sinis. “ Kak Di, berapa tahun berada di bawah mucikari jahat itu?” “ Hanya tiga tahun, saat aku berumur 15 tahun, Brewok, preman yang menguasai lokalisasi Sintai ini, jatuh cinta padaku. Dia membeliku dari Wiwid.” “ Hah.. Bu Wiwid yang lemah lembut itu yang menjual Kak Di?” “ Ya.” “ Tak ku sangka, orang yang bertampang lemah lembut dan selalu tersenyum itu mempunyai hati iblis.” Kataku. “Jadi itu sebabnya Kak Di selalu melarangku untuk berbicara akrab dengannya dan melarangku bermain ke rumah dia? Pantas saja aku melihat banyak anak-anak di rumah dia dulu, katanya itu anak saudaranya, ternyata dia bohong. Itu adalah anak-anak yang dia beli untuk dijual keperawanannya.” Kataku menggeleng-gelengkan kepala tak percaya. “ Memang wajahnya si Wiwid yang lembut dan wajahnya yang selalu ramah dengan senyuman telah menggelabui banyak orang, mungkin termasuk orangtua-orangtua yang menjual anaknya kepada dia. Mungkin juga orangtua ku tertipu pada kelembutannya dan percaya dia akan merawatku dengan baik. Itu selalu kata-kata penghiburan yang aku ucapkan pada diriku sendiri,ketika hatiku sedih, mengapa orang tuaku sampai hati menjualku pada Bu Wiwid.” Kata Kak Di menghela nafas “Jadi Mas Bewok jatuh cinta pada Kak Di dan membeli Kak Di dari Bu Wiwid dan akhirnya Kak Di menikah dengan Mas Bewok?” Tanyaku padanya, karena benar-benar tidak tahu tentang kisah hidup Kak Di. “ Jatuh cinta dan membeliku dari Bu Wiwid itu benar, tapi kami tidak menikah. Tidak ada istilah pernikahan untuk wanita-wanita yang berprofesi seperti kami karena Brewok tetap menyuruhku melayani pria-p****************g yang datang ke Sintai. Aku ibaratnya lepas dari kandang harimau, masuk ke kendang buaya. Aku tetap harus bekerja dan pulang kerja harus melayani nafsu Brewok yang tak pernah padam.” Katanya kali ini dengan bibir dinaikkan. “ Dan mengapa Kak Di bisa terlepas dari Mas Bewok?” Aku memang selalu memanggil Brewok dengan sebutan Mas Bewok, karena dulu saat pertama kali berjumpa dengannya aku pikir namanya Bewok, ternyata setelah aku lebih besar, aku baru tahu itu adalah nama panggilan saja karena wajahnya yang brewokan. “ Itu karena si Brewok jatuh cinta lagi pada salah seorang gadis Bu Wiwid yang berumur 15 tahun, saat usiaku 19 tahun. Kala pertama kali aku bertemu denganmu, itulah kali pertama aku berdiri sendiri tanpa mucikari dan tinggal di rumah kontrakan sendiri dengan uang hasil kerja yang tak perlu kubagi. Jadi saat kita bertemu, aku merasa Tuhan telah mengirimkan keluarga untukku. Keluarga tempat aku bisa saling berbagi kasih, keluarga untuk kujaga dan ku sayang. Aku bahagia, ketika setiap pulang kerja, kamu atau ibu menyambutku dengan senyuman.Hidupku jadi terasa lengkap dan aku merasa tidak lagi sendirian dalam menjalani hiduku yang pahit ini.” Kata Kak Di dengan tegar. Aku yang mendengar kata-kata Kak Diana itu langsung menangis tersedu-sedu. Kesedihan di hatiku semakin bertambah dan aku bertekad akan membalas semua kebaikan hati Kak Di dengan semua kemampuan yang aku miliki dan satu-satunya yang aku punya adalah keperawananku. Jadi aku memaksa Kak Di menjadi mucikariku dan menjual keperawananku di dark web Virginity Auction. Aku meyakini Kak Di, bahwa itu satu-satunya cara agar kami semua bisa tetap hidup. Kak Diana akhirnya setuju dan terjadilah kejadian ini, diriku tidur di hotel mewah di Singapura bersama seorang lelaki seumuran ayahku yang tidak mau dipanggil Bapak atau Om. Dia yang memenangi lelang keperawananku dengan harga 100 juta. Lelaki yang saat ini duduk di sampingku, bersandar pada kepala tempat tidur dan mendengar semua ceritaku yang katanya bagaikan telenovela. “ Madam Dee, wanita hebat. Dia sangat tegar.” Kata Jericho memuji. Dia sepertinya lelaki yang cukup baik dan pengertian. Hanya punya kelainan mempercayai kalau keperawanan bisa membuatnya awet muda. “ Semoga cerita saya ini bisa menghapus semua rasa penasaranmu dan semoga kamu bisa mengerti, kenapa aku tidak bisa menemanimu sehari lagi. Berapapun uang yang akan kamu berikan , aku tidak bisa, karena besok adalah hari terakhir diriku , Kak Di dan Mamaku boleh tinggal di Sintai. “ Kataku pelan. Jericho mengangguk mengerti “ Sekarang aku mengerti alasanmu dan aku tidak akan memaksanmu. Aku harap kamu bisa sukses menjalani kehidupanmu di Jakarta. Maaf aku tidak bisa menawarkan untuk bertemu denganmu atau memberikan nomor kontakku kepadamu. Hubungan kita ini tetap harus jadi rahasia, karena di Jakarta, aku adalah pria beristri dan juga seorang ayah. Harap bisa kamu pahami. Dan bila kita berpapasan suatu hari nanti, tolong acuhkan saja diriku, anggap kita tidak saling mengenal.” Kata Jericho menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan denganku sebagai tanda aku harus memegang janji untuk tidak membongkar rahasia kami. “ Ya saya mengerti.” Jawabku membalas jabatan tangannya. Jabatan tangan terakhir dari orang yang memberiku modal uang untuk memulai hidup baru bersama Kak Diana. Jericho pasti berharap aku dan dia tidak akan pernah bertemu lagi untuk selamanya. Tapi mu jodoh masih akan mempertemukan aku dan dirinya ?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD