Keheningan melanda di kamar mewah itu, setelah Bianca tidak bisa menyelesaikan perkataanya, mengapa mamanya tidak bisa lagi dia tinggalkan di rumah kontrakan Kak Diana.
“ Kenapa mamamu harus masuk panti rehabilitasi? Kenapa tidak dibiarkan di rumah saja, seperti sekarang?” Tanya Jericho mengulang pertanyaanya.
Bianca menangis lagi. Hatinya sedih dan teriris perih bila berbicara tentang mamanya. Dengan suara terbata-bata dia berkata.
“Mama tidak bisa lagi kita tinggalkan di rumah sendirian,pada saat aku bekerja karena depresi mama semakin berat. Mama tiba-tiba bisa menanggalkan semua bajunya dan berlari memeluk pria yang berjalan di depan rumah kontrakan kami, sambil berteriak . Aku masih cantik , Rustam.. Aku masih seksi… Kamu bilang kamu dulu suka payudaraku. Pria-pria itu tentunya ketakutan dan pengelola lokalisasi, tidak lagi mengijinkan kami tinggal di sana. Besok adalah hari terakhir kami boleh tinggal di lokalisasi.” Kata Bianca.
“ Jadi besok kamu pindah langsung ke Jawa?” Tanya Jericho miris dengan nasib Bianca yang tragis.
“ Itu rencana kami untuk menghemat uang kontrak, kalau kami tinggal di Batam lagi, berarti kita harus cari kontrakan baru, jadi lebih baik langsung pindah dan menempati kontrakan baru di Jakarta, lalu setelah itu mengantar mama di Panti rehabilitasi mental di Bogor.” Kata Bianca kali ini sambil tersenyum dan dia melanjutkan kata-katanya “ Terimakasih Ko, sudah bersedia membayar kesucianku sebesar 100 juta.Uang itu akan aku pergunakan sebaik-baiknya dan sebagai modal awal untuk aku dan Kak Di memulai hidup baru di Jakarta.”
“ Kamu sudah sangat mantap untuk berprofesi sebagai kupu-kupu malam?”
“ Iya. Profesi ini yang paling gampang untuk mengumpulkan uang. Profesi ini juga tidak pernah ketinggalan zaman selalu dibutuhkan sepanjang masa. Hanya saya tidak akan menjadi p3lacur di lokalisasi seperti Kak Di. Tapi aku akan menjadi p3lacur highclass.”
“ Kamu yakin bisa? Susah naik kelas kalau kamu bukan artis atau tidak tergabung di agency atau mencari mucikari yang memang sudah ada link di kalangan high society karena kalangan high class itu sangat hati-hati untuk mau mencari wanita panggilan secara random. Mereka pasti lebih percaya koneksi yang sudah terjalin sejak lama.” Kata Jericho khawatir dengan nasib Bianca.
“ Sekarang jaman internet. Ko. Seperti kamu menemukan aku lewat dark web Virgin Auction. Zaman sekarang, tidak usah lagi mempergunakan cara jadul bila mau masuk ke lingkungan high class. Aku tahu kamu hanya khawatir tentang nasibku, tapi aku sudah bertekad akan sukses biar aku bisa mempunyai uang untuk membeli obat untuk Kak Diana agar dia bisa hidup lebih lama dan mamaku bisa di rawat di panti rehabilitasi mental. Untuk rasa khawatirmu, aku ucapkan terimakasih.” Kata Bianca dengan suara sangat tenang.
Tekad Bianca sudah sangat bulat , untuk menjalankan rencananya. Rencana yang sudah disusunnya selama berbulan-bulan, saat di suatu sore yang mendung berbulan yang lalu, Bianca menemukan Kak Diana sedang menangis dikamarnya.
“ Ada apa Kak Di?” Tanya Bianca yang baru pulang dari kantor.
“Nggak apa-apa Bia. Aku hanya tiba-tiba teringat ibuku yang sudah meninggal.” Kata Kak Diana menghapus air matanya.
“ Bohong.. Aku tahu saat Kak Di bohong, karena Kak Di, pasti tidak berani menatap mataku. Ceritakan padaku Kak Di, seperti aku yang selalau menceritakan semua masalahku padamu. Aku ini adikmu, Kak Di. Aku tidak bisa melihatmu, menangis begitu sedih, seperti kamu yang tidak bisa melihatku bersedih. Dua orang yang berpikir lebih baik dari satu orang dan masalah bisa cepat terselesaikan. Aku yakin, kita bisa menghadapi semua masalah itu.” Kata Bianca lembut, menjatuhkan bokongnya di tempat tidur di sisi Kak Di.
“ Aku… Seminggu lalu aku di test oleh dinas kesehatan yang mendatangi lokalisasi. Semua WTS di test, tidak boleh ada yang tidak melakukan test tersebut dan hasilnya hari ini keluar, aku…. Aku……” Kak Di menangis lagi. Hati Bianca berdebar keras, tapi dia tidak bisa menerka apa yang terjadi. Di test untuk penyakit apa? Bianca juga tidak bisa menebak. Atau jangan -jangan Kak Di hamil? Tanyanya dalam hati sambil mengerutkan keningnya. Tapi Bianca hanya diam dan memutuskan untuk bersabar, menunggu penyelesain kata-kata dari kakaknya ini.
Menghela nafasnya dengan suara berat, akhirnya Kak Di menyambung perkataannya dengan suara lirih.“ Aku terdiagnosa HIV.”
“ Ya Tuhan.. Kak Di. Kenapa bisa begini? Bukankah kata Kak Di, pelanggann semua memakai k0ndom?” Tanya Bianca dengan suara gemetar, terinfeksi HIV adalah hal paling mengerikan untuk wanita yang berprofesi sebagaai wanita malam, tidak ada satu lokalisasi yang akan menerima mereka, karena itu membuat takut para pelanggan. Terkena HIV ibarat mendapat hukuman mati bagi wanita yang bekerja di bidang prostitusi.
Diana mengigit bibirnya lalu dia berkata dengan suara lirih “ Kadang ada pelanggan yang nakal dan bersikeukeh tidak mau memakai k0ndom dan mereka bersedia bayar double bila aku setuju melakukannya.”
“ Aduh… Kak Di.. Kenapa mau? Kenapa mau Kak Di? Kenapa?” Bianca kini menangis dan hanya pertanyaan kenapa itu yang bisa dia lontarakan pada penolongnya yang memeluknya erat sambil mencucurkan air mata.
“ Kita butuh uang , sayang. Kita butuh uang. Aku tidak menyalahkanmu Bia. Tidak akan pernah menyalakanmu. Aku melakukannya bukan karena aku bodoh, tapi saat itu kita butuh uang untuk biaya ujianmu.” Kata Kak Diana dengan suara lirih.
Kata-kata itu bagaikan hantaman keras dalam diri Bianca dia langsung menjerit histeris
“ Tidak.. kenapa kamu melakukan itu.. Tidak…. Tidakkk….. Aku … Aku sungguh merasa bersalah… Mengapa harus demi aku? Oh Tuhan.. Kak Dianaku.. Mengapa hidup ini begitu kejam untuk kita, sampai-sampai untuk biaya ujian aku, Kak Di harus melakukan hal itu… Oh Kak Di. Maafkan aku. Maafkan aku…” Bianca menangis, memeluk Diana dengan erat dan mereka menangis tersedu-sedu.
“ Aku tidak pernah menyalahkanmu. Bi. Tidak akan pernah.” Kata Diana lembut membelai-belai bahu Bianca
“ Bagaimana mungkin aku tidak merasa bersalah, Kak Di? Bagaimana mungkin? Kalau aku dan mama tidak bertemu Kak Di. Hidup Kak Di pasti akan lebih ringan dan tanpa beban. Kami berdua merupakan beban dalam hidup Kak Di. Kak Di jadi harus bekerja lebih berat untuk bisa mencukupi kehidupan kami bertiga. Kalau tanpa kami, pasti hidup Kak Di lebih gampang.” Kata Bianca menangis sampai hidungnya meler dan matanya memerah.
“ Tapi dengan adanya kalian dalam hidupku, aku merasa memiliki keluarga, karena seumur hidupku aku tidak pernah merasakan memiliki adik, ibu dan keluarga lainnya. Aku merasa disayang olehmu dan meskipun mama terganggu mentalnya, kadang kalau dia lagi baik, dia bisa bertanya padaku, apakah aku sudah makan dan akan mengambil air minum untukku. Kalian adalah kebahagiaanku, jadi jangan katakan kalian adalah bebanku.” Kata Diana
“ Gimana mempunyai ibu yang gila dan adik yang memerlukan uang kuliah, bisa dikatakan bahagia?” Tanya Bianca dengan nada sarkasme yang tinggi. Hatinya sedih, karena merekalah yang membuat Kak Diana mengijinkan pelanggannya tidak memakai k0ndom saat melakukan hubungan intim karena ingin mendapatkan uang lebih.
“Aku lebih memilih ibu yang gila seperti mama daripada orangtua seperti ayah ibuku yang menjualku ke Lokalisasi Sintai saat umurku masih 10 tahun.” Kata Kak Di dengan suara bergetar
“ Ya.. Tuhan Kak Di. Benarkah seperti itu? Kenapa Kak Di tidak pernah cerita?” Tanya Bianca dengan getaran suara yang sama seperti Kak Diana. Suara mereka sama-sama bergetar hebat, menahan kepedihan hidup yang mendera mereka.