Maaf kan aku Ibu..?

1035 Words
Hilda jalan tertatih, terdengar Isakan yang ditahan, beberapa orang yang mengenalnya tidak berani bertanya mengapa dia seperti itu, mereka mengenal ibunya. Sesampainya di depan pintu apartemennya, dia berdiri melap air mata yang mengalir di pipinya itu, seorang tetangga memperhatikannya mengapa gadis itu kembali dengan menangis?, dia masih berpikir positif mungkin saja gadis itu sedang patah hati. Hilda langsung memencet password rumahnya untuk masuk hanya dia dan ibunya saja yang tahu, ketika membuka pintu ibunya sudah tahu pasti itu adalah Hilda. "Dasar bocah edan, balik kok nggak ngabarin, kok lama-lama mulutnya mingkem? susah ya? ngabarin ibumu ini?" ocehan ibundanya, bahkan sang Ibu sibuk dengan masakannya dia tidak memperhatikan ekspresi dari Hilda. "Maaf Mah?" jawaban Hilda dengan suara yang parau, jelas sekali kalau dia sedang menangis, ibunya langsung menoleh dan melihat Hilda. "Ada apa nduk? kamu kenapa? ada apa?" tanya sama ibu dengan memekik, sebab dia melihat wajah Hilda yang memerah dan matanya yang bengkak, hidungnya memerah, serta isak tangis mulai terdengar jelas, memecah keheningan. "Maafkan Hilda Ma? hidupku sudah berantakan, aku sudah berakhir !" ucap Hilda, seketika sang Ibu mendekatinya, memperhatikan sekujur tubuh putrinya ini, kira-kira apa yang terjadi dengannya? pikiran negatif itu langsung terlintas dalam pikirannya, apakah putrinya ini telah dilecehkan? tapi tidak ada tanda-tanda kekerasan, "Coba jujur sama mama ! apa yang terjadi? makanya kamu tuh lagi mumet, kalut, malah ke luar negeri, jangan coba-coba membohongi ibumu ini !" tanya sang ibu, lalu Hilda menceritakan apa yang terjadi di luar negeri pada dirinya dari awal hingga akhir, sambil terisak-isak. "Duh Gusti... ? sudah mama katakan jaga diri baik-baik, sekarang nasi sudah jadi bubur, mau bagaimana lagi ? hanya bisa berusaha untuk melupakan dan bangkit nduk? hidup nggak berakhir hari ini, masih ada hari esok dan selanjutnya" ucap sang ibu dia berusaha menyemangati nya, ibunda Hilda lebih sedih, hatinya bagai teriris pisau, melihat putri semata wayang dilecehkan seseorang, terlebih putrinya ini tidak mengenal siapa lelaki itu. "Maafin Hilda Ma? aku selalu sial, di kantor atasan ingin melecehkanku.! sekarang aku bertemu dengan orang asing dan di lecehkan !" ucap Hilda tanpa sengaja dia membongkar rahasia penyebab dia mengundurkan diri. "Apa? jadi kamu mundur diri karena atasanmu itu hampir ngelecehin kamu? terus si Lina tahu nggak kayak gitu?" tanya sang ibu, sebelum Hilda berangkat ke luar negeri dia ingin bertanya pada sahabat putrinya itu yang bernama Lina, ternyata si Lina udah tahu, Hilda hanya mengangguk dan terisak. "Edan, gendeng ! tak pikir si Lina nggak tahu, temen kok kayak gitu, nggak ngasih kabar, awas aja !" ucap sang ibu yang geram, Lina adalah sahabat Hilda bukannya memberi kabar tentang kejadian di kantor, malah menutupi kejadian yang sebenarnya. Hilda malah semakin terisak-isak, dia keluar dari perusahaan bahkan karena mengetahui bahwa sahabatnya itu adalah simpanan atasannya, uangnya semakin menipis, dia tidak memiliki pekerjaan, dia kembali dalam keadaan ternodai. "Sekarang masuk kamarmu istirahat, lupakan semuanya, cuma itu yang bisa kamu lakukan saat ini, sembuhin diri kamu, kalau sudah sehat mau ngapa-ngapain aja bisa !" ucap sang ibu. "Iya Ma, maafin Hilda ya? Hilda sudah banyak ngecewain Mama, Hilda janji akan mencari pekerjaan secepat mungkin" ucap Hilda, dia masuk ke kamarnya, surat pengunduran diri itu masih ada di mejanya, dia pulang hanya membawa dirinya, tas koper dan ponselnya masih ada di Jepang, disimpan oleh Ken. "Sekarang di mana aku harus berkomunikasi? benak Hilda yang tidak memiliki ponsel, dia membuka lacinya, di sana terletak buku tabungannya, sementara ATM ada di dalam dompet yang terletak di dalam tasnya, yang tertinggal di Jepang. "Hem, Oke sebaiknya aku pinjam ponsel Mama dulu " benak Hilda, bukannya beristirahat, ia kembali keluar dari kamarnya, dan meminjam ponsel ibunya. "Ma? aku boleh pinjam handphone punya Mama nggak? aku mau ngecek rekening tabunganku" ucap Hilda. "Loh, handphone kamu ke mana?" tanya sang ibu. "Ilang Ma, aku mau ngecek sisa tabunganku !" ucap Hilda, ibunya pun memberikan ponselnya, ya udah mengambilnya dan langsung memblokir, atm-nya untuk membuat kartu ATM baru. "Loh kok malah diblokir? katanya mau ngecek uangmu?" tanya sang ibu. "Dompetnya hilang Ma, di sana ada kartu ATM ada ponselku juga" jawab Hilda, dia tidak ingin berbicara panjang lebar nanti ibunya banyak pertanyaan, dia merasa aman sudah memblokirnya, besok dia akan ke bank untuk membuat kartu ATM baru, Hilda kembali ke kamarnya dan merebahkan dirinya di sana. Dia masih merasakan nyeri di sana, Hilda mengepalkan tangannya, dia balik menyalahkan Ken, kalau saja dia tidak ikut dengan Ken malam itu, hal ini tidak menimpa dirinya. Sementara Ken yang masih berada di Jepang, dia membawa tas Hilda, ke kamar hotel yang disewanya itu, dia merasa bersalah pada Hilda, apakah tindakannya kembali ini adalah benar? bisa saja Hilda masih berada di hotel, tapi' dua hari telah berlalu, Ken bahkan berfikir untuk melaporkannya ke polisi. "Hilda kau di mana? Apa kamu masih di Jepang atau sudah kembali ke Indonesia? apa kamu baik-baik aja?" guman Ken, dia benar-benar khawatir, sesekali dia melihat koper dan tas Hilda, dia ingin memeriksa barang-barang gadis itu, tapi dia takut apakah tindakannya ini melanggar privasi seseorang?, Tapi sekali lagi dia berpikir mungkin ada petunjuk di sana, paling tidak alamat gadis itu, dia mengangkat koper kecil Hilda ke atas ranjangnya lalu membukanya, di sana tidak ada apa-apa selain baju seorang wanita dan barang-barang lainnya, kalau dia membuka tas kecil Hilda, di sana ada sebuah dompet dan ponsel, juga beberapa uang pecahan mata uang Indonesia, dan melihat identitas Hilda dan passwordnya. "Jadi ini alamatnya? ternyata wanita yang cukup dewasa ya?" ucap Ken melihat identitas Hilda, mereka beda 5 tahun, Ken berusia 30 tahun, sementara Hilda berusia 35 tahun, perbedaan usia di antara mereka yaitu 5 tahun tapi cinta tidak memandang usia. "Kalau ponselnya ada padaku lalu bagaimana aku menghubunginya? sepertinya tidak mungkin aku menyusulnya ke Indonesia untuk saat ini" guman Ken, dia sadar saat ini Dia tidak memiliki pekerjaan dan hanya hidup dengan serabutan, paling tidak dia masih melakukan pekerjaan sampingannya, ya itu sebagai seorang kurir, yang mengirimkan barang pesanan apapun, termasuk barang haram, maka itu dia dikejar-kejar para berandalan dan kelompok Yakuza lainnya. Tiba-tiba pintu kamarnya diketuk oleh seseorang dengan sangat kencang dari luar, Ken pun langsung bangun bersiaga, apakah itu musuhnya? karena dia telat menyelamatkan seseorang, atau musuh lainnya juga, sudah kesekian kali Ken berpindah tempat kosan, kali dia menyewa hotel murah, apakah mereka masih mencarinya? benak Ken. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD