'Everyone is a magnet. The more you approach must be of the same nature.'
*****
Flashback On.
Elang sengaja meningalkan Edel di UKS. Dia mengembalikan kotak bekal milik anak cupu yang dirampasnya tadi pagi. Juga untuk mencarikan makanan yang bisa dimakan Edel selain nasi goreng di kantin.
Anak cupu yang dirampas bekalnya oleh Elang tadi sedang berjalan di koridor sedirian. Dia melihat Elang sedang berdiri di ujung koridor. Tampaknya dia ingin menuju ke perpustakaan karena jalannya saat ini menuju ke sana. Di saat melewati Elang, anak cupu itu menunduk dan tidak berani memperhatikan depan.
"Nih gue kembaliin bekal punya lo. Kalau lo mau makan lagi terserah. Masih utuh nggak gue sentuh sedikitpun isinya. Lagian nggak ada yang mau sama bekal lo." Elang menatap anak cupu ini dengan perasaan aneh.
"Nggak usah Elang. Tadi aku udah makan kok sama temen-temen di kantin."
"Emang anak cupu punya temen? Gue bisa kok beli makanan sendiri. Nih gue tahu lo laper."
Anak itu hanya memandang bekal dan takut-takut mengambilnya.
"Gue bukan p*****l. Jangan takut gitu, gue juga nggak makan manusia. Nasi masih enak. Kecuali kalau lo masih matung di sini mungkin gue akan berubah pikiran."
Dengan cepat anak itu menggeleng. Dan bekal di tangan Elang sudah berpindah ke tangannya.
"Makasih Elang. Jangan makan aku ya."
"Astagfirullah. Nih bocah emang ya. Lama-lama gue makan baru tau rasa."
Tapi mungkin perkataan Elang barusan tidak bisa terdengar oleh anak tadi. Jarak mereka sudah jauh karena anak tadi segera berlari setelah mendapatkan bekalnya.
Elang memeriksa kantin, di sana makanan yang ada tidak baik untuk dimakan Edel sekarang ini. Elang memutuskan untuk pergi ke luar. Meskipun tadi hampir ketahuan oleh pak Jefri, kepala sekolah, Elang tetap nekat ingin pergi keluar sekolah untuk mencarikan makan Edel.
Satpam sekolah tidak terlihat ada di posnya. Ini kesempatan yang bagus untuk Elang. Setelah mengambil sepeda motornya, Elang membuka paksa gerbang sekolah menggunakan kaki kanannya sambil mengendarai motor. Elang tidak pedui apakah gerbang itu rusak atau tidak. Yang terpenting dia bisa mendapatkan makanan untuk Edel.
*****
Satu cup bubur ayam dengan kerupuk udang dan satu botol s**u sudah ada di tangan Elang. Sekarang dia bisa tersenyum lega, perjuangannya mendapatkan makanan ini tidak gampang. Dia hampir tertangkap razia tadi, untung Elang cerdas, cerdas bohong maksudnya.
Elang terus memikirkan keadaan Edel. Semoga Edel mau menerima makanan yang dibawanya, soalnya tidak mungkin jika Edel makan makanan yang tidak higienis disaat sakit.
Kelihatannya keberuntungan berpihak pada Elang sekarang. Dua kali keluar masuk sekolah tidak ada yang tau. Gerbang sekolah juga tidak tertutup. Berarti ini adalah kesempatan yang bagus untuk Elang masuk ke dalam sekolah.
Setelah dirasa sepeda motornya aman terparkir, Elang bergegas ke UKS. Ia tidak bisa mencegah Edel untuk tidak ke kelas kalau terlambat.
Brak... kretek.
Bubur, s**u dan buah-buahan yang dibeli Elang tadi jatuh begitu saja di tanah. Seseorang telah menabrak Elang dari belakang. Padahal usahanya membeli semua ini berat, tapi dihancurkan sepersekian detik oleh orang gila yang menabraknya. Memang matanya ditaruh mana sampai orang yang sudah menepi ditabrak?
Jangan salahkan Elang jika membuat orang itu babak belur.
Tanpa melihat siapa yang ditabraknya, orang itu terus saja melanjutkan jalannya seakan tidak terjadi apa-apa. Usaha Elang terbuang percuma karena sekarang semua yang dibelinya tidak bisa dimakan lagi. Sudah tercecer satu-satu.
Orang itu salah telah membuat Elang marah. Elang menghentikan langkahnya. Dari tampangnya sudah kelihatan kalau dia orang songong. Bukannya meminta maaf atau apalah agar Elang tidak marah. Orang ini malah seenaknya nyelonong pergi.
"Berengsek lo!"
Satu pukulan mendarat di rahang bawah orang itu. Bertubi-tubi Elang terus melayangkan pukulannya. Terakhir kali pukulan yang diberikan Elang pada perutnya membuat orang itu tepar.
Tapi Elang salah, awalnya orang itu tidak membalas. Tapi setelah Elang berbalik orang itu langsung menyerang Elang. Dia memukul Elang menggunakan kayu yang tertinggal di parkiran. Elang jatuh tersungkur dan kepalanya berdenyut.
Barulah orang itu ganti balik memberikan pukulan seperti yang diberikan Elang. Kondisi mereka kini sudah mengenaskan. Luka di wajah mereka bertebaran. Wajah ganteng Elang sedikit tertutupi oleh luka biru yang menghiasi mata kirinya. Darah yang menetes dari bibir dan hidungnya. Orang itu ternyata kuat juga, Elang salah memperkirakan.
Tidak berbeda jauh dengan Elang. Orang tadi justru lebih parah. Badannya tergeletak terlentang. Sudah pingsan barangkali. Pukulan terakhir di perutnya langsung membuat perkelahian kecil ini berakhir. Elang tidak mau disebut pembunuh cuma dengan kasus bubur tumpah.
Di sekitar parkiran ada beberapa siswa yang sedang merokok. Elang tidak peduli siapa mereka. Dia menghampiri gerombolan tak beradab itu dan langsung to the point.
"Di sana," ditunjuknya siswa lain yang terbaring dengan beralaskan tanah itu.
"Tolong kalian bawa ke UKS atau bawa pulang ke rumahnya sekalian. Temen kalian atau bukan yang penting jangan sampai ada berita perkelahian sampai ke telinga guru."
Gerombolan yang berjumlah lima orang itu mengangguk-angguk. Mengiyakan dengan mudah permintaan Elang. Mereka tidak berani membantah perkataan siswa yang mempunyai pengaruh besar di sekolah seperti Elang.
Bukan, Elang bukan anak atau cucu dari pemilik sekolah ini. Tapi popularitasnya di sekolah karena cap nakal dan gengnya yang beranggotakan pentolan nakal sekolahan dan ketampanannya lah Elang menjadi terkenal. Disegani bahkan setiap dia lewat tak luput dari sapaan penggemarnya, terutama kaum hawa. Kecuali dia, Edel. Hanya Edel yang mampu menolak pesona Elang.
Setelah menyerahkan siswa pingsan itu, Elang bergegas ke UKS untuk menemui Edel. Tidak peduli dengan tatapan yang melihatnya, Elang berjalan dengan tegap dan sesekali menyempatkan membalas sapaan dari kakak maupun adik kelas perempuan.
"ELANG, KAMU KENAPA? HABIS JATUH YA?" Teriak Jane dari kejauhan.
Elang malas mengusir Jane, bagaimanapun dia memaki Jane dengan kata-k********r, Jane tetap keras kepala.
"Pergi dari hadapan gue," Elang berkata dingin.
"Ihhh, kamu kok gitu sih sama aku." Jane bergelayut manja di lengan Elang.
"Lepasin tangan lo! Gue bukan tiang listrik yang bisa lo peluk seenaknya."
Jane tetap bersikeras tidak mau melepaskan lengan Elang. Beberapa adik kelas yang awalnya ingin menyapa Elang, mengurungkan niatnya.
"Apa lo liat-liat! Mau gue congkel mata lo!" Jane berhasil membuat takut adik kelasnya.
"Kalau lo mau permaluin diri lo, jangan ikutin gue Jane." Sepertinya usaha Elang sia-sia saja mengusir Jane.
Sampai akhirnya dia melihat Beno, kakak kelas yang badannya seperti gentong, dan berperawakan besar serta penampilannya yang acak-acakan. Elang tahu jika cowok seperti Jane pasti akan takut berdekatan dengan cowok seperti Beno. Mereka seperti anjing dan kucing kalau sudah ketemu.
"Ben, sini!" Beno yang merasa namanya dipanggil, segera berjalan menuju Elang. Jane langsung bersembunyi dibalik Elang. Benar bukan, Jane pasti alergi dengan Beno. Dari penampilannya saja sudah seperti preman pasar.
"Kenapa Lang?" tanya Beno linglung.
"Nih, Jane katanya mau nonton bioskop. Gue nggak ada duit, jadi sama lo aja ya." Elang tersenyum penuh kemenangan.
"Elang! Aku kan nggak pernah bilang gitu!" Jane mengamuk dan menjauhi Beno yang ingin menggandeng tangannya.
"Nah Ben, lo tau sendiri kan Jane malu-malu sama lo. Tuh ambil aja." Elang berlari meninggalkan Jane yang mukanya pucat pasi. Untuk kedua kalinya, Jane ditipu Elang dan harus kabur dari kejaran Beno.
"Rasain lo cabe lokal!" Umpat Elang di koridor UKS.
Di depan pintu bertuliskan UKS yang tergantung di atas pintu sebelah kanan, Elang mempersiapkan diri untuk masuk ke dalamnya. Berharap agar Edel tidak memarahinya melihat kondisinya yang sudah babak belur penuh pukulan.
Kosong.
Ruangan itu nihil Edel. Sepatu Edel yang sempat di lepas Elang tadi juga sudah tidak ada. Kotak P3K yang berisikan beberapa obat yang diambil Elang juga sudah tertata rapi di tempat semula. Elang benar-benar tidak mengerti. Bukannya tadi Edel sakit dan masih terbaring di UKS?
Dan sekarang sudah tidak ada. Apakah secepat itu sembuhnya? Benar-benar ajaib. Elang masih mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Dia masih merasa ada sesuatu yang mengganjal. Bisa saja Edel diculik kan? tidak menutup kemungkinan di sekolahan bisa terjadi penculikan.
Elang menemukan sisir di atas meja bercampur obat-obatan. Ada beberapa rambut rontok bekas disisir. Pikirannya langsung tertuju ke Edel. Seingatnya tadi terakhir kali dia meninggalkan UKS, tidak ada satu pun yang masuk ke dalamnya. Cuma Edel satu-satunya penghuni UKS terakhir kali.
Berati ini rambut juga punya Edel. Dan artinya Edel sudah bangun dari tadi, juga kemungkinan sudah pulang. Mengingat Edel sangat disiplin perihal waktu. Pasti jika berangkat on time pulang juga on time.
Elang berlari secepat mungkin ke parkiran. Sudah sepi dan tidak ada sepeda Edel. Wajar jika Elang mencari sepedanya, karena Elang pernah melihat Edel mengendarai sepeda sendiri ke sekolah jauh sebelum kejadian hujan yang mengharuskan Elang mengantar Edel pulang itu.
Kemungkinan lain kalau memang benar, Edel masih ada di kelas. Kali ini Elang tidak berlari, tapi membiarkan tubuhnya istirahat sejenak dengan berjalan agak santai. Daripada ngos-ngosan membuang tenaga lebih baik jalan saja. Toh kalau Edel ke parkiran atau ke gerbang pasti melewati jalan yang sama seperti Elang.
*****
Jauh dari kelas 10-1, kelas Edel, terdengar suara cempreng yang tidak dikenalnya. Yang jelas siapa saja yang mendengarnya ingin memasang earphone ke telinga dan mendengarkan lagu-lagu melow daripada harus mendengarkan suara itu.
Ternyata kelas Edel dan beberapa kelas Ipa yang lain juga belum keluar dari kelas. Jadi begitu toh anak ipa, sudah waktunya pulang tapi masih betah di sekolah. Kalau saja kelas Elang, pasti sudah berteriak sambil pegangin p****t yang panas karena terlalu lama duduk.
Elang memilih duduk di kursi yang ada di depan kelas. Dia memegangi lukanya. Sakit.
Beberapa menit, tidak lama setelah Elang duduk. Anak-anak Ipa mulai keluar satu-persatu dari kelasnya. Melewati Elang yang sedang duduk manis. Ada juga adik kelas yang sengaja tebar pesona di depannya. Malahan ada juga yang terang-terangan meminta foto dengannya.
Kali ini Elang menolak karena bagaimana hasilnya nanti jika foto dengan keadaan muka yang bonyok? Adik kelas itu tampak kecewa, tapi Elang mengabaikan. Edel belum juga keluar kelas.
Lagi-lagi suara dari neraka itu kembali terdengar. Elang terpaksa harus berdiri dan masuk ke kelas. Tapi tepat sebelum dia masuk, Elang melihat Edel akan keluar. Elang bersembunyi di balik pintu luar yang menekuk ke samping.
Edel celingukan seperti mencari seseorang. Elang berjalan dengan suara langkah yang sangat pelan berniat ingin mengagetkan Edel. Namun usahanya gagal. Edel terlanjur balik badan sebelum Elang melancarkan aksinya.
"Lo, kenapa muka lo babak belur?" Sergah Edel cepat setelah dia melihat wajah Elang yang kebiruan di beberapa titik.
"Biasa anak cowok."
"Anak cowok, anak cowok. Percuma kalau jadi cowok tapi kerjaannya berantem mulu!"
Selanjutnya Elang tidak mendengarkan ucapan yang terlontar dari mulut Edel. Dia membiarkan Edel membersihkan lukanya. Luka yang diperolehnya demi makanan untuk Edel. Namun Elang tidak memberitahunya, percuma saja memberitahu kalau di tangan tidak ada apa-apa.
Entah memang Edel sangat berbakat atau dia sengaja mempersingkat semua ini, Edel membersihkan dan mengobati luka Elang dengan lihai. Sehingga tidak butuh alasan terlalu banyak untuk Edel berduaan dengan Elang.
Terlalu banyak berpikir juga tidak baik bagi Elang, buktinya dia malah bengong dan membiarkan Edel pergi bergitu saja tanpa sempat mengucapkan terima kasih.
Elang sendiri bingung harus berbuat apa setelah ini. Dia tidak sadar kalau tidak ada seorangpun yang tersisa di sana. Edel dan Naya sudah menghilang. Elang gelagapan sendiri mencari mereka.
"s**l! Terlalu banyak mikir!"
*****
Di parkiran terlihat sebuah mobil sudah bersiap untuk menjalankan mesinnya. Elang tidak ingin kehilangan kesempatan ini. Dia ingin berterima kasih karena Edel telah mengobatinya. Meskipun Elang tahu tadi Edel terlihat sedikit menggumam, entah gumaman apa itu Elang tidak mendengarnya.
Elang mencoba mengetuk kaca mobil tepat di sebelah kiri Edel duduk. Awalnya tidak ada respon, tapi sedetik kemudian kaca terbuka dan menampilkan sosok Edel dan senyum tipis yang selalu terpampang di bibir Edel.
Namun kali ini pandangan matanya kosong. Seperti menerawang jauh ke depan. Elang tidak tahu apa yang sedang Edel pikirkan. Dia juga tidak tahu apa yang membuat Edel melamun.
Tapi yang pasti, lima detik setelah kaca terbuka Edel kembali menutupnya. Apa Edel tidak menyadari kehadiran Elang? Cengo, Elang hanya bisa melongo tidak percaya. Jelas-jelas Edel tadi melihat dirinya dari kaca mobil, tapi kenapa malah ditutup lagi?
Mobil yang ada ditumpangi Edel melaju dan sudah meninggalkan parkiran. Tinggal Elang sendiri dengan muka kebingungan. Sejak dia bertemu pertama kalinya dengan Edel, tidak pernah dia melihat Edel seperti itu. Apalagi mengabaikannya. Semua kejahilan maupun kelakuan Elang akan selalu ditanggapi Edel.
Bukan apa, tapi Edel risih dengan Elang. Ada saja yang dia lakukan dan itu berhasil menarik perhatian Edel untuk selalu menanggapi Elang. Meski dirasa tidak masuk akal. Edel tidak bisa menyangkal jika akhir-akhir ini Elang sering membuatnya naik pitam dan senyum sendiri.
Seperti magnet yang mau tidak mau dia harus mendekat ke Elang. Elang punya sesuatu yang tidak dimiliki orang lain. Nakal, kadang ngeselin, kadang bikin gemes. Entahlah, semua ini tabu untuk dimengerti Elang yang super malas dengan hal ribet.
Flashback Off.