Ambang Neraka

1392 Words
“Kamu mau gak jadi istri aku?” Julie merasa pening untuk sesaat. Ia butuh meraup udara yang banyak untuk menyadarkan dirinya. Benarkah apa yang ia dengar atau hanya halusinasi? “Ai … aku mau kamu jadi istri aku. Kamu mau, ‘kan?” Suara Julio kembali terdengar. Tapi, benarkah itu? Mungkinkah Julie salah mendengar. Seperti efek samping yang baru muncul setelah berkali-kali ia dipukuli oleh Jonathan. Mungkin salah satu pukulan Jonathan terlalu kencang sampai merusak indra pendengaran Julie. Makanya ia sampai mendengar suara-suara aneh yang sebenarnya tidak nyata. “Jul, jawab!” Bu Margaretha menggoyangkan lengan kiri Julie. Menyadarkan gadis itu kalau apa yang didengarnya memang nyata. “Hah? Ap-apa? Kamu bilang apa, Yo?” Julio terkekeh. “Aku bilang, kamu mau gak jadi istri aku?” Julie menelan ludahnya. Ia lihat papa dan mamanya bergantian, termasuk melihat kedua kakaknya. Menikah memang menjadi salah satu hal yang ia harapkan tentang Julio. Tapi, tidak secepat ini. Julie mengajak pacaran diabaikan. Julie bertanya apa pria itu menyukainya juga diabaikan. Hanya pertanyaannya yang tadi siang yang dijawab oleh Julio. Tentang boleh atau tidaknya Julie menyukai pria itu. Dan sekarang Julio melamarnya? Masuk akalkah itu?” “Jul, sampe kapan kamu mau ah eh ah eh, itu Julio nunggu jawaban kamu.” Pak Pramudya mengingatkan. “Ta-tapi, kenapa, Yo?” Julio sedikit tersenyum. “Kenapa?” Ia mengulang. “Agar kamu tidak perlu meminta izin kalau ingin memelukku.” “Hmm … gadis ini,” cibir Bu Margaretha. “Jadi selama di sini kau sibuk memeluk Julio?” “Eh, tidak.” Julie menyanggah dengan cepat. “Gak, gak tuh. Baru sekali doang Julie meluk Julio. Cuman tadi siang.” “Iya deh, iya. Jadi, apa jawaban kamu? Kasian tuh Julio dari tadi berlutut di situ.” “Emangnya boleh, Ma? Pa?” “Loh, kok nanya Papa sama Mama? Kan Julie yang bakalan nikah. Jawabannya ya terserah Julie. Papa sama Mama akan mendukung,” ucap Pak Pramudya. Sebelum melamar langsung ke Julie, Julio bahkan sudah mengutarakan keinginannya itu pada Pak Pramudya dan Bu Margaretha saat keduanya sampai di bar. Awalnya, keduanya sangat kaget. Rasanya terlalu cepat. Tapi, sekali lagi Julio berhasil meyakinkan mereka. Menyatakan niat baiknya untuk melindungi dan menjaga Julie dalam ikatan pernikahan. Orang tua mana yang tak luluh jika pria itu mengatakan ingin melindungi Julie dalam ikatan yang dibenarkan oleh hukum dan agama. Dibandingkan mengumbar kata-kata manis yang penuh ucapan cinta, menyebutkan tentang pernikahan jauh lebih meyakinkan bagi Pak Pramudya dan Bu Margaretha. “Ai … mau gak jadi istri aku?” “Mau,” jawab gadis itu lalu menuju Julio. Menariknya berdiri sebelum ia memeluk pria itu. Kali ini tanpa meminta izin lagi. “Baiklah, kita menikah secepatnya.” “Hah? Secepatnya? Kenapa?” “Biar aku tidak terus-menerus dianggap sebagai gigolonya tante-tante kaya.” Julie malu sendiri, gadis itu melepaskan pelukannya. Tapi, justru Julio yang menarik gadis itu agar Julie kembali dalam dekapannya. Baiklah, lamaran diterima. Selanjutnya, pertemuan keluarga harus digelar. **** “Mi, ini Julio.” “Sayangnya Mami kok tumben-tumbenan menelepon? Kenapa, sayang? Butuh sesuatu?” “Mi, Julio habis melamar—” “CK!” Bu Merinda langsung memotong dengan suara decakannya di sambungan telepon. “Kamu tuh bener-bener gak kapok apa sama Si Viola itu? Udah berapa kali kamu melamarnya? Belum capek ditolak? Mami kasih tau ke kamu ya, Viola bukannya belum mau nikah dengan alasan kuliahnya, tapi yang dia mau itu emang bukan kamu. Makanya tiap kali kamu melamar dia hanya terus mengulur-ngulur waktu. Meminta ditunggu sampai lulus inilah, lulus itulah.” “Mi,” panggil Julio sambil meremas rambutnya. “Bisa dengerin Julio dulu, gak?” “Apa? Apa lagi yang mau didengerin?” balas Bu Merinda dengan emosi. Bagaimana tak emosi kalau putra tunggalnya itu selalu ditolak oleh Viola. Sok cantik sekali. “Mami capek denger kamu belain Viola terus. Dikira perempuan di dunia itu hanya dia saja?” “Bukan Viola, Mi. Bukan.” “Bukan? Terus siapa?” “Julie.” “Julie?!” Bu Merinda terdengar berteriak di sambungan telepon. Membuat Julio terpaksa menjauhkan ponsel dari telinganya. Biar tak meledak gendang telinganya gara-gara kehebohan Bu Merinda. “Kamu beneran melamar kesayangan Mami? Kamu melamar Julie?” “Sejak kapan Julie tiba-tiba jadi kesayangan Mami?” “Siapa pun akan Mami sayangi selain Si Viola yang sok cantik itu. Apalagi kalau Julie, Mami bener-bener suka sama dia. Dia kalau bicara pintar sekali.” “Pintar bicara atau karena Julie terus memuji Mami.” “Apa pun itu, yang pasti Mami menyukai Julie. Pokoknya dia kesayangan Mami. Baguslah kamu melamar dia. Jadi, apa yang harus Mami lakukan? Menemui keluarganya? Menyiapkan mahar?” “Iya, Mi. Sesuatu yang seperti itu. Julio gak terlalu ngerti. Julio akan mengatur waktu agar Mami dan orang tua Julie bisa segera bertemu.” “Tentu, sayang. Mami akan mengurus semuanya. Kamu sama kesayangan Mami pokoknya terima beres aja.” Julio tertawa lagi. “Kesayangan Mami terus yah.” “Iyalah, Julie adalah kesayangannya Mami.” Julio meringis. Padahal di awal bertemu Julie, maminya seolah akan mencabik-cabik Julie saat menyuruh gadis itu keluar dari kamar. Eh, sekarang tiba-tiba tanpa angin dan badai, Julie langsung jadi kesayangan maminya. “Kapan kalian akan menggelar pernikahan? Sudah ada rencana tanggalnya?” “Julio pengen secepatnya, Mi.” “Kenapa? Sudah tak sabar?” Bu Merinda terbahak di seberang telepon. “Ah, anak nakal ini ternyata sudah besar. Mami paham itu, apalagi kalian tinggal seatap. Godaannya lebih besar, apalagi kalo udah malem. Kamu pasti kesulitan menahan diri.” Bu Merinda cekikikan sekarang. “Ah, anak nakal ini, kapan kamu jadi sebesar ini sih?” “Mi, bukan itunya.” “Gak usah ditutup-tutupi, Mami mengerti kok. Kalian emang lagi masa-masanya.” “Mi, serius … ini gak seperti yang Mami pikirin. Ini soal Jonathan.” Suara tawa Bu Merinda di sambungan telepon langsung terhenti begitu ia mendengar nama Jonathan disebut. “Ke-kenapa dia?” Suara Bu Merinda bahkan terdengar gemetar saat ia bertanya. “Julio akan mengatakan semuanya saat bertemu Mami.” Setelah Julio menceritakan keseluruhan cerita mengenai hal yang terjadi antara Jonathan dan Julie, juga tentang keinginannya agar Julie dilindungi oleh keluarga besarnya. Akhirnya, pertemuan dua keluarga digelar. Julio, Bu Merinda, serta adik kandung dari mendiang ayah Julio—Karim—menghadiri pertemuan keluarga itu. Dua keluarga itu bertemu di sebuah restoran mewah yang ada di salah satu gedung yang dimiliki oleh paman Julio. Karena gedung tersebut milik pamannya, jadi cukup aman menurutnya sampai ia memberanikan diri membawa serta Julie dalam pertemuan tersebut. Dan memang, ia yakini bahwa setelah pertemuan keluarga ini, keluarga besarnya akan mengambil alih perlindungan keselamatan Julie. Perlindungan yang tak akan mampu ditembus oleh Jonathan. Pak Karim menyambut ramah kedatangan Pak Pramudya, Bu Margaretha, Julio, dan Julie. Kedua orang tua Julie menjabat tangan Pak Karim dan Bu Merinda. Sementara Julie sama sekali belum bisa menggunakan tangan kanannya untuk bersalaman. Makanya gadis itu hanya menaruh satu tangan kirinya di depan d**a, sebagai permohonan maaf. “Maaf, Om, Tante, tangan Julie belum sembuh.” “Santai saja, sayang,” ujar Bu Merinda. Tuh, kan, sekarang Julie dipanggil sayang olehnya. “Kami mengerti, kok. Ayo duduk.” “Ayo, duduk, silakan.” Pak Karim menyilakan tamu-tamunya dengan sopan. Untuk sesaat Pak Pramudya ragu untuk duduk. Tidak, keraguan itu bukan hanya sesaat. Karena sekarang ia justru kepikiran untuk membawa pergi anak dan istrinya dari tempat ini. Ini di luar dari dugaannya. Tak pernah ada dalam bayangannya jika ia akan menemui Pak Karim. “Ma.” Pak Pramudya meraih lengan istrinya agar wanita itu tak segera duduk. Mencegah istrinya untuk melanjutkan rencana pernikahan ini. Ini tidak seharusnya terjadi, masalah ini akan lebih besar dan rumit. Bu Margaretha berbalik padanya. Tak jadi duduk. Meskipun Bu Margaretha belum duduk, tapi, Julie telah terjebak di sana. Gadis itu telah dituntun dan didudukkan oleh Bu Merinda. Mereka terjebak. Ah, ini salahnya yang terlalu mudah percaya pada Julio. Ini kesalahan besar. Pria itu, Karim Harisman. Dia adalah saudara kandung dari Kemal Harisman—ayah kandung dari Jonathan. Sementara Julio mengakui bahwa Karim Harisman adalah pamannya. Tidakkah itu berarti jika Julio juga memiliki nama belakang yang sama? Kegilaan macam apa ini? Jonathan Harisman atau Julio Harisman? Sial, dua-duanya sama berbahayanya. Bodohnya Pak Pramudya adalah karena ia terlalu mempercayai kata-kata Julio saat pria itu mengatakan ingin melindungi Julie. Sekarang kok malah terasa seperti Pak Pramudya mengantarkan putri bungsunya ke ambang neraka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD