5. Gosip

2139 Words
Pagi ini,sekolah dihebohkan dengan sebuah gosip baru. Devan yang keluar dari mobil bersama dengan sang ketua cheerleaders, yaitu Sisca, menyita perhatian seluruh murid terutama para siswi. "Lihat tuh, Devan sama Sisca!" pekik seorang gadis berambut lurus sepinggang. Di pipi kanannya terdapat sebuah t**i lalat yang berusaha ia tutupi dengan fundation tetapi tampak sia-sia saja. t**i lalat tersebut masih terlihat jelas. "O em ji!! Padahal kemarin dia baru mutusin si Rani ketua klub dance itu, kan?" timpal temannya yang memegang sebuah smartphone di tangan. Ia membuat sebuah story live di Ig yang pagi ini sedang ditonton hampir lima ratus orang. Banyak sekali komentar-komentar jahat yang bermunculan di sana tetapi cewek itu tetap fokus memvideokan pasangan baru hari itu. "Yes! Gue setuju. Sisca terlalu jelek buat Devan. Kecentilan juga. Tuh, tuh, lihat tuh! Kegatelan banget kan meluk-meluk tangan Devan. Iiish, pengen gue pites rasanya!" Ia mulai memberikan komentar, lalu membalik kamera videonya hingga menampilkan wajahnya. "Lah, cantikan gue kemana-mana dari pada Sisca, ya nggak guys?" tanyanya pada para penonton. Wajahnya yang ia buat menyenangkan dan ceria sehingga bisa terlihat cantik pada video live-nya mendadak sirna saat para netizen yang maha benar memberikan sebuah gambar jempol ke bawah beserta komentar-komentar menyakitkan hati lainnya. @GigiHadidKW: "Lu kelilipan apaan, Sis, kedip-kedip gitu?" @MantanSelenaGomez: "Idih, jijay! Cantikan juga yayang gue! Eh, typo! Mantan gue!" @DheaImuts: "Centil! Huek!" @MariaBukanTeguh: "Kaca mana kacaaaa, mata gue ternodaiiiiiiiiiii." @MarkPhee: "Nggak usah ngaku-ngaku cantik kalau lu belum jadi mantan gue!" @PecintaWanita: "2^" @ZaynZayn: "Hai girl! Who's your name? Let's have a date! :*" @SusiSusianti: "Nggak usah narsis!" @RiaBukanRicheese: "NGACA! KACANYA BAKAL PECAH!" @VacuumCleaner: "Hari gini masih punya tompel? Yuk cyiiin, beli produk kami dijamin hilang tanpa efek samping!" @LambeTurahOfficial: "Gagal fokus sama si Tompel!" @CalonBiniAdamLevine: "Wwkwkwkkwk Tompel." @FriscaDian: "Up!" @Fajrianti: "Gue ketinggalan apa nih?" @TigerKing: "Oh, yuhuuu, mantan gue! Cieee belum move on dari gue ya? Mau balikan?" @Annasari: "Up!" @Venelope: "Up!" Dia menghela napas. Oke, sabar. Dasar netizen s****n, batinnya. Kenapa pula tiba-tiba mantannya ada di saluran Ig nya? Sosmed jadi kesal luar biasa. "Oke, berhubung suasana makin panas di sini," Ia mengibas-ngibaskan tangan di depan wajahnya lalu segera mengakhiri video live nya. "Sampai jumpa lain kali ya.  Dan buat lo Tiger mantan gue, nggak usah stalking gue! Bye!" Dan ia pun mendesah lega karena tidak melihat komentar-komentar jahat itu lagi. "Kasihan ya si Rani. Dia belum bisa move on tapi si Devan sudah dapet cewek baru," ucap gadis lainnya. "Kamu kayak nggak tau Devan aja. Dia kan selalu cepet dapet ganti." "Nggak heran sih. Devan, kan playboy." "Orang ganteng mah bebas." Mereka berkata seolah saling bersahutan dan yang lain pun mengangguk menyetujui. Mereka tidak bisa memungkiri jika Devan sangatlah tampan. Jika mereka dijadikan selingkuhan yang pertama, kedua, ketiga bahkan ke sepuluh mungkin mereka mau. Siapa sih yang mau menolak seorang Devan, salah satu most wanted di sekolah, ketua tim basket dan kaya raya itu? Jelas, tidak ada! Sayangnya, alih-alih menjadi selingkuhan. Devan lebih memilih gonta-ganti pacar daripada punya simpanan. Dan meskipun para siswi tau jika Devan adalah seorang playboy, ketampanan dan pesona yang dimiliki oleh laki-laki itu mampu membuat mata para siswi buta sebuta-butanya. Dengan kata lain, mereka tetap akan menerima Devan sebrengsek apapun sifatnya. Sekali lagi ... Orang ganteng mah bebas! Tanpa merasa canggung, Devan dan Sisca berjalan beriringan sambil bergandengan tangan menyusuri koridor sekolah. Devan menatap datar pada kerumunan para siswi yang tengah menatapnya kagum dan terpesona, sedangkan Sisca senyum-senyum sendiri. Dia senang karena saat ini menjadi pacar Devan. Masa bodoh dengan fakta bahwa Devan playboy. Yang ada dipikiran Sisca saat ini adalah ia senang semua mata kini tertuju iri padanya. 'Jadi begini rasanya jadi pacar Devan?' batin SIsca. 'Gue jadi merasa kayak Putri Diana yang dicintai oleh seluruh rakyat kaum jelata! Hahahaha.' tawa Sisca dalam hati. Devan baru melepaskan gandengan tangan dengan Sisca ketika telah sampai di depan kelas. Ia menunduk, menyejajarkan kepalanya dengan Sisca karena ia memang lebih tinggi lalu tersenyum pada pacar barunya tersebut. "Aku masuk dulu ya," ucap Devan pada Sisca. Sisca mengangguk. Senyuman lebar tidak lepas dari bibirnya. 'Oh, Tuhan. Senyumnya manis banget!' Meleleh nih gue, melelehhhh!!! jerit Sisca dalam hati. "Bye, sayang." Devan mencium pipi Sisca sekilas, hanya menempelkan bibir di sana yang tidak lebih dari satu detik tetapi mampu membuat Sisca hampir pingsan di tempat. Di sisi lain, para siswi yang tadi mengikuti Devan bagai stalker-stalker sejati mendesah kecewa karena iri dan cemburu. Mereka tidak terima karena hanya Sisca yang mendapatkannya. Ayolah, bahkan mereka rela jika harus menjadi tisu kantin, karena Devan selalu mengelap bibirnya dengan tisu setelah makan siang di sana. Devan pun masuk, meninggalkan Sisca yang masih berdiri di depan pintu kelasnya. Cowok itu memang tidak pernah mau repot-repot untuk mengantarkan lebih dulu pacarnya ke kelas. Hal tersebut sudah berlaku sejak dulu. Tidak ada dalam sejarah, gadis manapun yang pernah pacaran dengan Devan akan di antar ke kelas olehnya. Devan adalah Devan. Ia memiliki harga diri yang sangat tinggi. Ia adalah seseorang yang menganggap bahwa semua perempuan adalah objek mainan. Selalu begitu. Jika Devan sudah mulai merasa bosan —seperti mainan— maka ia tidak segan untuk membuangnya dan mencari cewek lain yang lebih menarik sebagai ganti. Bodohnya, para perempuan itu mau-mau saja dijadikan objek mainan oleh cowok itu. Entah itu adalah sebuah berkah bagi Devan atau malah menjadi sebuah tragedi bagi para cewek-cewek itu. * * * "Kak Aldiiiii, stop bentar!" Alena menepuk punggung Aldi beberapa kali yang saat ini sedang memboncengnya di sepeda motor. Hari ini, seperti biasa Alena menolak berangkat bersama Aldi. Namun Aldi memaksa seperti biasa. Saking niatnya, ia bahkan menyembunyikan sepatu Alena di jok motor dan mengancam akan berangkat ke sekolah dan membiarkan Alena memakai sandal ke sekolah. Sebenarnya Alena masih mempunyai dua pasang sepatu yang lain, tetapi seolah sedang berkompromi, hari ini baik Alka maupun Alvian yang biasanya tidak pernah berkomentar, acuh dan hanya mendiamkan kelakuan mereka berdua setiap hendak berangkat sekolah, meminta Alena untuk berangkat bersama Aldi dengan alasan tidak mungkin selamanya Alena menyembunyikan identitas sebagai adik dari Aldi. Alvian bahkan dengan bangga membantu Aldi dengan cara  melempar dua pasang sepatu Alena ke atas genting hingga dihadiahi jeweran telinga oleh Alka. "Seenggaknya kalau ada sesuatu terjadi sama kamu di sekolah, Aldi bisa bantu! Aku tau Aldi itu populer, dan jika orang-orang tau Aldi itu kakak kamu, Len, nggak akan ada yang membully kamu!" teriak Alvian dari atas genting setelah dipaksa oleh Alka untuk mengambilkan sepatu adik perempuan mereka. Namun, bukannya melempar ke bawah, Alvian malah duduk di tepi genteng sambil ongkang-ongkang kaki. Membuat Alena gemas setengah mati. "Tapi nggak ada yang bully Alena, Kak!" begitulah bantahan Alena tetapi Alvian malah menyanyi himne guru dengan keras. Benar-benar tidak mau mendengar Alena. Jadi, sekarang di sinilah Alena berada. Terpaksa harus berangkat bersama Aldi. "Kenapa, Len?" tanya Aldi heran melirik adik perempuannya lewat pantulan kaca spion. Pasalnya, kurang dari dua puluh lima meter lagi mereka sudah sampai di sekolah. "Pokoknya stop bentar. Bentaaarr aja!" mohon Alena. Sekali lagi menepuk-nepuk punggung Aldi. Aldi pun mengalah. Ia menepikan sepeda motornya menuruti keinginan Alena. Alena langsung turun. Mengabaikan tatapan penuh tanya dari sang Kakak, ia melepas helm biru yang  ia pakai dan menyerahkannya pada Aldi. membuat cowok yang memakai helm merah tersebut mengerutkan dahi tak mengerti. "Bawain bentar!" pinta Alena tetap menyodorkan helm yang tadi ia pakai. Meskipun tidak paham dan sedikit bingung dengan kelakuan sang adik, Aldi pun lagi-lagi tetap menuruti keinginan Alena. "Kamu mau ..." Aldi belum selesai berkata, tetapi saat itu Alena sudah berlari sekuat tenaga. Perempuan itu kabur dari hadapan Aldi secepat kilat dan mengabaikan teriakan kekesalan Aldi karena merasa telah tertipu. "ALENA ZHAFIRA!! DASAR PENIPU! AWAS KAMU NANTI PULANG SEKOLAH!! AKU INI KAKAKMU! KA-KAK-MU! KAMU NGGAK BISA SELAMANYA KAYAK GINI KE AKU! HEH, ALENAAA!! ADEEEEKKKKK!!!" Alena terus berlari mengabaikan  Aldi. Dia benar-benar tidak ingin jika statusnya sebagai adik dari seorang Aldi diketahui oleh murid-murid sekolah. Ia belum siap jika hidupnya akan seperti dulu lagi. Didekati hanya untuk dimanfaatkan. Mereka akan berpura-pura menjadi teman yang baik dan perhatian pada Alena hanya untuk mendapat perhatian dari kakaknya. Alena lebih suka jadi dirinya sendiri. Tanpa harus dihubung-hubungkan dengan Aldi. Ia tidak pernah malu punya kakak seperti Aldi, Alvian atau Alka. Justru mereka semua adalah kakak-kakak yang sangat membanggakan menurut Alena. Mereka tampan, baik, perhatian, dan juga menyayangi Alena. Satu-satunya alasan Alena tidak ingin identitasnya terkuak sebagai adik dari seorang Aldi di sekolah adalah karena ia benar-benar benci dimanfaatkan. Ia benci orang-orang yang bersikap palsu, berteman karena ada maunya dan dibuang saat tidak dibutuhkan. Yang lebih menyakitkan dari itu semua adalah mereka tidak pernah melihat betapa tulusnya Alena berteman dengan mereka. Dan mereka selalu menusuk Alena dari belakang.   *** "Jangan lupa pelajari bab selanjutnya agar besok saya tinggal menjelaskan yang tidak kalian pahami. Mengerti?" tutup Bu Widi, guru Bahasa Indonesia di depan kelas tepat saat bel istirahat berbunyi. Semua murid di kelas itu meneriakkan kata ''Huuuuu ...," dengan kompaknya. Mungkin hanya Alena yang tidak ikut berteriak seperti itu. Bagi Alena, pelajaran sekolah memang hal yang cukup mudah. Meskipun dia tidak pernah mendapatkan peringkat satu secara paralel, tapi ia selalu menempati posisi sebagai juara kelas. "Ketua kelas! Kumpulkan tugas puisi minggu lalu dan bawa ke meja saya, sekarang!" perintah Bu Widi pada Farel yang menjabat sebagai ketua kelas. Farel menjawab dengan anggukan kepala mengerti. "Baiklah. Terima kasih untuk hari ini. Sampai jumpa besok." Bu Widi pun meninggalkan kelas, membuat seluruh murid di kelas itu heboh seperti pasar baru buka seketika. Apalagi sudah jam istirahat, menambah suasana kelas makin riuh. "Heh, heh, heh! Kumpulin tugas puisi minggu lalu dulu baru istirahat!" Farel berkeliling kelas meminta tugas pada teman-temannya. Beberapa memberikan bukunya baik-baik sementara yang lain justru melempar buku tersebut pada ketua kelas mereka. Memang butuh kesabaran lebih ketika harus menjabat sebagai sang ketua di kelas yang setengah urakan seperti ini. Setelah semua tugas terkumpul, Farel bukannya langsung menuju ruang guru tetapi ia justru menghampiri bangku Alena yang saat ini sudah asik dengan novelnya sendiri. Ia tersenyum saat membaca sebuah adegan manis sepasang remaja di dalam buku tersebut. "Alena!" panggil Farel sembari meletakkan tumpukan buku-buku tugas di meja Alena. Mendongak, Alena menaikkan sebelah alis penuh tanya menatap pada Farel. "Ada apa?" "Tolongin gue dong buat bawain tugas-tugas dari penduduk kelas jahannam ini ke meja Bu Widi. Mendadak perutku mules, nih," tukas Farel dengan muka melas yang dibuat-buat. Ia menekan perutnya yang sama sekali tidak mulas. "Kenapa aku? Suruh aja yang lain. Aku nggak bisa, lagi sibuk," tolak Alena acuh lalu kembali fokus membaca novelnya. "Please, Len ... Serius, gue mules nih." Alena mendengus tanpa perlu repot-repot  mengalihkan pandangan matanya dari n****+ yang ia baca ke arah Farel. "Bilang aja kamu males ke ruang guru. Aku nggak bodoh!" Skak mat! Farel nyengir. Memang benar ia malas ke ruang guru. Ia ada janji makan siang dengan pacarnya yang kini sudah berdiri di depan pintu kelas sambil merengut kesal karena sudah cukup lama menunggu di sana. Farel jadi mulai percaya pada sebuah iklan di televisi 'Kamu rese kalau lagi lapar!' begitulah kira-kira isinya. Cowok itu melambaikan kedua tangannya, memberi isyarat pada sang kekasih untuk sabar menanti barang sebentar lagi. "Pokoknya bawa ke ruang guru, ya! Gue pergi dulu. Kalau sampai tugas ini nggak sampai ke meja Bu Widi, ya udah anggap saja satu kelas dapat nol. Udah, ya! Makasih Alena!" Belum sempat Alena berkata apapun, Farel sudah berlari keluar kelas, meninggalkan tugas kelas padanya. Alena mendesis sebal. "FAREL! Dasar ketua kelas nggak bertanggung jawab!" teriak Alena kesal yang diacuhkan saja oleh Farel. Ketua kelasnya itu justru hanya mengangkat sebelah tangan tinggi-tinggi pada Alena tanpa berbalik. Lalu sosoknya menghilang bersama sang pacar. Alena berdecak. Ia menghela napas kesal. Mau tidak mau dia harus mengantarkan buku-buku tugas itu ke ruang guru. Jika tidak, maka satu kelas tidak akan ada yang mendapat nilai. Dan tentu saja ia yang akan disalahkan oleh seisi kelas. Dengan langkah terpaksa, Alena berjalan menyusuri lorong kelas XI. Kedua tangannya membawa buku tugas milik teman-teman sekelas. Dan tepat ketika ia menuruni tangga menuju lantai satu, matanya bertatapan dengan seorang siswa tampan. Di sampingnya, seorang siswi tengah melingkarkan kedua tangannya di lengan siswa tersebut. Alena mengenal dua orang itu. Devan dan Sisca. Pasangan baru yang terus dibicarakan oleh semua siswa seharian ini. Bahkan tadi pagi, Rani menangis lagi karena mendengar gosip itu. Membuat seisi kelas menatapnya prihatin. Devan menatap Alena datar. Ia tampak bosan mendengar Sisca yang terus berceloteh di sampingnya. Dan Alena pun membalas tatapan Devan tak kalah datarnya. Tidak tertarik dan lebih terkesan malas melihat cowok itu. Alena memutus tatapannya terlebih dahulu. Ia terus berjalan menuruni tangga, melewati sepasang kekasih itu yang juga terus melangkah naik ke lantai dua. Setelah sampai di lantai satu, Alena langsung berbelok ke kanan menuju ruang guru. Sedangkan Devan, ia sempat menoleh ke belakang. Entah kenapa ia merasa sedikit penasaran dengan Alena. Seorang Siswi yang kemarin dia lihat bersama Aldi. Devan berhenti demi melihat punggung Alena yang terus menjauh. Bahkan cowok itu mengabaikan Sisca yang bertanya kenapa dia berhenti di tengah tangga. Aldi pasti benar-benar katarak. Cewek cupu kayak gitu yang dia suka? Otaknya benar-benar nggak waras, batin Devan. Bagian mana pula yang menarik dari cewek kayak gitu? herannya berpikir keras. " ... yang? ... sayang? Kamu ngeliatin siapa?" tanya Sisca bingung. Ia menengok ke kanan dan ke kiri, mengikuti arah pandang Devan tapi tidak mendapati siapapun di sana. Devan yang telah sadar Alena sudah menghilang dari tadi sedikit terkejut. Namun tak lama kemudian ia memasang senyum lebar di bibirnya pada Sisca. "Nggak ada apa-apa, kok. Ya udah yuk, jalan lagi." Sisca mengangguk. Ia kembali berceloteh tentang dirinya. Sedangkan Devan hanya mendengarnya tanpa ekspresi. Ternyata Sisca lebih cerewet daripada Rani. Tapi nggak apalah, toh Sisca lebih cantik. Seksi lagi, ucap Devan dalam hati sambil tersenyum miring. Ia pun melingkarkan tangannya ke pundak Sisca yang membuat gadis itu merona untuk kesekian kalinya karena baper.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD