Devan berjalan menuju tenda Alena setelah keluar dari tenda utama para guru. Ia kembali ke sana untuk meminta ijin kepada Pak Wawan untuk pulang terlebih dahulu dengan alasan sedang tidak enak badan. Meskipun ia harus menerima ceramah tambahan dari Pak Wawan atas yang terjadi tadi malam pada dirinya dan Alena, akhirnya ia mendapatkan ijin tersebut juga. Pak Wawan juga mengijinkan Devan untuk membawa Alena serta pulang ke Jakarta lebih dulu.
Suara jeritan dari dua cewek yang terdengar familiar sampai di telinga Devan. Ia mendongak, dan terkejut mendapati kerumunan siswi di sana. Tak da seorang pun guru datang ke sini, mengingat letak tenda ALena termasuk yang paling jauh.
Devan tau sebab ia pernah mampir ke tenda Maudi, pacarnya yang sekarang. Saat itu, mata Devan tidak sengaja melihat ALena sedang mendirikan tenda dan membersihkan sampah di sekelilingnya seorang diri, sementara dua cewek lainnya, yakni Rani mantannya dan teman akrabnya yang Devan tidak tau bernama siapa, sibuk bermain dengan ponsel masing-masing.
Berjalan mendekat karena ingin melihat apa yang terjadi, Devan mengabaikan tatapan menusuk dari cewek-cewek yang ia tabrak bahunya untuk memberi jalan. Tak butuh waktu lama hingga ia menangkap pemandangan dua cewek yang sedang berkelahi.
Maudi dan Rani.
Devan memutar bola mata malas. Sama sekali tak ada tatapan prihatin yang diberikan pada kedua cewek yang memperebutkan dirinya tersebut. Baik Rani maupun Maudi tampak sangat berantakan. Rambutnya sudah tidak lurus lagi alias acak-acakan, pun dengan pakaian mereka. Karena selain saling menjambak, mereka juga saling menarik baju sama lain. Bahkan di masing-masing wajah mereka terdapat beberapa goresan yang Devan yakin berasal dari cakaran kuku.
Merasa kedua cewek itu sama sekali tidak penting, mata Devan bergerak untuk mencari sosok yang harus ia cari. Hingga akhirnya ia menemukannya.
Alena. Yang kini berada dalam tubuhnya, sedang menghirup napas dalam-dalam sembari berteriak pada dua cewek yang sedang berkelahi namun sama sekali tidak dihiraukan. Sementara tangannya, sibuk untuk menyingkirkan tangan-tangan jahil dara para cewek yang mengerubunginya. Mereka mengerubungi Devan yang sebenarnya adalah Alena karena merasa mendapat kesempatan emas untuk bisa menyentuh tubuh atletis cowok idola tim basket tersebut.
"Kyaaa... badan lo ternyata touchable banget ya Dev, syukaaaaaa," seorang cewek menyandarkan kepalanya ke bahu Devan. "Bahu lo juga sandarable bangeeettt. Mau dong, bersandar padamu tiap hariiii," lanjutnya sembari terkikik.
"Pantesan meskipun lo playboy, tapi banyak yang sayang. Lo emang ganteng, sih, apalagi dilihat dari dekat gini. Rasanya nggak rela nimpuk lo meskipun cuma pakai kapas sekalipun," sahut siswi yang lain, menatap Devan malu-malu minta ditabok.
"Aduh Devaaan, mending lo putusin dua cewek kaum upil kayak Rani maupun Maudi! Mereka itu nggak ada apa-apanya di banding gue!" Sekarang seorang cewek dengan riasan menor maju, menyentil dagu Devan yang langsung ditepis cowok itu dengan jijik.
"Sama gue juga boleh lho! Gue itu profesional! Selama lo pacaran sama gue, gue nggak butuh apa-apa. Kalaupun lo mau punya banyak selingkuhan pun nggak masalah buat gue, asalkan lo nikahnya sama gue!" tukas cewek yang lain lagi, sembari bergelayut manja di lengan Devan yang lain.
Devan yang asli merasa merinding mendengar ucapan-ucapan tidak wjar dari para gadis itu. 'Owalah, Siti! Lulus aja belum sudah mikir mau nikah!' teriak Devan dalam hati.
Lalu mata mereka bertabrakan. Devan yang menatap ALena melalui tubuh ALena dan Alena yang menatap Devan dengan mata milik Devan. Gadis itu menyiratkan sebuah permintaan tolong pada Devan untuk dibebaskan dari kumpulan iblis-iblis cantik di sekitarnya.
Sebenarnya tanpa disuruh pun Devan akan tetap melakukannya. Ia tidak akan pernah rela jika tubuhnya dipegang-pegang dan dilecehkan seperti itu oleh cewek-cewek nggak jelas. Bisa-bisa nanti ia menjadi panuan setelah dipegang-pegang seperti itu!
Maka dengan langkah tegas, Devan asli menghampiri Alena. Ia menatap kumpulan cewek-cewek yang mengerubuti tubuhnya dan mencoba untuk meraba-raba dengan kurang ajar.
"Minggir kalian!" seru Devan.
Alena mendesah lega luar biasa saat tangan-tangan terebut mulai berhenti menggerayangi tubuhnya. Meskipun itu bukan tubuh aslinya, tetap saja Alena bisa merasakan kemana tangan-tangan itu berusaha menyentuh. Demi Tuhan ALena benar-benar risih.
"Apaan, sih, lo? Ngerusak kesenangan orang aja!" Seorang cewek yang tadi menyandarkan kepala di bahu Devan berkata sinis. "Kalau mau nyentuh pangeran gue ya ngantri!" lanjutnya. Sementara cewek-cewek yang lain menyetujui.
'Anjir! Dikira badan gue barang apa?' maki Devan dalam hati.
"Bener! Devan aja nggak nolak kita sentuh-sentuh! Ya, nggak Devan?" tukas cewek yang lain dan lagi-lagi disetujui oleh cewek-cewek yang lain.
'Nggak nolak mata lo soak?' Devan lagi-lagi mengumpat dalam hati.
"Lagian ya, Cups! Lo itu bukan selera Devan! Mending lo jauh-jauh, deh, dari sini! Hahahaha!" ledek salah satu siswi yang lain, sementara yang lain ikut tertawa mengejek, menatap Alena remeh.
Kemudian, seperti telah menyetujui dan saling berkomunikasi lewat telepati, cewek-cewek itu mulai menyentuh tubuh Devan lagi. Alena yang sebenarnya berada dalam tubuh Devan berusaha keras menepis tangan-tangan nakal tersebut menjauh dari tubuhnya.
Melihat pemandangan penuh nista tersebut, membuat kesabaran Devan menipis. Maka dengan sekali teriakan, suara jeritan seorang cewek keluar dari bibirnya.
"Gue bilang minggir lo semua, dasar cewek-cewek s****n!" Teriak Devan tanpa pikir panjang.
Umpatan tersebut menyita seluruh perhatian siswi di sana, termasuk Rani dan Maudi. Mereka berdua yang sudah ngos-ngosan karena mulai kehabisan tenaga, menoleh bersamaan ke arah asal suara.
Beberapa siswi yang mengenal Alena bahkan tampak sangat terkejut dengan hal itu. Mereka menatap Alena horor karena dua alasan. Pertama, ini adalah kali pertama mereka mendengar Alena menggunakan bahasa 'lo-gue'. Kedua, karena selama dua tahun sekelas dengan Alena, cewek berprestasi, cupu dan tak kasat mata itu tidak pernah melontarkan kata-kata makian, sekalipun pada orang paling rese di kelas mereka.
* * * (dari sini aku akan menjelaskan dari sudut pandang orang-orang. Ingat, mereka melihat Alena sebagai Devan dan Devan sebagai Alena) * * *
"Sini lo!" Alena menarik tangan Devan menjauh dari kerumunan cewek-cewek mak lampir tersebut. Yang disusul dengan suara kesiapan tertahan dari cewek-cewek lainnya.
Berani-beraninya cewek cupu dan tidak enak dipandang itu menarik tangan Devan, sang idola kaum hawa, calon suami mereka semua!
Setelah Devan berdiri di samping Alena, Alena manatap siswi-siswi tersebut dengan galak. Dengan ransel yang berada di pundak, Alena melipat kedua tangannya ke depan d**a.
"Gue ingetin, ya! Jangan berani-beraninya kalian menyentuh badan gue - aw!" Ucapan Alena yang notabene adalah Devan terhenti. Ia menoleh, mendapati tatapan penuh peringatan dari sosok cowok di sampingnya, lalu mendengus mengerti. Memang, tidak seharusnya orang-orang tau jika ia dan ALena telah bertukar jiwa.
Maka dengan deheman singkat, Devan meralat ucapannya. "Jangan berani-beraninya kalian menyentuh tubuh cowok ganteng tiada tara di sebelah gue ini!"
Alena yang mendengarnya menoleh cepat, memberikan ekspresi mual tak percaya. Sempat-sempatnya cowok yang sekarang ada di tubuhnya itu memuji-muji dirinya sendiri dalam situasi rumit ini? Alena sungguh tidak tau kenapa ada cowok senarsis ini di dunia. Bahkan, rasa-rasanya Kak Alvian pun kalah narsis sama si Devan.
"Nah, sekarang. Ayo, cabut!"
Lagi-lagi terdengar suara keterkesiapan dari para siswi. Mereka menyaksikan pemandangan yang sangat mustahil di dunia ini. Alena, tipe cewek yang sangat dihindari oleh Devan karena seleranya yang tinggi, menggandeng tangan Devan dengan percaya diri. Dan parahnya, Devan tampak anteng-anteng saja tidak menolak sama sekali. Sepertinya tersesat semalaman di hutan membuat pikiran Devan sudah tidak waras hingga mau disentuh oleh cewek secupu Alena.
Baru beberapa langkah berjalan untuk meninggalkan kerumunan, Maudi sudah berlari menuju mereka setelah sesaat sebelumnya mendorong jambakan rambut Rani ke belakang, membuat Rani yang masih terkejut setengah mati dengan perubahan sikap ALena terjengkang ke belakang karena tidak lagi fokus pada Maudi. Perubahan Alena sungguh berada di luar akal sehatnya.
"Stop!" Maudi merentangkan kedua tangan, menghadang jalan ALena yang masih menggenggam erat tangan Devan yang berada di belakangnya.
Kini mata Maudi menatap galak pada Alena, sedangkan ALena hanya memberikan ekspresi datar tanpa rasa takut.
"Sayang, sini!" Maudi maju, merebut paksa genggaman tangan Devan dari Alena.
Maudi baru akan menarik Devan ke belakang tubuhnya saat tangan Devan yang lain di tahan oleh Alena. Membuat lagi-lagi kerumunan cewek-cewek tersebut terkesiap. Rani bahkan sudah mau jantungan.
"Heh. lo cewek cupu! Lepasin cowok gue!" seru Maudi, memberikan tatapan membunuh pada ALena. "Nggak usah kegatelan deh jadi cewek! Lo itu ngaca, dong! Lo itu bukan tipenya Devan!" lanjut Maudi.
Alena mendengus, terenyum miring. Ia menarik tangan Devan kasar hingga genggaman di tangan Maudi terlepas. Sedangkan Alena asli yang berada dalam tubuh Devan memaki kasar dalam hati, merutuk Devan karena cowok itu membuat lengannya sakit.
ALena maju selangkah, lalu mengamati Maudi dari atas ke bawah. Ia menggeleng prihatin, lalu berkata tepat di mata Maudi. "Kita putus!"
Mudi mengerjab, bingung, pun dengan kerumunan siswi di sana. Mereka menoleh berbisik, tak mengerti, bertanya-tanya satu sama lain. Terkecuali Alena asli yang terkejut. Ia menatap Devan tak percaya. Seingatnya, ia baru pacaran dengan Maudi kemarin.
Devan yang ada di tubuh Alena menoleh ke arah Alena yang ada di tubuhnya, lalu ia berkata. "Itu kan, yang mau lo bilang ke Maudi?"
Bisikan-bisikan yang terdengar sepeti kerumunan lebah itu semakin terdengar di udara. Alena tersenyum miring, lalu berkata lagi penuh penekanan. "Putusin cewek jelek ini sekarang juga!"
Tak ada lagi bisikan, kini yang ada adalah kehebohan yang dibuat oleh Alena.
Alena asli yang berada dalam tubuh Devan menatap Devan tak percaya. Haruskah ia melakukan apa yang disuruh oleh cowok ini untuk memutuskan pacarnya yang sekarang?
Alena sungguh bingung. Dan pusing. Karena ia adalah Alena yang terjebak dalam tubuh Devan, bukan Devan yang asli. Maka, masih pantaskah jika ia yang akan memutuskan cewek yang bahkan tidak pernah ia kenal itu?
Bukankah seharusnya Devan sendiri yang melakukannya?