CALLING OUT

1285 Words
Hatimu yang mengeluh itu entah mengapa membuatku terjebak dalam kenyamanan. Aku dipenuhi oleh emosi negatif, aku tercipta dan hidup karena energi seperti. Aku tidak pernah bermain-main dalam waktu yang lama tetapi kau membuatku ingin melakukannya, kau membuatku ingin terus berada di sampingmu, mendengarkan keluhan hatimu dan memutuskan langkah yang harus aku ambil untuk melihat goncangan di hatimu.   Aku tahu sekarang kau sedang kebingungan. Alasan mengapa makhluk sepertiku bisa mendekatimu, masuk ke dalam mimpimu dan mengubah kehidupanmu. Tetapi aku juga bisa apa jika ini semua memang takdirmu? Aku adalah perusak, aku memiliki peran yang sangat tidak nyaman dilihat tetapi aku selalu ingin mendekat.   Aku bukan manusia, aku sudah tenggelam dalam emosi negatif sejak aku tercipta, aku tidak memiliki kenangan indah seperti yang kau punya. Tetapi inilah aku, ketika aku menunggu untuk bisa mendekatimu, aku sudah memutuskan banyak hal dan akan aku biarkan kau mengetahui segala keputusanku seiring waktu. -Monster in My Dream- ***  Aku jelas kebingungan, tanpa sadar aku menyebut nama yang aku dengar dari dalam mimpiku: Oleander Kai.  Sangat jelas bahwa aku tidak mengerti apa yang terjadi dengan diriku sendiri, kenapa aku bisa terbaring di rumah sakit dan luka di kepala bagian samping. Terakhir aku ingat bahwa aku naik ke atas kasur dan tertidur, tetapi kenapa aku tidak ingat bahwa aku jatuh dan melukai kepalaku? Ini aneh.  Namun ada yang lebih aneh lagi, sosok monster yang memberitahuku tentang rumah sakit dan seorang dokternya yang bernama Oleander Kai. Aku tidak pernah menyangka bahwa apa yang dikatakannya nyata adanya. Sebenarnya siapa yang aku mimpikan? Apa dia mengatakan hal yang benar?  “Bagaimana keadaanmu?”   Aku menoleh dengan terkejut ketika mendengar suara yang anehnya terdengar familiar itu. Oleander Kai dan monster yang mengaku bernama Oliver Kei, sebenarnya apa hubungan mereka berdua?  “Aku.. baik-baik saja.”  Dia mengangguk-angguk sebelum kemudian menatapku. “Bagaimana kau bisa mengetahui nama lengkapku? Seingatku pertemuan pertama kita adalah kemarin malam dan aku juga tidak mengenalkan diri padamu.”  Ah, aku harus menjawab apa? Di jas putihnya memang hanya tercetak nama panggilannya, dengan huruf kapital menggunakan benang hitam. Tidak ada tanda-tanda nama Oleander disana, jelas dia pasti curiga. Lagipula ada apa dengan mulutku?  “Aku sepertinya pernah mendengar itu dari suatu tempat.”  Baiklah, Krys, kebohongan macam apa yang kau katakan tadi?   Oleander Kai tertawa. “Apa namaku pasaran? Kalau begitu seharusnya kau menyapaku kemarin malam,” katanya dengan ramah, kemudian dia mengulurkan tangannya padaku. “Aku juga sudah mengetahui namamu tetapi tidak ada salahnya jika kita berkenalan dengan resmi, bukan?”  “Ah, ya,” sahutku. Aku menerima uluran tangannya.  “Oleander Kai. Kau bisa memanggilku Kai.”  “Krystal.”  Kai tersenyum, senyum yang sempat membuatku merasa cemburu pada gadis yang aku lihat bersamanya semalam. Senyumnya membuatku merasakan kehangatan, ini sangat berbeda dengan yang aku rasakan saat aku bersama Oliver Kei karena saat bersama makhluk itu, aku kedinginan dan rasanya seluruh tubuhku membeku.  “Ah, ada yang ingin aku tanyakan,” ucapku setelah berpikir.  “Katakan saja. Kau ingin tahu kapan kau bisa pulang?”  Aku menggelengkan kepalaku. “Bukan, aku ingin bertanya apakah kau mengenal seseorang.”  “Siapa?”  “Oliver Kei.”  Seperti ada sesuatu yang menghantam kepalaku setelah aku menyebut nama itu, aku mulai pusing dan pandanganku buram selama beberapa detik sebelum semuanya kembali normal. Beruntung Kai sedang tidak menatapku, dia sepertinya sedang berpikir.   “Aku belum pernah mendengar nama itu,” ucap Kai sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. “Tetapi namanya hampir mirip dengan namaku. Apa nama panggilannya Kei?”  Aku menggeleng-gelengkan kepalaku, aku tidak tahu.   Kai tersenyum. “Kau boleh pulang sebentar lagi setelah orangtuamu kembali.”  Ini aneh. Aku bukanlah tipe orang yang bisa dengan mudah nyaman berbicara dengan orang asing tetapi anehnya Oleander Kai ini berhasil membuatku berbicara seakan-akan kami sudah lama mengenal. Aku sama sekali tidak terganggu dan merasa canggung.  “Oh, Krys- aku boleh memanggilmu Krys, kan?”  “Tentu.”  Jawaban apa itu? Aku selalu merasa aneh saat menemukan diriku berbicara dengan sangat akrab pada seseorang, apalagi orang yang baru kedua kalinya aku temui- ah, haruskah aku mengatakan untuk ketiga kalinya? Tidak, yang berada di dalam mimpiku bukanlah dirinya.  “Apa kau pernah pingsan sebelumnya?”  Aku menggelengkan kepalaku. “Kenapa?”  “Kau ingat kenapa kau pingsan? Apa sebelumnya kau pusing atau semacamnya?”  “Tidak. Aku tidak mengingat apapun, tiba-tiba aku sudah terbaring di sini setelah aku terbangun.”  Kai mengangguk-angguk. “Semuanya baik, tekanan darahmu normal. Lucunya kepalamu mengeluarkan darah seakan-akan kau terbentur sesuatu dengan cukup keras, tetapi kau baik-baik saja.”  Apa maksudnya? Kepalaku terluka tetapi aku baik-baik saja?  “Maksudmu tidak ada yang serius denganku, bukan?”  “Ya, benar-benar tidak ada yang serius. Luka di kepalamu sangat kecil, bahkan hampir tidak terlihat. Cukup aneh melihat banyaknya darah yang keluar dari luka sekecil itu,” Kai tersenyum. “Mungkin karena aku belum cukup berpengalaman. Ah, kepalamu baik-baik saja.”  Seperti yang biasa aku lakukan, aku mengamati cara Kai berbicara dan tersenyum. Sangat aneh bagaimana aku melihat sosok yang memiliki aura yang sangat berbanding terbalik dengannya hidup dalam wajah yang sama persis. Tetapi.. Oliver Kei, apa kau benar-benar nyata?  “Kau guru sekolah dasar, ya?” tanya Kai tiba-tiba.  “Ya, bagaimana kau tahu itu?”  Kai menunjuk ke arah tempat tidur pasien yang berada di pojok. “Tadinya ada pasien di sana, seorang anak kecil yang kakinya terluka. Dia terus menunjukmu saat kau tidak sadar, lalu saat aku bertanya kenapa, dia menjawab kalau kau adalah gurunya.”  “Siapa namanya?” tanyaku.   “Iyan.”  Mataku melebar. Iyan adalah muridku, dia anak yang sangat pintar dan selalu tersenyum. Dia terluka?  “Apa lukanya parah?” tanyaku khawatir.  “Dia menerima 4 jahitan di kakinya, jadi dia akan kesulitan berjalan selama beberapa waktu.”  “Bagaimana bisa? Dia terjatuh?”   “Kau sama sekali tidak penasaran dengan lukamu tetapi kau malah mengkhawatirkan orang lain,” Kai tersenyum lebar, dia pasti menganggapku lucu. “Dia menginjak kaca, tetapi beruntung orangtuanya langsung membersihkan lukanya dengan air bersih.”  Aku menghela napas lega. “Syukurlah.”  Setelah itu Kai pamit, dia bilang dia harus mengecek keadaan pasien lainnya. aku tadi melihat seorang suster menemaninya tetapi sekarang dia hanya berjalan sendiri. Aku terus memperhatikan Kai sampai dia benar-benar menghilang dari pandangan. Apa iya laki-laki sehangat itu memiliki emosi negatif yang sangat kuat sehingga mampu ‘menciptakan’ sosok baru?  Ah, lagipula siapa yang bisa mengetahui apa yang terjadi dengan orang lain hanya melalui penampilan luarnya saja?   Oliver Kei, jika kau memang emosi negatif yang tercipta dari orang sehangat itu, maka mungkin saja aku bisa mempercayaimu. ***  Di dalam mobil aku hanya diam. Tadi sebelum aku pulang, hanya ada suster dan dokter lain yang datang. Entah kemana Oleander Kai itu, dan entah kenapa aku bisa tertarik dengan semudah itu kepada laki-laki hanya karena sebuah senyuman yang memancarkan kehangatan.  Oh, Krys.. kau harus waspada! Bukankah kau mengetahui tentang kisah pembunuh berantai yang sangat charming bernama Ted Bundy? Dia memancing para korbannya dengan pesona yang dia miliki sebelum jiwa psikopatnya mengambil alih dan perempuan-perempuan tidak berdosa itu terbunuh.  Baiklah, Krys, kali ini terlalu berlebihan tetapi kau perlu mempertimbangkannya. Jangan jatuh cinta terlalu cepat atau kau tidak akan bisa mengantisipasi apa yang akan terjadi kedepannya, Krys. Kau belum tahu banyak tentang Oleander Kai kecuali kenyataan bahwa dia adalah seorang dokter dengan kepribadian hangat dan memiliki Oliver Kei sebagai perwujudan dari emosi negatifnya.  “Kepalamu masih pusing?” tanya ibu begitu kami turun dari mobil.  “Tidak.”  “Kau harus banyak minum dan makan yang berigizi, ayah tidak mau lagi melihatmu pingsan dan berdarah-darah lagi seperti hari ini.”  Aku mengangguk dan tersenyum.  “Ah ya, kau mengenal dokter yang menanganimu?” tanya ibu.  “Kai?” sahutku. “Ya, kami sempat berkenalan.”  “Kau terlihat akrab dengannya,” ucap ibu sambil berlalu. “Biasanya kau paling anti berbicara dengan orang yang baru kau temui, tetapi kau terlihat nyaman bersamanya.”  Ayah menatapku karena aku tidak menjawab ucapan ibu.  “Istirahat saja, panggil ayah jika kepalamu pusing.”  Mendengar itu, aku langsung masuk ke dalam kamar. Aku cukup terkejut ketika melihat bekas darah di karpet, ternyata benar yang dikatakan Kai bahwa darahku banyak. Tetapi kenapa? Kenapa aku tidak bisa mengingat apapun? Apa ini karena pertemuanku dengan Oliver Kei di dalam mimpi?  Aku berdiri di depan meja riasku, menyentuh kepala bagian sampingku yang sama sekali tidak terasa aneh apalagi sakit. Aku benar baik-baik saja.  “Aneh,” gumamku sambil menghela napas. “Jadi lukanya bahkan hampir tidak terlihat tetapi darah yang keluar sebanyak itu?”  Bagaimana caranya untuk bertemu Oliver Kei? Sepertinya dia satu-satunya yang mengetahui apa yang terjadi. Benar, ini pasti rencananya karena dia mengetahui bahwa aku akan bertemu Oleander Kai sesaat setelah aku membuka mataku.  “Oliver Kei,” gumamku pelan. “Bagaimana caranya agar aku bisa kembali bertemu denganmu?” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD