Lupa Nugas

1232 Words
"Oke anak-anak, apakah kalian semua sudah mengerjakan tugas yang Ibu berikan waktu itu?" Tanya Bu Della pada anak muridnya itu. "Sudaaaaaaah," koor sejumlah murid di kelas 12 MIPA. Namun, tidak dengan Andin, Andin hanya diam. "Baik, Fahri, tolong kumpulkan semua tugas teman-temanmu dan taruh di meja depan. Langsung saya koreksi," pinta Bu Della. "Oke, Bu!" Fahri menjentikkan jarinya. Fahri sergap mengumpulkan seluruh tugas teman-temannya dari belakang ke depan. Sejumlah murid sudah menyetorkan lembaran tugasnya pada Fahri. Tibalah Fahri di depan meja Andin, gadis yang beberapa hari ini selalu mengajaknya ribut. "Mana tugasmu?" Tanya Fahri cuek. Andin mengubek-ubek tasnya dan mengambil buku catatan kuningnya. Ketika dibukanya, Andin baru ingat kalau ia belum mengerjakannya sama sekali. "Astaga! Belum ada tanda contreng, berarti belum aku kerjakan," batin Andin. "Kok diam aja? Tugasnya mana? Baru dikumpulin nih, kasihan Bu Della nungguin tuh," pinta Fahri untuk mempercepat. "Aku gak ngerjain," ungkap Andin singkat. Mendengar ungkapan itu, Fahri tersenyum kecut dan meninggalkan meja Andin. Fahri lantas melaporkannya pada Bu Della. Entah apa yang dibisikkan Fahri, Bu Della beranjak dari kursinya dan menghampiri Andin. "Andin, sudah mengerjakan, kan?" Tanya Bu Della. "Hehehe," jawab Andin. Andin menggaruk pelipisnya sambil menyeringai. "Ada apa Andin? Tidak mengerjakan?" Todong Bu Della. Semua murid menengok ke arah Andin. "Huh! Payah!" Olok Fahri. Fahri memamerkan hasil tugasnya dengan mengipaskan bukunya ke wajahnya. "Halah! Paling juga plagiat dari blog aku!" Balas Andin. "Bagaimana Andin, tolong jawab pertanyaan Ibu. Apakah kamu belum mengerjakan tugas?" "Maaf Bu, belum," Andin tertunduk lesu. Bu Della menggelengkan kepalanya dan berkata, "sesuai kesepakatan di awal masuk sekolah, setiap murid yang tidak mengerjakan tugas dari saya, tidak boleh mengikuti pelajaran saya," "I-i-iya Bu, maaf," Andin berdiri dari tempat duduknya, Andin memasukkan seluruh bukunya ke dalam tas. Tas slempangnya tak lupa dibawa sambil berjalan ke arah pintu kelas. "Rasain!" Bisik Fahri ketika Andin lewat di depannya. Andin tidak menghiraukan kata-kata Fahri. Baginya, itu tidak penting. Andin sudah berdiri di luar kelas, ternyata Bu Della mengikutinya dari belakang, "maaf ya Andin, Ibu harus professional. Oh ya, jam 14.00 WIB bisa temani Ibu ke Rumah Sakit Jiwa Seraya?" Andin melongo, bisa-bisanya Bu Della mengikutinya. "Bentar, Ibu gak salah nih ngajakin saya?" Andin menunjuk dirinya. "Ya enggaklah! Ini berkaitan dengan Anggi. Tolong temani Ibu, bisa ya?" Tanya Bu Della. "Hmm, iya bisa Bu. Kita ketemu dimana, Bu?" Balas Andin. "Biar Ibu saja yang ke rumahmu. Ingat ya, satu jam sebelumnya kamu sudah siap. Ibu malas nunggu-nunggu lagi," perintah Bu Della. Andin mengangguk dan mengacungkan jempolnya. Bu Della melambaikan kedua tangannya dan kembali ke kelas untuk mengajar. "Kayaknya Bu Della gak marah deh sama aku," terka Andin sambil melewati koridor kelas. Setelah sampai di depan ruang kepala sekolah, Andin bertemu Pak Ridwan yang sedang nongkrong dan menyeruput kopi bersama Pak Ishaq. "Hey Andin! Tolong kemari! Kamu mau ikut lomba cerdas cermat Kimia gak?" Pak Ridwan memanggil Andin. Andin yang masih merasa kesal pada Pak Ridwan tempo hari, sengaja mengabaikan panggilan itu. Andin kembali berjalan menuju telepon umum sekolah. Dicarinya uang koin sebesar Rp1000 di balik dompetnya, agar bisa menggunakan telepon umum itu. CLING...... telepon umum itu menyala dan meminta Andin memasukkan nomor telepon yang dituju. "Mantap! Aku kira kamu sudah tidak berfungsi lagi, karena smartphone sudah menjadi sainganmu!" Ucap Andin. Kemudian Andin memasukkan nomor telepon Bu Ranti. "Hallo? Siapa ya?" Tanya Bu Ranti menerima telepon. "Anak tunggalmu, Ma. Aku sudah pulang sekolah. Bisa jemput?" Jawab Andin. "Loh, kok pulang cepat? Bukannya dua jam lagi ya?" Balas Bu Ranti. "Tidak. Tadi Bu Della yang mengajar, terus aku bilang Mama memiliki janji untuk makan bersamaku. Aku diijinkan untuk pulang," jelas Andin, menutup mulutnya menahan tawa. "Yang benar kamu? Kok Bu Della baik sekali," Bu Ranti tidak percaya. "Iya lah, aku kan anak kesayangan. Anak murid yang paling keren dan peka dengan masalah sekitar. Jadi aku punya hak istimewa," jelas Andin lagi. "Hebat sekali anakku, ini. Tunggu sepuluh menit ya, tunggu di depan gerbang saja," puji Bu Ranti. Andin menutup teleponnya, Andin kegirangan sudah berhasil mengerjai Bu Ranti. "Ya Tuhan! Dosaku bertambah," ucap Andin. Di depan gerbang sekolah, suasana cukup sepi. Hanya ada tiga kendaraan yang berlalu lalang. Memang benar, ini belum jam pulang sekolah, makanya sepi sekali. Andin menunggu Bu Ranti sambil membolak-balikan buku catatan kuningnya, "Hmm, minggu depan gak ada tugas. Merdeka!" Dan kembali memasukkan buku itu ke tas. Tin...... tin.... tin.... Bu Ranti melambaikan tangan ke Andin. Bu Ranti membuka helmnya dan tersenyum manis. Andin langsung menghampiri Bu Ranti dan naik ke motor. "Bagaimana Anakku, kamu mau makan siang dimana?" Tanya Bu Ranti. "Kita makan ayam goreng tepung yang ada di samping Mall Sriwijaya, sudah lama tidak mengecap ayam berlogo kakek tua itu," jawab Andin, memeluk pinggang Bu Ranti. "Siap, Anakku," Bu Ranti tancap gas dan sergap menuju ke tujuan permintaan Andin. *** "Mama duduk saja, biar aku yang pesan," ucap Andin. Bu Ranti mengelus rambut Andin dan memberikan uang sebesar Rp100.000, "kalau ada kembaliannya, jangan dikorupsi ya!" Ucap Bu Ranti. "Tenang saja, aku bukan otak penjahat!" Balas Andin. Bu Ranti segera mencari tempat duduk dan memilih tempat yang dekat dengan TV, "Sambil refreshing lah ya, lagi ada videonya BCL, artis kesukaanku," Bu Ranti duduk. Sekitar lima belas menit kemudian, Andin datang dan ikut duduk di depan Bu Ranti, "nih kembaliannya Rp10.000. Kalau uang ini buat beli buku catatan lagi, boleh?" Tanya Andin. "Emangnya yang kuning itu sudah habis?" Jawab Bu Ranti. "Belum sih, cuma rencananya mau buat catatan khusus untuk kelengkapan nulis berita," ujar Andin. "Kamu tertarik menjadi wartawan?" Tanya Bu Ranti lagi. "Yakin sekali dong!" Andin mengangguk. "Kamu sudah tau belum dukanya menjadi wartawan?" "Belum sih. Sejauh ini aku senang-senang saja. Karena apa yang aku tulis bisa bermanfaat bagi orang lain," ungkap Andin. "Nak, jadi wartawan itu berat. Gak ada waktu banyak untuk keluarga. Apalagi sekarang kita hidup berdua," info Bu Ranti. "Tenang Ma, aku wartawan biasa aja kok. Gak satu hari full ngerjain berita. Sesuka aku saja," ujar Andin. "Baiklah, asal yang ditulis beneran berita fakta ya, mama gak suka kamu nulis berita untuk panjat sosial!" Bu Ranti merestui apa yang diinginkan Andin. "Ma, misalnya aku berbohong, Mama marah gak?" Tanya Andin. "Marah lah! Tapi Mama liat lagi sih, kalau berbohong untuk kebaikan, tidak masalah," jawab Bu Ranti. Andin pun tertawa kecil, ia ingat kalau beberapa jam lalu berbohong pada Bu Ranti. Kini, Andin mencoba berterusterang. "Sebenarnya sekarang aku belum pulang sekolah, Ma. Aku diusir Bu Della dari kelas," terang Andin. Bu Ranti langsung menatap tajam ke Andin, "apa?! Kamu kok tega bohongin Mama?" Balas Bu Ranti. "Begini, Ma. Aku tidak mengerjakan tugas dari Bu Ranti karena saat itu moodku hancur tau Bu Della ngambek. Dan mood itu tetap tidak baik sampai hari berikutnya," jelas Andin. "Kalau kamu melalaikan kewajibanmu hanya karena mood, itu tidak baik! Kamu diperalat sama mood kamu sendiri, Nak!" "Iya, Ma. Aku tau aku salah, aku minta maaf ya. Habisnya kalau aku minta jemput Mama karena diusir dari kelas, pasti Mama gak mau jemput," "Pasti lah!" "Tapi perutku sudah lapar Ma. Dari pagi belum makan," Andin memelas. Bu Ranti berdecak, "ada aja alasanmu." Lima menit kemudian, makanan pesanan Andin sudah datang. Andin dan Bu Ranti melahap makanan itu dengan tenang. Di sela-sela saat makan, Andin berkata, "Ma, jam 13.00 WIB kita pulang ke rumah ya, Bu Della mau jemput aku untuk ke RSJ Seraya." "Mau ngapain? Siapa yang sakit?" Tanya Bu Ranti. "Anggi." Jawaban Andin membuat Bu Ranti mengerutkan keningnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD