"Mas! Kamu sadar nggak ngomong seperti itu?"
"Aku sadar dan sesadar sadarnya. Aku bicara jujur begini agar kamu juga tahu apa yang aku inginkan, Dek. Apakah ada yang salah dengan perkataanku tadi? Dek, aku ini tulang punggung. Aku kerja dari pagi sampai malam. Kadang setiap kali pulang, tubuhku yang lelah ingin dimanjakan. Dipijat lalu disuguhi makanan enak agar setelahnya aku pun bisa tidur nyenyak. Jika tidurku berkualitas, paginya aku bisa bangun dengan semangat yang jauh lebih baik lagi. Agar aku semangat juga menjemput rejeki. Makan makanan yang bergizi juga membuat tubuh sehat dan stamina terjaga. Bukan malah kamu suguhi sambal setiap harinya. Kalau pagi juga hanya sayur bayam atau kalau enggak kamu masak kangkung lagi kan?"
Lena memijit pelipisnya yang mulai berdenyut. Seringan itu Latif bicara mengenai makanan sehat. Wanita itu ikut duduk di hadapan suaminya. "Jika ingin makan enak, aku pun juga mau, Mas. Mas bisa lihat sendiri kan aku jadi sangat kurus semenjak tinggal di sini? Itu artinya apa yang aku makan sama dengan apa yang kamu makan, Mas? Sebenarnya aku pun juga ingin masak enak dan menyuguhkan menu yang menggugah selera di atas meja makan ini untukmu. Tapi apalah daya. Keuangan kita sedang tidak baik-baik saja. Jadi, aku pun sebenarnya terpaksa menerima keadaan ini karena tidak ingin menuntut banyak darimu."
"Oh, apa kamu sekarang menyesal karena menikah denganku?"
"Apakah sebuah penyesalan akan ada artinya? Enggak, Mas. Aku bersyukur bisa menikah denganmu. Kamu lelaki baik. Tapi tolong agar kita bisa saling mengerti. Perkara makanan saja jangan sampai jadi alasan cek cok di antara kita."
"Mas juga minta maaf jika belum bisa membahagiakanmu. Mas juga tidak pernah berhenti berusaha agar masa depan kita jadi lebih baik lagi. Tapi memang yang Mas bisa usahakan sampai detik ini hanya seperti ini saja. Jualan Mas juga biasa-biasa saja. Sekalipun ramai pembeli, keuntungan yang aku dapat juga tidak banyak."
"Apa Mas tidak ada keinginan mencoba bisnis lain?"
"Dek, berbisnis itu tidak semudah membalik telapak tangan. Butuh modal dan juga strategi. Mungkin jika Mas punya lebih banyak modal, Mas berani mencoba. Masalahnya, modal yang Mas miliki pas pasan. Dan hanya jualan pulsa yang menurut Mas sangat minim resiko. Jualan yang lainnya belum tentu bisa balik modal, Dek."
"Aku tahu itu, Mas. Aku juga tidak akan berhenti mendoakan agar rejeki Mas selalu lancar."
"Amin. Ya sudah. Mas berangkat dulu." Latif beranjak dari duduknya bersiap untuk pergi bekerja.
"Enggak mau sarapan dulu, Mas?"
"Memangnya kamu sudah masak kok nawari Mas sarapan?"
"Ya paling tunggu sebentar aku gorengkan tempe."
"Tempe lagi. Lama-lama wajah Mas ini jadi seperti tempe." Setelah berkata demikian, Latif terkekeh melihat wajah masam istrinya. "Bercanda sayang. Doakan agar Mas bisa memberikan kamu uang lebih agar bisa masak setidaknya daging ayam. Mas sudah bosan tempe."
"Iya."
Sebelum pergi, Latif membuka dompetnya mengeluarkan uang dua puluh ribuan.
"Tolong nanti kamu beli ayam seperempat. Cukup kan pakai uang dua puluh ribu, Dek."
"Ya cukup kalau beli hanya seperempat," jawab Lena menatap sendu pada uang ditangan.
"Ya udah beli saja ayam buat dimasak semur. Mas lagi bosan sama tempe. Nanti malam siapkan makanan enak buat Mas ya, Dek!"
Dengan terpaksa Lena menganggukkan kepalanya. Latif mengulurkan tangan yang disambut oleh Lena. Perempuan itu mencium punggung tangan suaminya dan menatap punggung Latif yang menjauh darinya.
Mengangkat lembaran hijau dua puluh ribuan dan memperhatikan dengan embusan napas panjang. Sungguh rasanya menyesakkan dadaa. Bagaimana mungkin suaminya meminta untuk memasak semur ayam hanya dengan modal dua puluh ribu saja. Dapat seperempat ayam jika dipotong kecil-kecil bisa dapat empat bagian. Lumayan lah bisa dapat jatah bagian satu potong masing-masing meski pun kecil. Lena tidak jadi masak dan kembali ke luar rumah berharap Pak Samsul masih mangkal di pinggir jalan.
Kehidupan Lena sungguh miris sekali memang. Biasanya Latif akan memberikan jatah baginya yang jika ditotal mencapai dua juta rupiah satu bulan. Lena bisa gunakan untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari juga untuk belanja bulanan seperti sabun cuci dan sabun mandi. Itupun masih banyak uang Lena yang terpakai untuk nombok semua kekurangan karena jika ditelaah lagi uang dua juta mana cukup untuk menghidupi empat orang dalam rumah ini. Dan sekarang malah lebih parah lagi karena Latif hanya memberikan dia uang lima ratus ribu yang harus dicukupkan untuk satu bulan dengan alasan menanggung cicilan motor Labib yang harus dibayarkan setiap bulan sebesar satu juta lima ratus. Hal itu sudah berlangsung dua bulan lamanya dan sekarang memasuki bulan ketiga. Jangan ditanya bagaimana kebingungan Lena sampai-sampai dia harus meminta pada Larisa untuk datang membawakan dia uang. Lena memang tidak membawa ATM dan sejenisnya. Semua dia titipkan pada Larisa. Akan sangat berbahaya jika ibu mertuanya atau sang suami tahu dia punya simpanan banyak uang karena keluarga barunya tidak ada yang tau tentang siapa dia sesungguhnya.
Beruntung sekali Lena memiliki sahabat baik sekaligus managernya yang bernama Larissa. Meski satu setengah tahun ini Lena meninggalkan dunia hiburan, nyatanya Lena masih tetap membutuhkan Larisa dan dengan senang hati Larisa masih mau bekerja dengannya. Larisa juga yang mengatur semua keuangan Lena dan sesekali masih memberikan pekerjaan pada Lena jika ada yang meminta pada Lena menciptakan lagu atau hanya sekedar membuat lirik saja. Lumayan juga bayarannya.
Lena begitu mempercayakan semua pada Larisa tanpa takut jika harta bendanya akan dibawa oleh managernya itu. Secara, Larisa sendiri juga tidak kalah kayanya dari dia. Keluarga Larisa adalah golongan pengusaha dan duitnya pun tak ternilai berapa jumlahnya. Ketika dulu Lena membutuhkan seorang manager untuk menghandel semua kegiatannya, dengan senang hati Larisa mau bekerja untuk sahabatnya itu. Daripada gabut katanya. Juga sebagai pelarian Larisa yang dulunya enggan sekali ikut menghandel perusahaan keluarga.
Keduanya sudah berteman sejak kecil karena kedua orang tua mereka juga saling berteman.
Sekarang Larisa dengan terpaksa harus mau membantu ayahnya karena Lena tak lagi ada job pekerjaan sehingga membuat Larissa memiliki banyak waktu luang.
Itulah sedikit cerita mengenai Larisa yang saat ini tengah bergelayut di dalam benak Lena. Iya, Lena memang sedang kepikiran sahabat sekaligus managernya itu lantaran uang yang Larisa berikan dua bulan lalu sudah habis. Tidak banyak memang uang cash yang Lena minta. Hanya lima juta rupiah dan semua sudah Lena gunakan untuk menutupi kekurangan kebutuhan rumah tangganya. Itupun Lena sudah ngirit-ngirit dengan makan seadanya sampai mendapat protes dari mertua dan suaminya. Tapi tetap saja yang namanya kebutuhan rumah tangga itu ada saja pengeluarannya. Apalagi Latif hanya memberinya lima ratus ribu sebulan yang untuk membeli beras saja masih kurang ibaratnya. Namun, seolah Latif dan Bu Lilis menutup mata tidak mau tahu akan kepusingan Lena dalam mengatur keuangan rumah tangga.