Selamat Membaca
Ajak yang lain baca juga ya??
Aqira hanya diam saja tidak menjawab suara itu, sampai Risa memberinya kode untuk menjawab.
"Ha ..halo " ucapnya terbata bata.
"Siapa ini!!" masih dengan nada ketus.
Ya ampun pria ini tidak ada hangat hangatnya sedikitpun, begitu dingin dia pantas diberi gelar kulkas tiga pintu batin Aqira.
"Ini aku... Aqira..."
" Ohh ternyata kau gadis rubah, mau apa menelponk**u."
" Ya Tuhan apa yang dikatakan tuan muda bodoh ini" batin Aqira dengan wajahnya yang sudah memucat.
Ekor matanya melirik ke arah Risa yang sudah mengerutkan kening mendengar perkataan putra nakalnya itu.
Lidahnya kelu, tidak tau mau mengatakan apa lagi.
"Hei anak bodoh! Suami macam apa kau ini... Bisa bisanya kau mengatai istrimu rubah huh..!!" teriak Risa geram pada putranya itu.
Sedangkan di balik telepon sana "Mommy?
Kenapa Mommy bisa bersama rubah itu,
apa yang harus kukatakan." gumam Brian.
"Mommy, rubah itu panggilan sayang Brian kepadaku Mom..." ucap Aqira menggantikan Brian mencari alasan, sembari tersenyum manis pada sang mertua.
Dia tau bahwa Brian sedang kebingungan di sana. Entah dari mana Aqira mendapat ide seperti itu.
Risa mengernyitkan dahinya "Hahh..panggilan sayang..?"
"Kenapa aneh sekali?"
"Baru kali ini Mommy mendengar seorang suami memanggil istrinya rubah." heran Risa.
"Mmm.. itu..."
"Itu karena Aqira selalu punya cara supaya aku selalu berada di dekatnya Mom, makanya aku memanggilnya gadis rubah licikku." sergah Brian memotong ucapan Aqira.
Apa maksud tuan muda ini, aku ingin dekat dekat dengannya? Yang benar sajaaa..
Dasar.. pria menyebalkan gerutu Aqira dalam hati.
"Kalian ini memang benar benar pasangan paling aneh, Mommy heran..." ucapnya memandang Aqira.
"Bukankah itu terdengar lucu Mom?" tanya Brian lagi.
"Lucu dari mana, tidak adakah panggilan lain."
"Mom hanya aku yang memanggil istriku seperti itu, aku rasa itu sangat romantis."
"Romantis dari mana, kalian ini ada ada saja."
"Aqira memanggil apa kepada Brian?" Kini bertanya pada Aqira.
Aqira kelabakan "Aku...aku memanggilnya monster, iya monster..karena Brian selalu ganas di.. di....." cicit Aqira dengan wajah yang sudah merah padam.
"Ya ampun mulutku ini, asal asal saja, kenapa aku mengatakan monster , dan lagi ganas aaa...apa yang telah kukatakan.." rutuk hati Aqira.
"Monster?"
Apa lagi ini? Kalian ini memang aneh, tadi rubah sekarang monster"
"Kalian memang cocok yang satu licik, satu lagi ganas." ucap Risa terheran heran pada anak dan menantunya itu.
Di kantor, Brian juga heran entah dari mana sang istri bisa mendapat pemikiran seperti itu. Dia memang cocok di panggil rubah, selalu licik pikirnya.
"Sudahlah Mom tidak peduli dengan panggilan kalian, kalian rumit sekaligus aneh."
kalimat Risa terjeda sejenak.
"Brian, Mommy langsung saja.
Mulai minggu depan Aqira akan mulai program hamil."
"uhhuk uhhuk" belum selesai Risa melanjutkan ucapannya
"Apa Mom ? Program hamil?" Brian terkejut bukan main mendengar penuturan sang Mommy.
"Ya son, program hamil, kau setuju kan?"
"Daddymu selalu merengek minta cucu, kau tau sendiri bagaimana sifat Daddymu?"
Brian berpikir sejenak "Mmm.. Mom bisa kita bicarakan ini besok? Kami akan pulang ke mansion besok."
"Baiklah kalau begitu, kalian diskusikan saja dulu baik baik. Mommy harap kalian membuat keputusan yang baik"
"Iya Mom"
"Aku tutup dulu, aku ada meeting sebentar lagi"
"Baiklah son, selamat bekerja."
••••
Waktu sudah menunjukkan jam sebelas lewat, tapi matanya sedari tadi enggan untuk dirapatkan. Akhirnya dia memilih duduk di sofa itu, menggerak gerakkan bola matanya, agar matanya lelah lalu mengantuk, tapi tetap saja tidak bisa, biasanya kalau sedang susah tidur Aqira selalu melakukan itu.
Pikirannya masih terganggu dengan permintaan kedua mertuanya itu.
Apa yang harus kulakukan, bagaimana mungkin aku hamil anak pria monster itu, aku sungguh tidak mau, memang aku ini istrinya, tapi tetap saja aku tidak siap.
Brian saja membenciku, mana mungkin dia tertarik padaku, lagi pula aku juga bukan tipenya.
Lamunan Aqira buyar saat terdengar seseorang memutar knop gagang pintu kamarnya.
Siapa lagi kalau bukan suaminya, lelaki monster itu.
Aqira menoleh "Kau sudah pulang?" sapanya lalu berjalan ke arah Brian ingin mengambil tas dan membukakan jas sang suami.
Tetapi ditepis kasar oleh Brian "Tidak usah, jangan menyentuhku." ketus Brian
"Ta...tapi aku hanya menjalankan kewajibanku." cicitnya pelan.
"Sudah berapa kali kukatakan tidak usah berperan seolah kau menjadi istri yang baik." sarkasnya di hadapan Aqira.
Aqira terdiam, lagi lagi hatinya terluka oleh ucapan pria ini.Tapi Aqira berusaha tegar, untuk menutupi rasa sakit itu, dia tidak boleh terlihat lemah di hadapan lelaki ini.
"Kau tidak perlu melakukan itu semua, aku tidak butuh itu.
Kau hanya boleh menuruti apa yang kukatakan dan jangan sekali kali membantah, ingat itu!!" bentak Brian.
Aqira memilih diam, menjawab perkataan pria ini tidak pernah menang, hatinya sudah cukup sakit untuk melanjutkan perdebatan ini.
Setelah Brian meninggalkannya ke kamar mandi, Aqira langsung menjatuhkan badannnya di sofa.
Menelungkupkan kepalanya di ujung sofa itu dengan air mata yang sudah berlinang.
.
Pagi ini, Aqira sedang bersiap siap di depan meja riasnya.
Seperti janji Brian kemarin kepada Mommynya, mereka akan ke mansion hari ini.
"Jangan pernah berharap aku menginginkan anak darimu, sungguh aku tidak sudi."
Aqira menoleh, menatap pria itu, mencerna apa yang dia katakan baru saja.
Aqira sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak memasukkan ke dalam hati segala ucapan sang suami.
Tapi kenapa, hatinya selalu saja sakit mendengarnya, tidak mungkin dia memiliki perasaan pada pria kejam ini, Aqira selalu menampik pemikiran itu dari benaknya.
Aqira berusaha kuat "Dan aku juga tidak mau memiliki anak denganmu." Aqira menghela napas dalam.
"Kita sama sama tidak mau, jadi kau pikirkan saja nanti alasan yang tepat kepada Mommy dan Daddy." ucap Aqira ketus, tapi jauh di dalam hatinya dia merasakan sakit saat mengatakan itu.
"Tenang saja rubah kecil, aku sudah memikirkan itu." ucapnya lalu meninggalkan Aqira di kamar.
.
Mommy dan Daddy sudah menunggu putra dan menantunya sedari tadi.
Mereka sudah tidak sabar mendengar keputusan Brian.
Kini mereka berempat sudah duduk di ruang keluarga. Duduk berdampingan dengan pasangan masing masing.
"Bagaimana Brian, kalian sudah memutuskan permintaan Daddy?" ucap Darman tidak sabar.