“Bagaimana kau tahu?” tanya Cindy penasaran.
“Aku adalah sahabat Jason. Dia cerita padaku sebelum latihan basket tadi siang. Nah, kita sudah sampai di dalam kedai makan. Kau mau pesan apa? Ayo cepat pesan, tidak perlu sungkan,” ucap Jack sambil tersenyum pada Cindy.
Cindy berpikir sejenak dan membalik-balikkan buku menu yang berada dalam genggamannya. Jack yang berdiri di sampingnya pun menunggu dengan sabar. Pemilik kedai makan yang berada di hadapan mereka ikut memperhatikan gerak-gerik keduanya, seulas senyum pun terukir di bibir sang pemilik kedai, dia mengira Cindy dan Jack adalah sepasang kekasih.
Sebelum menjatuhkan pilihannya, Cindy menarik lengan Jack yang masih terbungkus jaket, gadis cantik berlesung pipi itu meminta Jack mendekat padanya, lalu ia pun berbisik.
“Jack, mendekatlah,” pintanya seraya melambaikan satu tangannya sebagai isyarat.
Jack pun paham, lalu pria itu mendekatkan wajahnya ke wajah Cindy. Matanya memandang lekat ke dalam bola mata gadis itu yang berwarna kecoklatan.
“Ada apa?” tanya Jack penasaran.
“Makanan di sini harganya cukup mahal. Apa kau yakin akan makan di sini?” tanya gadis itu.
Jack tersenyum dan memandang wajah gadis yang disukainya itu dengan tatapan bahagia. Lalu, dia menjawab, “Yakin. Bukankah sudah kukatakan untuk tidak memikirkan mengenai masalah harga? Pilihlah apa yang ingin kau makan, sekalian pilihkan makanan untuk Ken.”
Cindy balas menatap wajah tampan Jack dengan bentuk rahang yang tegas, tulang hidung yang tinggi, mata yang tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil, alis mata yang tebal serta bibir tipis berwarna merah muda. Sejujurnya secara fisik, pria di hadapannya tampak menawan. Dia telah tumbuh menjadi pria tampan, cukup berbeda jauh dengan penampakannya semasa sekolah dasar dulu.
“Apa kau sedang mengagumi wajah tampanku?” tanya Jack seraya menyeringai.
Cindy pun tersadar dari lamunannya dan lekas mengalihkan pandangannya ke arah lain, lalu menjawab, “Kau terlalu percaya diri. Aku pesan makan dulu.” Lalu, Cindy mulai menyebutkan pesanannya kepada sang pemilik kedai makan.
“Sudah selesai. Ayo kita duduk,” ajak Cindy pada Jack. Lantas, keduanya melemparkan pandang ke seluruh ruangan mencari tempat duduk kosong yang terlihat nyaman untuk mereka.
“Di sana, Jack. Ayo.” Cindy menarik tangan Jack menuju ke tempat duduk kosong yang berada di ujung ruangan, yang letaknya bersebelahan dengan jendela yang memiliki pemandangan yang indah. Jendela tersebut mengarah tepat ke area pantai, sehingga dari dalam kedai, mereka dapat melihat deburan ombak dan para pengunjung pantai yang sedang bermain ombak ataupun sekedar berjemur di bawah teriknya sinar matahari.
Keduanya duduk saling berhadapan. Cindy mengalihkan pandangannya ke luar jendela, gadis itu mengamati para pengunjung yang sedang bersenang-senang. Sementara, Jack menatap lekat ke wajah gadis yang disukainya itu, diperhatikannya dengan seksama setiap lekuk dari keindahan bentuk wajah yang dimiliki oleh gadis cantik berlesung pipi itu.
Cindy memang memiliki wajah yang manis dan tampak imut. Ia memiliki dua lesung pipi di pipi kiri dan kanannya, matanya cukup besar, meski hidungnya mungil tapi tulang hidungnya cukup tinggi, bibirnya mungil dan berwarna kemerahan, alis matanya tidak terlalu tebal, kulit wajahnya mulus tanpa noda jerawat ataupun yang lainnya.
Untuk memecah keheningan di antara mereka, Jack pun berinisiatif bertanya pada gadis itu, “Cindy, kau mau hadiah apa untuk ulang tahunmu nanti?”
Cindy cukup terkejut mendengar pertanyaan yang terlontar dari bibir Jack. Ia menoleh dan menatap wajah sahabatnya tersebut, lalu setelah terdiam cukup lama, ia menjawab, “Hmm, aku tidak tahu. Sejujurnya, aku pun bingung dengan apa yang kuinginkan. Oh, aku punya satu keinginan yang sepertinya mustahil untuk terwujud.”
“Apa itu yang kau anggap mustahil?” tanya Jack keheranan.
“Kau benar-benar ingin tahu?” tanyanya seraya tersenyum.
“Ya. Ayo cepat katakan.”
“Jika aku boleh meminta, aku ingin kedua orang tuaku hidup kembali, berkumpul seperti dulu. Bukan berarti karena beban yang kutanggung sekarang berat, tetapi aku merindukan mereka. Rasanya ada ruang kosong dalam hati yang tidak dapat diisi oleh siapapun,” ucap Cindy seraya menundukkan wajahnya, menatap alas meja dengan kedua tangan yang mengepal di atas meja.
Jack mengulurkan kedua tangannya, menyentuh tangan mulus Cindy yang mengepal, lalu berkata, “Cindy, hidup dan mati semua manusia sudah ditakdirkan oleh Yang Kuasa. Orang tuamu telah bahagia di alam sana, meski meninggalkanmu secara mendadak. Tapi, percayalah, Yang Kuasa pasti memiliki rencana yang indah untukmu dan juga untuk adikmu.”
Cindy menengadahkan kepalanya dan menatap wajah Jack dengan tatapan serius dan sekilas rasa tak percaya tergambar dengan jelas di wajah gadis itu.
“Apa ini benar Jack sahabatku semasa sekolah dasar dulu?” tanya Cindy dengan raut wajah yang tergambar rasa tak percaya.
“Tentu saja ini aku, ada apa denganmu? Oh, kau tahu, kau pasti berpikir aku seorang yang bijak, kan? Ayo mengakulah,” tanya Jack sambil menyunggingkan senyum manisnya.
“Sejak kapan kau berubah menjadi sedikit bijak? Aku benar-benar tak percaya,” jawab Cindy.
Saat Jack hendak membalas perkataan Cindy, seorang pelayan wanita datang mendekat ke meja yang mereka tempati, lalu wanita itu meletakkan makanan mereka ke atas meja, seraya berkata, “Silahkan dinikmati. Jika ada kekurangan atau tidak puas dengan makanannya, kalian dapat menyampaikan kepada atasan kami. Oh ya, makanan yang hendak dibawa pulang sedang kami siapkan. Mohon bersabar.”
“Oke, terima kasih,” jawab Jack.
Lantas, mereka berdua menyantap makanan yang telah terhidang. Asap dari makanan dan bau harumnya membuat mereka tergiur dan hampir meneteskan air liur. Keduanya tidak berbincang selama menyantap makan siang.
Tidak lama kemudian, keduanya pun telah menghabiskan makanannya dan Jack beranjak dari kursinya menuju ke meja kasir. Pria itu membayar sejumlah uang. Lalu, dia kembali ke meja dan duduk di hadapan Cindy sambil membawa sebuah kantung plastik yang berisi makanan untuk Ken.
“Lalu, apa rencana kita selanjutnya?” tanya Cindy.
“Berjemur atau main ombak, aku mau main ombak. Bagaimana denganmu?” jawab Jack.
“Aku menunggu di tepi saja, aku tidak suka bermain ombak, disamping aku tidak bisa berenang,” jawab Cindy.
“Baiklah, ayo.” Jack beranjak dari tempat duduknya, begitu pula halnya dengan Cindy, lalu pria itu menggandeng dan menarik tangan Cindy keluar dari kedai makan menuju ke pantai.
Siang itu, Jack bermain ombak, sementara Cindy duduk menunggunnya di tepi pantai, berteduh di bawah sebuah payung besar. Gadis itu duduk bersila sambil mengamati keindahan laut dari jauh.
Beberapa jam berlalu, langit yang semula cerah berubah menjadi gelap, angin kencang pun bertiup menerpa apa pun yang berada di darat, malam segera tiba. Cindy dan Jack pun bergegas berlari ke tampat parkir, mereka bergegas meninggalkan pantai.
Sepanjang perjalanan, Cindy memeluk erat tubuh Jack dari belakang. Hati pria itu sangat bahagia, seulas senyum pun terus berkembang di bibir tipisnya. Motor yang dikendarainya pun terus melaju menembus kepadatan jalan raya malam itu.
To be continued .....