Masa lalu

1114 Words
“Halo?” Bram lebih dahulu bersuara. “Hai Herman,” sapa seseorang yang jauh di seberang sana. Suara bariton khas pria yang terdengar lantang dan lugas ketika berbicara. “Herman?” tanya Bram tidak mengerti. “Sepertinya anda salah sambung.” “Hahahahaha ....” Pria yang belum memperkenalkan dirinya itu justru tertawa. “Oh iya, aku lupa, jika namamu kini berganti Bram. Bram seorang satpam dan hidup bahagia dengan menikahi seorang dokter bedah yang cantik.” Kedua mata Bram membulat. “Siapa kamu?!” serunya penuh amarah. “Di mana istriku?!” “Apa kamu lupa denganku?” tanya pria itu berbalik bertanya. Dahi Bram berkerut dalam. “Lupa denganmu? Bahkan aku tidak mengenalmu! Jangan berbicara melantur!” “Kamu tidak mengenalku ... Tentu saja Herman. Kamu hilang ingatan dan kini berganti nama menjadi Bram. Apa jika aku menyebutkan namaku, ingatanmu akan pulih? Aku adalah ....” Bram terdiam. Wajahnya kaku dan menunggu lanjutan dari kalimat yang akan didengarnya. “Aku adalah Jonthan, sahabat di masa lalumu. Kita adalah partner.” “Pratner?” tanya Bram lirih. Walau Jonathan sudah memberitahukan namanya dan juga menceritakan jika mereka adalah rekan kerja, tapi tetap saja Bram belum bisa mengingatnya. “Aku tidak mengenalmu ....” “Sudah, jangan banyak alasan!” seru Jonathan murka. “Kembalikan milikku yang sudah kamu ambil! Selama tiga tahun ini aku mencari keberadaanmu! Dan sekarang saatnya kamu mengembalikan semua milikku!” Bram semakin tidak mengerti. “Jelaskan padaku, apa milikmu yang ada bersamaku? Aku sama sekali tidak merasa menguasai apa pun. Bahkan rumah yang aku tempati ini adalah rumah istriku ....” “Sudah, jangan pura-pura kembali hilang ingatan! Aku tahu semua ini adalah akal-akalan kamu saja! Mengaku hilang ingatan dan mengganti nama. Mengubah identitas agar bisa menguasai berlian dan uang jutaan dollar yang harusnya kita bagi dua, kamu kuasai semuanya seorang diri!” “Entah Herman atau Bram dirimu kini, aku sama sekali tidak peduli! Kembalikan apa yang harusnya menjadi milikku! Kamu telah membuat rumit semua ini, maka kamu yang akan membayarnya!” teriak Jonathan membuat Bram tersentak. Bram kembali terkejut. Ia sama sekali tidak tahu mengenai berlian dan juga uang jutaan dollar yang dimaksud Jonathan. “Ak-aku ... aku memang tidak tahu apa pun dengan berlian dan uang jutaan dollar itu ... Tolong kembalikan istriku,” jawabnya memelas. “Jika kamu tidak segera memulangkan istriku, maka aku akan melaporkannya pada polisi!” “Polisi?” Nada bicara Jonathan seraya mengejek. Ia pun tertawa keras hingga terbahak-bahak. “Silahkan saja kamu melaporkan ini semua pada polisi! Justru masalahmu yang semakin rumit karena kamu adalah mantan penjahat kelas kakap. Apa menginginkan polisi mengetahui jika sepasialis perampok bank yang sangat ahli dan licin bagai belut, sulit ditangkap itu adalah kamu sendiri?” Bram kembali menelan ludahnya. Ini memang keputusan yang sangat sulit. Jika apa yang dikatakan Jontahan ini memang benar, maka masalah semakin rumit. Menceritakan pada polisi mengenai hal ini bukanlah solusi. “Bram? Apa kamu merindukan istrimu?” tanya Jonathan sembari berteriak pada anak buahnya untuk membawa Anna ke dekatnya. Tidak lama kemudian, Bram mendengar suara Anna. “Bram ...,” panggil Anna dengan suara bergetar menangis. Bram terkejut mendengar suara khas Anna. “Anna?! Kamu baik-baik saja! Di mana kamu? Aku akan menjemputmu!” Anna mengusap air matanya yang menetes. Pakaian tidur saat ia diculik sudah berganti dengan pakaian santai ala rumahan. Anna mengenakan t-shirt berwarna mustard dan celana panjang tiga perempat berbahan katun. “Aku tidak tahu di mana ini ... Aku ingin pulang Bram. Aku tidak tahu kenapa aku diculik. Mereka bilang aku diculik sebagai jaminan karena kesalahan di masa lalumu.” Bram ikut menangis mendengar suara Anna memohon. “Aku aku akan menjemputmu. Aku akan− ....” Belum juga kalimat Bram selesai. Ponsel yang dipegang Anna sudah beralih tangan. Jonathan merampasnya dan menggerakkan dagunnya ke depan, berisyarat pada dua orang anak buahnya untuk mengurung Anna kembali di dalam kamar. Anna mendelik tajam saat Jonathan mengarahkan telunjuknya ke arah ruangan di ujung. Dengan langkah berat dan wajah ditekuk, Anna terpaksa menurut. Walau diculik, sebetulnya Anna mendapatkan perlakuan yang baik. Bahkan Jonathan memberikannya beberapa pakaian ganti dan peralatan mandi untuk sementara dia dipaksa tinggal di sini. Jonthan membalas tatapan tajam Anna sembari memegangi ponsel mengarah ke daun telinganya. “Kenapa Bram? Kamu merindukan istrimu kah? Jika kamu ingin segera berkumpul dengan, cepat kembalikan semua milikku! Jangan sampai aku menjual istrimu untuk menjadi porn star!” “Lihat saja jika sampai kamu menyentuh istriku!” ancam Bram tidak terima. Bahkan ia tidak sanggup membayangkan Anna di dalam sarang penyamun. “Seperti yang aku bilang, cepat kembalikan semua milikku! Aku berikan kamu waktu tiga hari untuk mencarinya!” seru Jonathan sembari menutup panggilan teleponnya. “Halo? Halo!” Bram belum puas berbicara. Bahkan setelah mendengar suara Anna ia justru semakin kalut dan semakin rindu. “Tidak ... Kenapa hal ini terjadi!” teriaknya frustasi sambil meremas ponsel. “Bram? Apa kamu ada di rumah?” Suara ketukan di pintu halaman belakang rumah terdengar. Bram langsung menuju pintu di bagian belakang rumah. “Ya, aku di rumah!” sahutnya. Bram sudah tahu jika yang memanggilnya adalah Deri. Suara Deri sangat khas. Dan semenjak Deri tinggal di kawasan daerah sini selama satu tahun terkahir, Bram dan Deri bersahabat. Pintu belakang dibuka. Deri langsung masuk ke dalam yang langsung menuju ke bagian dapur. “Apa kabar? Maaf, aku tidak sempat menjengukmu saat dirawat di rumah sakit,” ujarnya pada Bram. “Iya, tidak apa-apa ... Aku sudah sehat sekarang,” sahut Bram enteng. “Bagaimana dengan Anna?” tanya Deri ikut cemas. “Apa sudah ada titik terang dari pihak kepolisian?” Bram menarik nafas panjang. “Belum ada ....” Wajah Deri ikut sedih saat melihat raut muka terpuruk yang terpampang di muka Bram. Kedua tangannya menepuk bahu Bram. “Semoga secepatnya ada titik terang. Apa si penculik meneleponmu atau memberikanmu pesan?” Bram langsung memberikan secarik kertas berwarna orange bertuliskan tinta hitam pada Deri. Deri mengambil kertas orange tersebut. Ia mulai membaca tulisannya, “Jika kamu menginginkan milikmu kembali, maka kembalikan milikku.” Setelah membaca satu kalimat yang tertulis di kertas orange tersebut. Kedua mata Deri menatap ke arah Bram. Bram menggelengkan kepalanya pelan. “Aku tidak mengerti dengan pesan ini. Tadi juga ada pria bernama Jonthan meneleponku. Dia mengatakan soal berlian dan uang jutaan dollar yang harus aku kembalikan padanya agar Anna bisa pulang dengan selamat ke rumah. Mirisnya aku tidak tahu soal berlian dan uang jutaan dollar tersebut ....” “Tapi aku tahu tentang berlian dan juga uang jutaan dollar yang dimaksud oleh Jonathan,” jawab Deri. Sontak Bram langsung terkesiap mendengar kata-kata Deri. “Bagaimana kamu bisa mengenal Jonathan?!” serunya dengan kedua mata mendelik tajam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD