Alice seorang penulis n****+ romance – dewasa sedang berlibur dari kesibukannya menulis n****+. Dia melihat beberapa orang yang terus bolak-balik di lobi hotel menyiapkan pesta pernikahan. Ah … atau pestanya itu akan dilaksanakan hari ini. Alice tidak tahu sama sekali. Alice mencari tempat duduk yang nyaman untuk dirinya melihat pemandangan dan menyegarkan otaknya sendiri.
Alice sudah lama tidak liburan lima bulan belakangan ini dia selalu di depan laptop hanya istirahat beberapa jam saja. Alice sudah muak bertemu dengan huruf-huruf yang dirangkainya menjadi kata dan jadilah sebuah n****+ yang selalu best seller. Bukan hanya di dalam negeri tapi di luar negeri juga,.
Alice menyukai Bali. Dulu dia sering berlibur ke luar negeri. Namun, pilihannya sekarang adalah Bali. Dengan nuansa yang sejuk dan menenangkan untuknya. Alice juga beruntung bisa menyewa tempat ini dan katanya hotel ini tidak menerima tamu lagi karena di booking oleh orang yang mengadakan pesta pernikahan di sini.
Siapa orang itu?
Orang itu pasti orang kaya yang mampu membooking seluruh hotel ini. Alice melirik pada para tamu yang berdatangan dengan pakaian mahal dan bagus mereka. Alice tahu mana pakaian mahal mana yang murah. Dia pecinta brand-brand yang ternama. Para tamu yang datang ke acara pernikahan ini orang kaya semua.
“Jeno apa-apaan Mas. Dia nggak ada angin nggak ada hujan langsung kasih undangan ke rumah. Memangnya dia kira kita ini siapa dia? Orang lain?”
“Kamu diam aja. Yang penting dia sudah mau nikah.”
“Ya. Aku kesal sama dia. Kenalin dulu kek calon istrinya bukan malah sebar undangan seperti ini.”
Alice yang mendengar ucapan sepasang suami istri itu hanya tersenyum dan mengulum senyumnya. Mereka berdua tampak sangat serasi sekali. Alice sangat suka dengan pasangan yang seperti ini bukan yang berlagak sok romantis di depan umum. Mereka memang berdebat, namun debatan mereka terlihat lucu dan mengemaskan. Ah … Alice ingin menikah.
Sadar Alice! Kau ingin menikah dengan siapa? Punya pacar saja tidak.
Alice mengerutu mengingat dirinya yang tidak pernah pacaran sama sekali. Setiap kali laki-laki mengajaknya untuk berpacaran atau dekat dengannya. Maka Alice selalu menghindar dan menolak setiap laki-laki yang mendekatinya.
Mohon maaf … bukan Alice sok jual mahal atau sok cantik. Tapi, laki-laki yang mendekati dirinya dan mengajak dia pacaran adalah laki-laki yang ingin mengajak dirinya hidup susah. Sorry-sorry saja. Alice bekerja keras dari pagi sampai tengah malam di depan laptop untuk membuat hidupnya senang dan berkecukupan.
Dengan gampangnya para laki-laki yang hanya modalkan kata cinta mengajaknya menikah. Gampang sekali kalau ngomong. Mereka tidak sadar diri, hanya modal tampang sok keren dan dompet yang kere sok mengajak anak gadis orang lain menikah.
Cih! Memangnya keperluan rumah tangga bisa dibeli dengan daun?
Atau makan bisa romantis sepiring berdua? Bukannya romantis malahan mati kelaparan. Alice saja makan lebih dari sepiring untuk dirinya sendiri dan tidak bisa berbagi makanan dengan orang lain. Itu bukan romantis tapi susah.
“Pa! Dia mau nikah sama siapa? Mama penasaran. Baru mau tiga minggu diusir dari rumah udah nyebar undangan segala. Memangnya anak kita laku juga?”
“Ma! Bukannya Mama yang ingin dia menikah. Kenapa Mama ragu sekarang?”
“Mama nggak ragu Pa. Tapi, Mama tidak yakin dia akan menikah. Papa lihat saja, dalam undangan yang diberikan oleh orang suruhan dia tidak ada nama calon pengantin perempuannya sama sekali. Jadi, dia mau nikah dengan siapa? Hantu? Mbak Kunti? Atau Mbak Pocong?”
“Sudah Ma. Sudah. Jangan ngomel terus. Anak kamu mau nikah loh, jangan berpikiran yang negative pada anak sendiri. Ayo, kita masuk saja ke dalam. Sebentar lagi ini acaranya akan dimulai.”
Alice melihat pada pasangan paruh baya itu dan tertawa pelan. Mereka sepertinya orangtua dari pengantin laki-laki. Mereka tampak lucu dan sepertinya seru mempunyai mertua seperti mereka. Beruntung sekali gadis yang akan masuk ke dalam keluarga mereka. Karena kelihatannya keluarga dari pihak laki-laki sangat baik dan seru semua.
***
Jeno melihat arloji di pergelangan tangannya. Acaranya akan segera dimulai dan di mana dirinya mencari calon istri? Sudah dua minggu dirinya menjelajahi Bali untuk mencari wanita yang akan diajaknya menikah. Namun, bukannya ketemu malah semakin sulit untuk ditemukan.
Ah … pasti Jeno akan dimarahi oleh ibunya ini. Kalau sampai dia ketahuan berbohong tentang pernikahan ini. Tuhan … tolong dirinya. Semoga dia bisa menemukan gadis yang akan dinikahinya dalam waktu dua puluh menit ke depan. Jeno mengelilingi hotel ini mana tahu ada gadis yang duduk sendirian dan pastinya tidak terikat dalam pernikahan.
Ingat. Jeno tidak mau menjadi perebut istri orang. Walaupun sekarang merebut istri atau suami orang sangat trend sekali di dunia ini. Namun … dia sebagai laki-laki sejati, tampan, dan kaya tidak boleh melakukan itu.
“Huh! Di sini adakah gadis yang cantik dan masih lanjang? Kenapa hotel sebesar ini tidak memiliki tamu yang masih lajang dan tentunya masih gadis.” Gerutu Jeno dan terus melihat ke sudut arah hotel.
Jeno menghentikan langkahnya melihat gadis yang duduk sendirian di kursi yang mengarah ke pantai dan tidak ada tanda-tanda gadis itu sudah memiliki pasangan. Jeno melebarkan senyumannya dan berjalan mendekati gadis itu. Yaps. Gadis itu sesuai dengan tipe yang diinginkan olehnya untuk menjadi istrinya.
“Hem. Permisi. Saya boleh bertanya?” Jeno menatap gadis itu dengan senyuman manisnya.
Gadis itu melihat Jeno dan mengerutkan kening. “Ya?”
“Nama kamu siapa? Maksudnya nama asli kamu?” tanya Jeno.
“Alieceon. Dipanggil Alice.”
Jeno melebarkan senyumannya. “Kamu sudah menikah?” tanya Jeno lagi.
“Belum. Memangnya kenapa?” tanya Alice bingung. Kenapa laki-laki asing di depannya ini menanyakan hal yang sangat pribadi sekali dan pastinya sensitive di telinga Alice. Alice sudah bosan mendengar pertanya sudah menikah belum? Sungguh pertanyaan yang sangat menyebalkan sekali.
Jeno semakin melebarkan senyumannya. Tepat sasaran. Gadis di depannya masih sendiri. Sudah cantik, belum menikah, dan yang pastinya gadis di depannya ini bukan tipe wanita yang menye-menye.
“Baik. Perkenalkan nama saya Jenovan Aklenio, dan sekarang kita akan menikah. Ingat nama saya Jenova Aklenio jangan salah nanti saat pengucapan janji suci.” Ucap Jeno dan menarik Alice dan membawanya ke tempat pernikahan yang sudah disiapkan oleh Jeno.
Alice yang mendengar itu terkejut dan tidak mengerti sama sekali.
“Eh? Apa yang kamu lakukan?” tanya Alice.
Jeno melihat pada Alice dan tersenyum. “Kita akan menikah.” Jawab Jeno melebarkan senyumannya.
Alice linglung dan tidak tahu harus mengatakan apa.
Menikah?
Sekarang?
Dengan laki-laki yang tidak dikenalnya?
Ya Tuhan … mimpi apa dirinya semalam?!
***