Rintangan dari Dalam Diri

1047 Words
Langit pagi terlihat pucat, menggambarkan suasana hati Abizar yang kacau. Ia duduk sendirian di ruang tamu mansion-nya, membiarkan keheningan menguasai ruang besar itu. Gelas kopi di depannya telah dingin, tak disentuh sejak tadi. Matanya menatap kosong ke meja, pikirannya dipenuhi berbagai pertanyaan dan keputusan yang belum terselesaikan. Hidupnya selama ini adalah tentang perintah dan tanggung jawab. Tidak pernah ada ruang untuk mempertanyakan apa yang benar-benar ia inginkan. Tapi Elsa mengubah semua itu. Untuk pertama kalinya, ia merasa ada sesuatu yang patut ia perjuangkan, bahkan jika itu berarti melawan keluarganya, kehilangan status, atau mengorbankan kenyamanan yang selama ini ia miliki. Namun, semakin lama ia merenung, semakin ia dirundung keraguan. Apakah aku cukup kuat untuk melawan semuanya? Apakah aku pantas untuk Elsa? --- Telepon di atas meja bergetar, memecah keheningan. Nama Hiro muncul di layar. Dengan gerakan malas, Abizar meraih telepon itu dan menjawab panggilan tanpa banyak bicara. “Ada apa?” tanyanya lesu. “Abizar, aku punya kabar buruk,” suara Hiro terdengar serius. “Aku sudah menyelidiki pesan yang diterima Elsa. Bukan hanya Natasya yang terlibat, tapi ada pola aktivitas lain. Sepertinya dia bekerja dengan seseorang.” Abizar memejamkan mata, menahan amarah yang mulai membakar dadanya. “Jadi ada orang lain yang ikut campur?” “Ya,” Hiro menjawab singkat. “Dan mereka sepertinya mencoba menghancurkanmu dari semua sisi.” Abizar terdiam, menghela napas panjang sebelum akhirnya menjawab, “Terima kasih, Hiro. Aku akan menangani ini sendiri.” Setelah menutup telepon, ia kembali duduk, membiarkan keheningan kembali menguasai ruangan. Setiap langkah yang ia ambil terasa seperti berjalan di atas pisau—satu kesalahan saja, semua bisa berakhir. --- Di sisi lain kota, Natasya duduk di sebuah kafe mewah. Senyumnya tipis, tatapannya penuh perhitungan. Ia memandangi ponselnya, membaca ulang pesan singkat yang baru saja ia terima dari salah satu orang suruhannya. _"Semua sudah siap. Foto akan diambil sesuai rencana."_ Ia menyeringai puas. Permainannya berjalan lancar. Jika rencananya berhasil, Elsa akan benar-benar membenci Abizar, dan ia bisa menarik pria itu kembali ke dalam genggamannya. Seorang pria berpakaian rapi dengan kamera besar tergantung di lehernya masuk ke kafe, menghampirinya dengan langkah percaya diri. “Nona Natasya, semuanya sudah diatur,” katanya sambil duduk di hadapannya. “Bagus,” jawab Natasya. “Pastikan hasilnya terlihat nyata. Aku tidak mau ada celah sedikit pun.” Pria itu mengangguk dan pergi meninggalkan kafe. Natasya kembali menyesap cappuccino-nya, senyum licik masih menghiasi wajahnya. Permainan baru saja dimulai. --- Sore itu, Abizar memutuskan keluar dari mansion. Ia merasa butuh udara segar untuk meredakan pikirannya. Dalam perjalanan, ia menerima pesan dari Natasya. Pesan itu berisi ajakan untuk bertemu di sebuah restoran. Alasannya? Ia ingin membicarakan keluarganya. Abizar merasa curiga, tetapi ia tetap memutuskan untuk datang. Ia ingin tahu apa yang sedang direncanakan wanita itu. Restoran yang dipilih Natasya adalah tempat mewah di pusat kota, penuh dengan orang-orang berstatus sosial tinggi. Abizar tiba lebih awal dan memilih duduk di sudut yang agak sepi. Natasya datang tak lama kemudian. Gaun hitam sederhana yang ia kenakan berhasil menarik perhatian beberapa orang di ruangan itu, tetapi Abizar tidak peduli. Tatapannya tetap dingin ketika wanita itu berjalan mendekat. “Terima kasih sudah datang,” kata Natasya sambil tersenyum. “Apa yang kau inginkan?” Abizar langsung bertanya tanpa basa-basi. Natasya mengangkat bahu, masih mempertahankan senyumnya. “Aku hanya ingin bicara. Kau tahu, tentang keluargamu dan… Elsa.” “Jangan bawa Elsa ke dalam percakapan ini,” potong Abizar. “Oh, Abizar,” Natasya menghela napas dramatis. “Kau terlalu keras kepala. Elsa itu bukan untukmu. Keluargamu sudah memutuskan apa yang terbaik, dan aku hanya ingin membantumu melihat itu.” Abizar mengepalkan tangannya di bawah meja, mencoba menahan diri untuk tidak meninggalkan tempat itu. “Jika kau benar-benar peduli, kau tidak akan menghalangi aku untuk memilih apa yang aku inginkan.” Sebelum ia sempat melanjutkan, seorang pelayan datang membawa minuman. Saat itu, pria dengan kamera di meja sebelah memanfaatkan momen tersebut untuk mengambil beberapa foto dari sudut tertentu. Dalam foto itu, Natasya tampak sedang tersenyum manis kepada Abizar, seolah-olah mereka adalah sepasang kekasih yang sedang menikmati makan malam bersama. Abizar tidak menyadari apa yang sedang terjadi. Ia hanya ingin percakapan itu selesai secepat mungkin. --- Di mansion Elsa, suasana terasa sunyi. Elsa duduk di ruang kerjanya, mencoba membaca buku, tetapi pikirannya terlalu kacau. Ia memandangi ponselnya yang tergeletak di meja. Sebagian dari dirinya ingin menelepon Abizar dan meminta penjelasan tentang pesan yang ia terima, tetapi rasa sakit itu terlalu kuat. Namun, harapannya untuk sedikit ketenangan hancur ketika sebuah pesan baru masuk. Pengirimnya tidak dikenal, tetapi isi pesan itu cukup untuk membuat hatinya terhenti. Foto Abizar bersama Natasya di restoran, tampak intim. Ada keterangan di bawahnya: _"Dia bersenang-senang sementara kau hancur memikirkannya. Masih mau percaya?"_ Air mata mulai mengalir di pipinya. Elsa memandangi foto itu berulang kali, mencoba mencari penjelasan, tetapi semuanya terasa jelas. Ia merasa dikhianati. Lagi. Livia masuk ke kamar tanpa mengetuk, membawa beberapa dokumen. Ketika ia melihat wajah Elsa yang pucat, ia langsung mendekat. “Ada apa?” tanyanya cemas. Elsa menyerahkan ponselnya tanpa berkata apa-apa. Livia membaca pesan itu, lalu menghela napas panjang. “Elsa, ini mungkin jebakan. Kau tahu Natasya tidak akan berhenti sampai dia memisahkan kalian.” Elsa menatap Livia dengan mata yang mulai memerah. “Tapi bagaimana kalau ini benar? Bagaimana kalau aku hanya menjadi permainan lain untuk Abizar?” “Kau tidak bisa mengambil kesimpulan hanya dari foto,” balas Livia. “Kau harus dengar penjelasannya.” “Penjelasan apa?” Elsa menggelengkan kepala. “Semua ini sudah cukup jelas.” --- Malam itu, Abizar kembali ke mansion. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Seluruh situasi terasa salah. Saat ia masuk ke ruang kerjanya, ponselnya berbunyi. Sebuah pesan dari Hiro muncul di layar: _"Natasya terlibat lebih dalam dari yang kita duga. Aku menemukan bukti tambahan."_ Namun sebelum ia sempat membaca lebih jauh, ponselnya kembali bergetar. Kali ini, Elsa menelepon. Abizar langsung menjawab, meskipun dadanya berdebar kencang. “Elsa?” suaranya terdengar penuh harap. “Kita perlu bicara,” jawab Elsa singkat. “Elsa, aku bisa jelaskan—” Tetapi telepon itu sudah terputus sebelum Abizar sempat menyelesaikan kalimatnya. Ia menatap layar ponselnya dengan frustrasi, merasa seperti segalanya semakin lepas kendali. Abizar tahu, apapun yang akan terjadi selanjutnya, ini akan menjadi momen penentuan. Ia hanya berharap masih ada cara untuk menyelamatkan hubungannya dengan Elsa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD