BAB 1

1369 Words
Restoran siang ini tak terlalu ramai. Cuaca yang sangat panas mungkin menjadi alasan orang tidak mau keluar rumah. Adimas—sang pemeran utama cerita ini—bersama sahabat cowoknya yang bernama Arsya, tengah duduk bersantai di pojokan sambil menikmati jus mangga. Tiba-tiba seorang cewek dengan rambut sebahu mendekati meja mereka. Ia berjalan melenggok dan menghampiri Arsya. "Arsya!" panggilnya, lalu duduk di kursi yang kosong. "Hai, Sari," balas Arsya menyapa. Gadis yang menyapa Arsya mengernyitkan dahinya. "Kok, Sari?" Adimas langsung menahan tawa. Ia tahu jika Arsya telah salah menyebut nama. "Eh, eh, maksudnya Mentari," ulang Arsya. "Mentari, siapa, ha?" Gadis itu dibuat kesal. "Tuh, di luar, panas, 'kan." "Itu matahari, woi," sahut Adimas yang tak tahan dengan geli di perutnya. "Eh, iya, itu ... maksudnya entu ...." Arsya menggaruk kepalanya. Mencoba mengingat siapa nama cewek di depannya itu. "Ka--kamu nggak ingat nama aku?" tanya gadis itu dengan raut muka kecewa. "Eh, i--ingat, kok, ingat. Nama kamu Reni, 'kan?" "Woi, itu nama nyokap lo, nj*r" "Eh, maksudnya Farah." Adimas melempar topinya ke Arsya. "Itu nama emak gue!" kata Adimas gemas. "Terus, siapa, dong?" Arsya semakin menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Kita putus!" ucap gadis yang sebenarnya bernama Tari. Ia menatap penuh kecewa kepada Arsya. "Eh-eh, kok, ya udah, sih, nggak pa-pa," jawab Arsya santai, sambil menyeruput jusnya. "Ih, lo jahat banget jadi cowok! Gue benci sama lo." Tari lalu menabok Arsya yang membuat cowok itu tersedak. Setelah itu, Tari pergi meninggalkan meja Arsya dan keluar dari restoran. "Mampus," cibir Adimas. Ia pun mengeluarkan gelak tawa yang sejak tadi ditahannya. "Gila juga, tuh, cewek. Lagian gue nggak tau namanya siapa." "Makanya, Sya. Punya cewek, tuh, satu aja, jangan satu sekolahan jadi pacar lo. Pusing sendiri, 'kan." "Ya, gimana ... gue suka semuanya, sama, tuh, kayak lirik lagu ... satu-satu sayang ibu, dua-dua sayang bapak, tiga-tiga sayang adek-kakak eh gue kagak punya adek atau kakak, ya udah sayang lo. Satu dua tiga sayang semuanya. Nah, makanya gue sayang semua cewek!" "Apa tadi, apa? Sayang gue? Dih, geli, anj*r." Adimas bergidik ngeri. "Emangnya salah?" "Ya, salahlah, Ijon!" "Di mana salahnya?" tanya Arsya lagi. "Dih, mana gue tau!" Arsya adalah sahabat satu-satunya Adimas yang tahu segala rahasia dan seluk-beluk tentang keluarganya. Arsya sudah seperti saudara kembar Adimas, karena mereka lahir pada hari, jam, menit, dan rumah sakit yang sama. Sejak itulah, kedua ibu mereka bersahabat. Konon, katanya persahabatan antara cewek dan cowok pasti akan menyimpan rasa salah satunya, atau ingin berharap lebih. Lalu, bagaimana dengan mereka? Melihat penampilan Adimas saja Arsya langsung mengundurkan diri, karena Adimas termasuk gadis tomboy yang gaya dan semuanya memang seperti laki-laki. Mulai dari rambut Adimas yang pendek dan cepak. Pakaian yang selalu memakai jeans dan kaos dilampisi jaket atau hoodie. Badan kurus, tetapi tinggi tegap. Bahkan bukan satu dua orang lagi yang mengira Adimas cowok, tetapi sudah sangat banyak. Akan tetapi, walaupun fisik Adimas yang seperti lelaki, wajahnya tetap soft. Hidung runcing, bibir merah, alis tebal, dan muka tirus. Adimas juga memiliki gingsul yang membuatnya tampak lebih manis. Kulitnya tidak terlalu putih. Matanya bulat bewarna hitam pekat, bulu mata panjang, tetapi tidak lentik. Adimas terbilang sangat cantik. Namun, cantik tidak melekat pada dirinya, melainkan sering disebut ganteng. Jarang diketahui identitas aslinya, karena Adimas menyembunyikan itu. Selama ini Adimas homeschooling. Berbeda dengan Arsya. Pria tampan yang tengil itu adalah cowok tulen, mungkin sikapnya saja yang menyebalkan. Arsya adalah playboy cap buaya. Memiliki wajah yang tampan dimanfaatkan oleh Arsya untuk menggoda cewek-cewek. Sampai saat ini, mungkin mantan Arsya sudah lebih dari tiga ratus orang. Arsya sekali pacaran bisa bersama dua puluh cewek sekaligus. Bukan lagi diduakan, tetapi di-duapuluh-kan. Namun, cewek-cewek itu kadang tak mempermasalahkan, karena dekat dengan Arsya saja sudah membuat mereka senang. Arsya memiliki wajah putih, bahkan lebih putih daripada Adimas, karena Arsya sering memakai skincare. Rambut acak-acakan, nan menggoda. Gigi kecil-kecil yang tersusun rapi. Pipi chubby, bulu mata lentik. Mata bewarna cokelat. Hidung mancung, tetapi lebih mancung hidung Adimas. Arsya lebih tinggi sepuluh cm dari Adimas. Arsya lebih suka makanan manis dan tidak tahan pedas, sedangkan Adimas sebaliknya. Adimas merupakan pecinta pedas, tak terlalu suka makanan manis. Terakhir, yang paling penting adalah. Arsya tidur dalam keadaan lampu menyala, sedangkan Adimas tidur dalam keadaan mati lampu. Pernah waktu kecil mereka tidur bersama. Alhasil, karena ketidakcocokan lampu. Mereka begadang semalaman. Sejak itu, mereka tak pernah tidur bareng lagi. Rumah mereka berdekatan, bahkan bersebelahan. Orang tua mereka sengaja memilih rumah itu di kawasan Jakarta. Agar bisa tetanggaan. Arsya anak tunggal. Sedangkan Adimas memiliki banyak saudara, tetapi bukan saudara se-ayah dan se-ibu. Hanya saudara tiri saja, karena ayah Adimas yang memiliki banyak istri. "Eh, pulang, yuk!" ajak Adimas. "Oke." *** Adimas pulang ke rumahnya. Gadis itu tinggal di sini bersama maminya. Hanya berdua. Ada alasan yang membuat Farah—Mami Adimas—untuk tinggal berpisah dengan suaminya, tetapi orang tua Adimas tidak bercerai. Gadis itu juga sering berkunjung ke rumah Alex—ayahnya. "Dari mana, De?" tanya Farah saat Adimas masuk ke rumah. "Dari luar, Mam. Sama si Arsya." "Oh, ya udah. Makan, sana! Ada terong kesukaan kamu." "Mami udah makan?" tanya Adimas. "Belum, De. Nanti aja, Mami belum lapar." "Ya udah, De juga nanti, masih kenyang." Farah memang memanggil Adimas dengan panggilan khusus 'De' hanya ada dua orang yang memanggilnya dengan sebutan itu. Yaitu, Farah dan Arsya. "Duduk sini dulu, De. Ada yang mau Mami bicarakan." Adimas pun menurut saja. Ia duduk di samping Farah. "Apa, Mam?" "Papi kamu mau nikah lagi." "Hah? Lagi, Mam?" Adimas berdecak, kenapa ayahnya itu memiliki hobi memperbanyak istri. Mentang-mentang kaya? Seharusnya satu saja cukup. "Tapi Mami curiga, deh. Mami nggak suka lihat pacar papi kamu yang sekarang, usianya juga nggak jauh dari kamu, De." "Hah, berarti papi nikah sama gadis, Mi?" "Mungkin." "Mami kenal?" tanya Adimas. "Nggak, sih, tapi papi kamu pernah lihatin fotonya ke Mami." Adimas mengerutkan keningnya. "Terus, gimana, Mi?" "Kamu harus selidiki pacar papi kamu itu, dia baik atau nggak, nanti kalau dia ada niat jahat, kasian papi kamu." "Hm ... ya udah, Mam. Besok De ke rumah Papi, ya." "Bagus, selidiki ya, De." "Iya, Mam." *** Arsya tersentak dari tidurnya. Matanya refleks menatap jam di dinding. Jam menunjukan pukul tiga pagi. Ia kembali bermimpi yang sama. Arsya pun memilih duduk. "Siapa, sih, cewek di mimpi gue itu!" Arsya mengambil segelas air yang memang terletak di nakasnya. Ia pun meneguk air itu sampai habis. "Kalau pun dia jodoh gue, terus ... kenapa munculnya sekarang? Mukanya juga kagak keliatan. Ahelah, misteri banget, tuh, cewek." Arsya kembali berbaring. Matanya menatap langit-langit kamar. "Apa ini peringatan buat gue berhenti jadi playboy, ya?" Tangan Arsya pun mengambil HP-nya. Ada banyak kontak cewek, Arsya menamai kontak mereka dengan nama yang aneh-aneh, seperti .... Cewek ketemu di empang. Cewek ketemu di angkot. Cewek ketemu di pasar abang. Cewek suka manjat kelapa. Cewek tukang pijat cantik, berhenol. Masih banyak lagi. Ada delapan ratus kontak di HP Arsya. Lima puluh persennya adalah pacar Arsya, dua puluh lima persennya adalah mantan Arsya, dan sisanya adalah calon pacar Arsya. Cowok itu mempunyai dua ponsel. Satu HP khusus untuk pacaran, satu lagi untuk keluarga dan orang terdekat. HP privasi bagi Arsya, hanya ada kontak orang tuanya, Adimas, dan Mami Adimas. Hanya orang-orang tertentu yang bisa masuk ke kontak HP privasi Arsya. Setelah lama melamun, Arsya meimilih bangkit dari tidurnya. Ia masuk ke kamar mandi yang memang ada di kamarnya, lalu mengambil wudhu. Lebih baik Arsya menunaikan tahajud, meminta ampunan-Nya. Walaupun sikap Arsya seperti itu, akan tetapi ia selalu ingat dengan kawajibannya sebagai umat muslim. Begitupun dengan Adimas. Nakal boleh, ninggalin sholat jangan! Ya itulah prinsip keduanya. *** Pagi pun tiba. Seperti biasa, aktivitas kembali jalan. Arsya berdecak kesal, karena ban motornya mendadak bocor. Ia akan terlambat, jika harus menunggu motornya diperbaiki. Alhasil, Arsya menunggu angkot atau bis yang lewat. Ia duduk di halte. Namun, yang buat Arsya kesal, sudah hampir sepuluh menit ia menunggu tak ada angkot atau bis pun yang lewat. "Ah, bisa telat gue kalau gini," kesal Arsya. Sebuah mobil alphard berhenti di depan Arsya. Kaca mobil itu turun memperlihatkan orang di dalamnya. "Kamu SMA Bakti Negeri, 'kan?" tanya cewek yang duduk di mobil itu. "I--iya," jawab Arsya. "Ya udah, bareng, yuk!" ajaknya membuat mata Arsya berbinar. Siapa gadis itu? Entah kenapa jantung Arsya berdetak lebih cepat saat menatap muka gadis cantik itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD