SALING MERINDU

1160 Words
“Apa kamu tidak bisa melihat situasi? Ini sudah malam dan kamu masih mengangguku! Apa belum puas membuat aku marah?” Gerutu Ye Jun dengan sorot mata tajamnya yang tampak tak senang melihat Ae Ri ada di dalam ruang kerjanya. Setelah memutuskan untuk langsung kembali ke rumah, Ye Jun pun menghabiskan waktu di ruang kerja agar bisa memeriksa laporan perusahaan semasa ditinggal berlibur. Meskipun semua ini diembankan kepada Ae Ri, namun Ye Jun enggan berada dalam satu ruangan bersama sepupu cantiknya. Kekesalannya masih membuncah dan ia merasa harus bersikap tegas kepada Ae Ri sebelum nantinya wanita itu semakin melunjak. “Aku hanya antisipasi barangkali kamu perlu bantuanku. Laporan itu aku yang susun, jadi aku siap menjelaskan yang tidak kamu pahami.” Kilah Ae Ri dengan entengnya membeberkan alasan kuat bahwa Ye Jun tidak bisa mengusirnya. Ye Jun memiringkan sedikit layar laptop di hadapannya agar tidak menghalangi penglihatannya kepada Ae Ri. Ia menyandarkan punggungnya pada kursi kebesarannya lalu melipat kedua tangan, tampang yang tidak bersahabat itu harusnya bisa dipahami Ae Ri bahwa Ye Jun sedang tidak ingin bercanda. “Ae Ri, jika bukan menimbang hubungan kita sebagai sepupu, mungkin aku sudah tidak berpikir panjang memberimu kesempatan. Setelah apa yang kamu lakukan ketika aku di Jakarta, apa kamu mau aku sungguh membuat perhitungan denganmu?” “Emang apa salahku?” Ae Ri berlagak polos seraya memanyunkan bibirnya. Ye Jun berdecak kesal, “Apa perlu aku ingatkan lagi kelakuanmu yang di luar batasan itu? Untuk apa menyewa detektif gadungan untuk memata-mataiku?” “Oh itu... Antisipasi saja, siapa tahu gadis lokal yang kamu ajak bercinta di sana ternyata buronan atau apapun itu yang buruk dan membahayakanmu. Aku hanya meminimalisir kejadian buruk menimpa satu-satunya pewaris keluarga Lee.” Celetuk Ae Ri tanpa merasa bersalah sama sekali. Ye Jun mengatupkan kedua tangannya hingga menimbulkan bunyi otot yang dilonggarkan. Pandangannya tidak teralihkan dari wajah cantik nan menyebalkan Ae Ri. “Kalau kamu memang peduli pada pewaris tunggal keluarga Lee ini, sekarang aku minta kamu patuh. Tinggalkan aku dan jangan mengangguku sebelum aku yang mau menemuimu.” Wajah tenang Ae Ri seketika berubah masam, tak senang kembali diusir dan kali ini justru diberikan ultimatum. Ia membalikkan tubuh dengan kasar, menghentakkan kaki jenjangnya sebelum melangkah keluar dan menerima kekalahannya. Demi menjadi satpam di dekat Ye Jun, ia rela menahan lelah dan kantuknya, padahal Ae Ri tidak terbiasa begadang, tapi karena saking takutnya ia kehilangan Ye Jun, sampai-sampai hal bodoh pun dilakukannya. ‘Awas saja kalau dia sampai menghubungi gadis lokal itu, aku akan buat perhitungan dengan dia!’ Gerutu Ae Ri begitu dirinya benar benar sudah keluar dari ruang kerja Ye Jun. “Huft... Akhirnya.” Ye Jun menghela nafas lega, jemarinya dengan cepat mengeluarkan ponsel yang ia simpan di dalam laci. Bukan maksud hatinya melupakan atau bahkan mengabaikan Ilona, hanya saja waktu yang belum tepat untuk melepas rindu via ponsel dengan tenang. Ae Ri bisa saja membuat ulah dan Ye Jun harus lebih cerdik mengakalinya. Ia memencet kontak Ilona, senyum Ye Jun mengembang, hanya dengan melihat foto profil Ilona yang terlihat cantik dan ceria saja bisa membuat hatinya girang. “Kamu sedang apa Ilona? Apa sudah tidur?” Gumam Ye Jun bertanya sendiri lantaran merasa panggilannya terlalu lama direspon oleh wanita itu. Ilona tertidur di atas sofa setelah kenyang dengan dua cup mie instan dan menggalaukan Ye Jun yang tak kunjung menghubunginya. Getaran bercampur dering nyaring ponsel mengejutkannya sehingga Ilona terbangun gelagapan. Dihiraukannya kantuk yang masih mendominasi serta kepala yang sedikit pusing akibat bangun terkejut, yang paling penting seseorang yang ditunggu sudah menghubunginya. Diraihnya ponsel yang tergeletak di atas meja kemudian menerima panggilan video itu segera. Senyum manis serta wajah berseri Ye Jun menjadi pemandangan pertama yang menyegarkan mata Ilona kembali. “Hi, are you sleeping?” Seru Ye Jun, pertanyaan basa basi itu tercetus begitu saja padahal jelas dari tampang kusut Ilona yang khas orang bangun tidur itu sudah menjawab pertanyaan itu. “Ng....” Ilona grasak grusuk merapikan rambutnya dengan sisir jari, hanya bisa tersenyum kecut seperti maling yang kepergok. Ye Jun menghela nafas, merasa sedikit bersalah karena sudah mengusik tidur kekasihnya. “Sorry....” Kemudian ia mengambil salah satu ponselnya sebagai penerjemah. Ia paham kemampuan bahasa Inggris Ilona yang pas-pasan itu tidak sanggup mencerna kata-katanya nanti. Demi mengimbangi Ilona agar tidak membuat gadis itu minder, ia pun berpura-pura tidak bisa berbahasa Inggris dengan lancar dan selalu mengandalkan aplikasi sebagai penyambung lidah. Ye Jun mengucapkan beberapa kata kemudian menyodorkan ponsel itu agar terdengar dari panggilan video bersama Ilona. “Maaf aku baru menghubungimu. Ada sedikit urusan kerjaan yang harus aku selesaikan secepatnya, hmm... Kamu sudah makan kan? Kamu tidur di mana malam ini?” Tanya Ye Jun, langsung dengan todongan pertanyaan. Ilona tersenyum miring, antara harus senang atau marah mendengar alasan keterlambatan Ye Jun memberinya kabar. Namun hatinya yang sedang rindu akut dan rentan luluh itu mendadak trenyuh saat mendengar perhatian Ye Jun yang ia rindukan itu. Betapa pria itu masih memperhatikan kondisinya. Sikap diam Ilona pun mencair saat ia menyadari Ye Jun menunggu jawabannya, ia menggelengkan kepala dengan cepat lalu memencet aplikasi terjemahan untuk mencari kata balasan untuk Ye Jun. Sedikit harus menguji kesabaran lantaran ia hanya punya satu ponsel saja. “Aku sudah makan. Aku menginap di mana coba tebak.” Seru hasil aplikasi terjemahan itu dengan kaku dalam bahasa Hangeul. Ilona berdiri, memutar tubuh serta kamera yang ada dalam genggamannya demi menunjukkan tempat ia berada sekarang. Ye Jun melihatnya dengan jeli, mengerutkan dahinya, meskipun masih setengah yakin tetapi ia pun bersuara. “Hotel?” Serunya agak ragu dengan logatnya yang kentara. Keningnya kembali mengerut saat mendengar Ilona menyuruhnya memperjelas di hotel mana, Ye Jun merasa dikerjain oleh kekasihnya di larut malam, ketika lelah terasa mendera seluruh tubuhnya dan ia masih disuruh menebak layaknya cenayang. “Aku tidak tahu di hotel mana, ayolah... Jangan main tebakan.” Gumam Ye Jun angkat tangan, tak mampu membuat Ilona senang dengan tebakan jitu karena ia memang tak pandai mengenali tempat. Ilona terkekeh sebelum menjawab, ia berjalan memasuki kamar lalu berbaring di ranjang bersprei putih itu. Imajinasinya meliar, membayangkan bahwa Ye Jun masih ada di sampingnya menemani, namun yang ada hanya panggilan videonya saja. “Ini kamar yang kita tempati selama kamu di sini.” Jawab Ilona. Ye Jun terkesiap, nyaris tak percaya pada kenekatan Ilona. “Kamu menyewa kamar itu?” Ilona mengangguk mantap, “Yup! Aku tidak tahu harus ke mana, hari sudah tanggung untuk mencari tempat tinggal baru.” Ye Jun diam, mengamati ekspresi Ilona yang mendadak diam, hening seperti memendam sesuatu. Ia bisa menebak bahwa masih ada yang ingin gadis itu sampaikan. Ilona menatap teduh pada Ye Jun, layar ponsel itu seakan bukan penghalang ia mengutarakan rasa terpendam. Tak ada yang Ilona tutupi, keresahannya, rindunya, semua menjadi milik Ye Jun. “I miss you, Lee Ye Jun.” Lirih Ilona dengan sepasang mata berkaca-kaca. Hati Ye Jun terasa teriris, betapa ia pun merasakan kerinduan yang sama. “I miss you too, Ilona.” ‘Bersabarlah, aku akan menjemputmu.” Lirih Ye Jun dalam hatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD