G.A Bag 9

1035 Words
Violetta menahan langkahnya saat pintu itu terbuka dari luar. Dirinya tertegun dan menghela napas lega saat melihat Nieve masuk sembari membawa tas selempang miliknya. Violetta membalas kaku senyuman Nieve karena jantungnya masih berdebar akibat rasa terkejutnya. "Tasmu tertinggal di luar," ucap Nieve seraya mengulurkan tas milik Violetta padanya, "Ini," sambungnya. Tanpa menunggu lama, Violetta langsung menerima tas tersebut. "Terima kasih." Nieve mengangguk seraya tersenyum membalas ucapan terima kasih Violetta. Sekilas dia memperhatikan pakaian yang dikenakan wanita itu. Sepertinya terlihat kurang nyaman jika tidur mengenakan celana jeans dan blouse. "Apa kau ingin mengganti pakaian? Akan aku ambilkan pakaian untukmu," tawar Nieve. Violetta memperhatikan pakaiannya sekilas lalu menggelengkan kepala. Dia tidak ingin merepotkan Nieve. Dirinya masih merasa canggung pada wanita paruh baya itu. "Tidak usah," tolak Violetta dengan nada halus seraya menggerakkan kedua tangan. "Tidak apa-apa aku tidur mengenakan pakaian ini," sambungnya diiringi senyuman lebar. Nieve menghela napas pelan lalu menganggukkan kepala, "Baiklah. Ya sudah, aku akan kembali ke kamar. Jika kau membutuhkan sesuatu, jangan sungkan untuk mengatakannya padaku atau pelayan di sini ya." "Ya, tentu," jawab Violetta. Violetta menganggukkan kepalanya. Dia menghela napas pelan saat bayangan Nieve sudah tak terlihat. Dirinya langsung berjalan cepat ke arah ranjang dan duduk di sana. Sejak datang ke mansion, Violetta tidak bermain dengan ponsel karena merasa tidak enak hati pada Nieve. Sehingga dirinya terburu-buru mengecek ponselnya. Dia menyalakan benda pipih yang saat ini ada dalam genggamannya. Dalam sekejap benda itu bergetar terus-menerus dengan nada dering yang singkat, menandakan ada notifikasi yang masuk. Violetta menumpuk bantal lalu bersandar di sana. Tak lupa dia juga melepas heels dan meluruskan kedua kakinya. Violetta mulai mengecek satu persatu pesan yang masuk. Mulai dari pesan personal hingga pesan grup. Sesekali dirinya tersenyum saat membaca isi pesan-pesan konyol di dalam grup teman-teman kuliahnya dulu yang saat ini masih berkomunikasi. Tanpa sadar Violetta sudah menghabiskan waktu lebih dari satu jam untuk berkutat dengan ponselnya. Dia menguap dan menutup mulutnya saat meletakkan ponsel itu di atas nakas. Rasa kantuk mulai menyerang sehingga membuat dirinya menarik selimut untuk menutupi sebagian tubuhnya. Violetta berbaring dengan posisi miring membelakangi pintu. Kedua tangannya memeluk guling sedang sepasang kelopak mata itu mulai menutup perlahan, menjemput dirinya ke alam mimpi. *** Ariulfo menepikan mobilnya di depan mansion sedangkan Gustavo melirik ke arah spion mobil, menatap sosok pria yang saat ini menyanggah kepalanya dengan tangan kanan sedang kedua matanya terpejam. Sepertinya pemimpin keluarga Leone Nero itu sudah terlelap hingga tidak menyadari jika saat ini mereka sudah sampai di mansion. Gustavo turun dari mobil. Dia berjalan ke arah belakang lalu membuka pintu untuk Lionello. Dengan pelan Gustavo mencoba membangunkan Lionello. "Signore .... " panggil Gustavo. Lionello membuka matanya perlahan lalu menoleh ke arah samping. Dia menghela napas pelan untuk menghilangkan rasa kantuk yang melandanya. Beberapa detik kemudian Lionello menapakkan kakinya di atas lantai batako dan keluar dari mobil. Sedangkan Gustavo menundukkan kepalanya seolah memberi hormat. "Kau bisa istirahat di sini," perintah Lionello mengingat ada urusan penting. Sehingga dirinya maupun Gustavo hanya mempunyai waktu empat jam untuk beristirahat. "Baik, Signore," jawab Gustavo. Lionello mengangguk lalu melewati Gustavo. Dia berjalan pelan memasuki mansion. Sedangkan Gustavo kembali masuk ke dalam mobil. Perlahan mobil tersebut melaju pelan ke arah lain untuk menuju tempat parkiran dan ruang istirahat yang dikhususkan untuk para pengawal serta Gustavo maupun supir pribadi Lionello dan Enzo. Sedangkan untuk para pelayan mansion tinggal di paviliun lain. Waktu menunjukkan pukul dua dinihari. Sehingga suasana dalam mansion nampak begitu sepi. Dan sudah pasti kedua orangtuanya saat ini sudah tidur pulas di kamar mereka. Langkah kaki Lionello mengetuk pelan setiap anak tangga hingga akhirnya dia sampai di depan pintu kamarnya. Rasa lelah yang menyerang tubuh serta otaknya membuat dirinya ingin langsung memejamkan mata setelah sampai di dalam kamar. Banyak sekali urusan yang harus diselesaikannya hari ini sehingga membuat dirinya mengingkari janji untuk pulang siang hari. Dia juga tidak ada waktu untuk menghubungi ibunya sekedar memberi kabar kalau dirinya akan pulang terlambat. Lionello membuka daun pintu kamarnya lalu melangkah masuk. Sebelah tangannya pun langsung menutup pintu. Dia melangkah pelan memutari ranjang dengan memejamkan kedua matanya. Sedangkan sepasang tangannya terlihat sibuk merenggang serta melepas dasi. Dia meletakkan dasi serta jas miliknya di atas sofa lalu mulai melepas beberapa kancing kemeja. Tubuhnya berputar menghadap ke arah ranjang. Kedua kakinya melangkah pelan mendekat ke arah ranjang. Tetapi baru beberapa langkah, tiba-tiba dia berhenti saat menyadari ada orang lain yang menggunakan kamarnya. Kening Lionello mengernyit saat mengenali wajah wanita itu. Dalam sekejap kantuk yang dirasakannya hilang entah ke mana. Kini otaknya justru dipenuhi banyak pertanyaan tentang keberadaan wanita itu di dalam kamarnya. Kedua kaki pria itu kembali bergerak mendekat pada wanita tersebut. Kini barisan kancing kemejanya sudah terlepas sehingga menampakkan tubuhnya yang terpahat sempurna. Lionello melepas kemeja putih dan meletakkannya di tepi ranjang, tepat di atas selimut yang kini menutupi tubuh wanita itu. Tubuh Violetta bergerak sehingga membuat posisi tidurnya berubah. Kini dia tertidur dalam posisi telentang. Violetta mengernyitkan keningnya saat merasakan hawa aneh di dalam kamar. Sebuah perasaan yang seperti memberi alarm bahaya padanya. Dalam sekejap Violetta bangkit duduk saat menyadari Lionello berdiri di sampingnya dengan bertelanjang d**a. Dia mengejapkan kedua matanya berulang kali lalu menguceknya, berpikir jika saat ini dirinya sedang bermimpi. Sedangkan pria itu hanya melipat kedua tangannya di depan d**a seraya memperhatikan tingkah Violetta. "Ka-kau! Apa itu aku?!" tanya Violetta dengan kedua mata terbuka lebar. "Apa yang kau lakukan di kamarku?" tanya Lionello dengan suara beratnya yang khas. Kedua kaki Lionello mendekati Violetta membuat gadis itu meringsut cemas sembari menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Kedua matanya menatap cemas sosok pria yang memiliki postur tubuh yang kokoh serta penuh dengan otot. Lionello berhenti tepat di depan Violetta. Dia tersenyum miring seraya memperlihatkan dengan jelas arah sorot matanya membuat Violetta reflek menutup sepasang dadanya dengan selimut. "Siapa yang menyuruhmu tidur di kamarku?" tanya Lionello sedikit berbisik. Dia mencondongkan tubuhnya ke depan. Violetta mematung saat kedua matanya dikunci oleh sorot mata pria itu. Tiba-tiba saja jantungnya berdebar membuat tubuhnya sulit digerakkan. Bahkan dia menahan napas saat tatapan Lionello tertuju tepat pada matanya. "Atau ... Kau sendiri yang memilih tidur di kamarku?" sambung Lionello untuk melanjutkan pertanyaannya. Dia tersenyum miring melihat wanita itu tidak berkutik sedikit pun. Bahkan Lionello bisa menangkap kalau wanita itu merasa kesulitan untuk menjawab pertanyaannya seolah ada tali yang menjerat lidahnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD