Jangan Menyesal

2185 Words
Justin langsung membawa Irene ke dalam mobil, setelah berhasil menemukannya di salah satu meja VIP yang ada di club dalam keadaan mabuk. Justin membiarkan Irene terus meracau tidak jelas di kursi belakang. Gadis itu terus saja meminta hal yang aneh-aneh. Itu dikarenakan terlalu banyak meminum minuman beralkohol. Irene benar-benar mabuk dan terus berusaha untuk menggoda Justin. Pria normal pastinya akan tergoda dengan tubuh molek seorang Irene Kayleigh. Ditambah paras cantik gadis itu yang begitu menggoda. Tapi bodyguard tampan itu sama sekali tidak ingin memanfaatkan situasi. Dia tidak suka di anggap mencari kesempatan pada seseorang yang sedang mabuk. Pria itu terus menginjak pedal gas dan mengendarai mobil dengan kecepatan sedang. "Justin!" "Ayo pesan kamar saja!" "Ahh Justin! Rasanya panas! Tubuhku panas!" Racauan Irene terus saja mendengung di gendang telinganya. Justin tau gadis itu sebenarnya tidak mabuk berat. Dia setengah sadar. Tapi entah kenapa gadis itu terus meracau dan heboh. "Justin! Cepat!" Bodyguard tampan itu hanya mampu menghela nafas. Dan sesekali melirik ke belakang melalui kaca spion tengah mobil. Gadis itu benar-benar banyak drama. +++ Gadis itu terus bergerak heboh, saat tubuhnya digendong oleh Justin seperti tengah membawa karung beras. Kakinya terus mencak-mencak minta diturunkan. Beruntung, pelayan di kediaman Kayleigh tidak pernah tidur inap di sana. Semua pelayan akan kembali ke rumah pukul 8 malam atau 9 malam. Sedangkan hanya ada penjaga gerbang saja di depan. Justin perlahan meletakkan tubuh Irene di atas kasur, seolah tubuh gadis itu bagaikan barang yang mudah rapuh. Pria itu melepas sepatu gadis itu satu persatu dengan begitu telaten. Tapi Irene beralih mendudukkan diri, dan pria itu kembali menidurkan tubuh Irene. Namun sang empu langsung memberontak. Gadis itu menarik lengan Justin hingga keseimbangan pria itu roboh. Hingga akhirnya pria tampan itu berada di atas tubuh Irene. Dia tersenyum lalu membelai wajah Justin dengan lembut. Menarik kerah kemeja Justin dan mengecup bibir pria itu. Sedangkan tatapan Justin hanyalah tatapan datar tanpa ekspresi. Dia masih diam, menunggu hal apalagi yang akan dilakukan oleh gadis yang sedang mabuk itu. "Justin aku ingin kau!" ujarnya. Tapi terdengar seperti desahan seksi di rungu Justin. "Anda mabuk, Nona Irene. Kau pasti akan malu jika mengingat apa yang barusan kau katakan padaku." sahut Justin. Gadis itu mengernyit, dia tidak semabuk itu. Dia bahkan masih ingat jika Justin saat di parkiran club tidak bicara formal seperti barusan. "Aku masih sadar." "Tidak, Anda mabuk." Karena kesal, Irene yang masih dipengaruhi oleh alkohol itu langsung mengecup sudut bibir Justin tanpa rasa malu. Tentu yang baru saja Irene lakukan membuat Justin terkejut bukan main. Irene terlalu berani saat ini. Dia yakin, gadis itu pasti akan malu esok pagi saat mengingat hal barusan. Karena itulah, Justin langsung menarik dirinya secara paksa. "Maaf, saya harus keluar sekarang Nona Irene." ujarnya tanpa melihat ke arah gadis itu. "Justin, aku mohon. Aku ingin kau! I want you so badly!" "Permintaan atau perintah?" Satu pertanyaan yang mampu membuat Irene tersenyum. Itu yang dia tunggu-tunggu sejak tadi. Pertanyaan yang akan Justin layangkan padanya malam ini. Meski dalam keadaan tidak sadar, Irene tetap menginginkan Justin. Sesuai dengan keinginannya saat dalam keadaan normal, yaitu menyukai Justin dalam pandangan pertama. Bahkan niatnya untuk menarik perhatian pria itu baru bisa terlaksana sekarang, saat dia masih dalam keadaan mabuk. "Perintah, Justin." "Jangan menyesal jika Anda mengingatnya besok pagi, Nona." Malam ini, entah apa yang dilakukan keduanya. Tapi yang jelas, Justin memenuhi keinginan Irene dan mendadak lupa jika di rumah tersebut bukan hanya ada Irene saja, tapi juga ada Leon. +++ Pening. Satu kata yang sedang dirasakan oleh Irene. Saat terbangun gadis itu merasakan pening di kepalanya. Dia merasa tubuhnya begitu pegal dan serasa hampir mau roboh. Matanya melihat jam di meja nakas. Pupil matanya membulat sempurna, sudah pukul 12 siang. Kepalanya masih berdenyut nyeri. Lalu kilasan kejadian semalam membuatnya menutup mulut karena terkejut. Tapi setelahnya langsung tersenyum miring karena suka. Sebab Irene juga seperti sudah tidak punya malu sekarang. "Ah! Kepalaku masih terasa pusing." keluh gadis itu. Meski begitu, Irene segera beranjak dari ranjang dan membersihkan diri. Walaupun pusing dia harus tetap melawannya. Dia tidak suka jika tidak mandi. Seluruh tubuhnya pasti akan terasa lengket dan Irene benci itu. Setelah selesai, gadis itu turun ke bawah dan para pelayan segera menyiapkan sarapan untuk Irene. Ya, walaupun sarapan di jam yang telat. "Silahkan Nona Irene, ini sup penghilang pengar." ujar si pelayan. Irene yang semula lesu langsung mengangkat kepalanya menatap sang pelayan sembari mengernyitkan dahinya. "Dari mana kau tau jika aku habis mabuk?" tanya si gadis Kayleigh penasaran. Pelayan itu menunduk sambil menjawab pertanyaan itu. "dari bodyguard Anda, Nona Irene." Gadis itu mengangguk dan menyuruh pelayan tersebut untuk kembali. Dia mulai menyantap sup penghilang pengar itu agar perutnya lebih terasa enakan. Ngomong-ngomong, Irene sedari tadi celingak-celinguk mencari keberadaan sang bodyguard tampan itu. Tapi dia belum menampakkan batang hidungnya sama sekali. Maka dari itu, sekarang Irene nekat untuk mengecek sang bodyguard itu di kamarnya. Kamar bodyguard tersebut terletak di dekat kolam renang samping rumah. Dia berjalan dengan begitu pelan, hingga tidak menimbulkan suara sedikit pun. Irene mengetuk pintu kamar Justin beberapa kali tapi tidak ada sahutan. Saat dia mencoba untuk membuka, ternyata tidak di kunci dari dalam atau pun luar. Irene lantas memutuskan untuk masuk dan menutup pintunya kembali. Matanya berpendar ke seluruh ruangan, namun Irene tidak menemukan adanya Justin di dalam kamar tersebut. Saat Irene berniat untuk berbalik, pintu kamar mandi yang ada di dalam ruangan tersebut langsung terbuka, dan muncullah Justin yang baru saja selesai mandi. Rambutnya masih sedikit basah, karena ada beberapa helai yang masih meneteskan air. Pria itu bertelanjang dadaa dan hanya memakai handuk di pinggangnya yang panjangnya pun di pertengahan pahanya yang kekar. "Wow!" seru Irene sembari berjalan mendekat. Sedangkan Justin hanya menatapnya tanpa ekspresi. Pria itu membiarkan jemari lentik gadis di hadapannya ini membelai mesra dadanya dan ABS nya. Sengaja. "Sempurna.." puji Irene saat membelai otot-otot perut Justin yang terpahat begitu apik. Dan sang empu hanya tersenyum miring. "Semalam aku belum melihatnya, padahal kau sudah melihat tubuhku." "Karena saya rasa belum saatnya Anda melihatnya." sahut Justin apa adanya. Irene tertawa lalu menunjuk seluruh tubuh Justin yang ada di depan matanya sekarang. "Tapi sayangnya aku sudah melihatnya sekarang, Baby." balas Irene. Sumpah demi apa pun, Justin ingin berteriak saja sekarang. Irene cepat sekali berubahnya. Hari ini benar-benar agresif. Bahkan sejak semalam biasanya. Dan yang paling membuat Justin heran adalah, Irene sama sekali tidak malu padanya. Padahal ingat apa yang terjadi semalam. "Apa lebih baik kita lanjutkan yang semalam? Aku belum melihat yang ini ngomong-ngomong." ujar Irene sembari meremas sesuatu yang tertutup oleh handuk. +++ Irene tidak menyangka jika dirinya akan mendapati Justin baru saja selesai mandi. Rambutnya yang sedikit basah, bahkan masih ada beberapa helai yang meneteskan air malah menjadikan bodyguard-nya itu semakin panas saja. Pria itu bahkan mampu membuatnya terus menerus jatuh. Irene berkali-kali terpesona pada bodyguard-nya yang tampan ini. Ah sial! Sejujurnya dia tidak pernah senakal dan seliar ini. Tapi, Justin seolah memancing sisi liarnya agar muncul. Padahal, pria itu hanya diam saja. Bagaimana jika Justin sudah memperlihatkan sifat aslinya? Dia pasti akan gila dan semakin jatuh. Si bungsu Kayleigh benar-benar berani melangkah di luar batas. Yang tidak seharusnya terjadi malah terus dia pancing. Gadis itu bahkan sengaja meremas sesuatu untuk mengetahui respon dari sang empu. Dan responnya sungguh mengejutkan. "Jika Anda membangunkannya, berarti Anda juga yang bertanggungjawab untuk memanjakannya." Mendengar ucapan Justin membuat Irene tersenyum lebar. Dia malah menjadi-jadi. Tetap mengelus dengan lembut benda yang sudah mulai mengeras itu. "Aku pandai melakukan... kau pasti tau apa maksudku. Jadi, mau mencobanya?" ujarnya sembari mengerlingkan matanya. "Jika anda tidak keberatan." Oh sial! Irene Kayleigh ingin mengumpat, kenapa pria itu begitu santai? Ah, inilah yang membuatnya semakin tertantang. Dia tersenyum lalu jemarinya bergerak ingin menarik handuk yang melingkar di pinggang Justin. Tapi pria itu menahannya. "Anda baru saja selesai makan bukan?" "Kenapa?" "Maaf, tapi bisakah Nona menggosok gigi dulu?" Wah! Irene merasa dihina jika begini. Memangnya kenapa jika melakukan hal itu tanpa sikat gigi? "Ah, kau memang suka sekali mengulur waktuku.." Justin tersenyum manis. Yang sialnya membuat Irene kembali jatuh hati. Dia memperhatikan pria itu yang berjalan ke arah pintu. Seketika senyumnya pudar. "Bisakah Nona menggosok giginya dulu?" seru Justin sembari membuka pintu kamarnya. Irene tau jika saat ini dia sedang di usir dengan cara halus. Oh sial! Pria ini sungguh tidak bisa ditebak cara bermainnya. Sebelum keluar, Irene menyempatkan diri untuk mengusap sisi wajah Justin. Lalu menekan bibir bawah Justin menggunakan ibu jarinya, kemudian ia tempelkan pada bibirnya sendiri. Justin hanya tersenyum misterius menatap Irene Kayleigh yang sudah berjalan keluar dari kamarnya. Dia bahkan terus memperhatikan hingga punggung gadis itu tidak terlihat lagi. "Ah, gadis nakal ini benar-benar membuatku pusing." gumam Justin. Tapi detik berikutnya dia tersenyum tipis. +++ Justin benar-benar tidak habis pikir. Jika dia harus berjaga di depan orang yang tengah b******u mesra. Irene, ya gadis itu tengah berciuman panas dengan seorang pria yang jika tidak salah dengar namanya adalah David. Dari awal Justin tidak suka pada pria tersebut. Menurutnya sangat membawa pengaruh buruk bagi si bungsu Kayleigh. Tapi dirinya tidak berhak melarang gadis itu, karena dia bukan siapa-siapa. Mungkin bisa saja Justin menyeret dan memukuli pria itu saat ini juga jika tidak ingat siapa dirinya. Dia berusaha sangat tenang dan mengikuti apa kemauan majikan nya itu. "Ahh.." Oh sial! Bahkan Irene sengaja mendesah saat David menciumi lehernya. Kepalanya mendongak tapi matanya menatap Justin, sang bodyguard nya yang dia perintah untuk berdiri berjaga di dekat pintu yang tak jauh dari posisinya sekarang. Irene bahkan sengaja memasang wajah yang begitu menikmati dan menggoda. Menggigit bibir bawahnya sembari sesekali mendesah dan terus melenguh. Justin menatapnya juga tidak berkedip, itu yang membuat Irene bersorak senang dalam hati. Dia memang ingin melihat ekspresi Justin ketika dia sedang b******u dengan pria lain. Dan tatapan pria itu sungguh memuaskannya. Mata Justin terus terfokus pada mata sayu Irene lalu turun pada bibirnya yang terus mengeluarkan desahan dan lenguhan panjang. "David.." panggil Irene. Yang namanya merasa dipanggil langsung menghentikan cumbuannya. "Kenapa?" "Berhenti dulu, aku haus." Sebenarnya itu hanya alasan saja. Irene langsung beranjak dari pangkuan David dan beralih duduk di kursi sampingnya. Gadis itu terus menatap gerak gerik bodyguard-nya yang sialnya sekarang tidak lagi menatapnya. Saat ini mereka sedang berduduk santai di pinggir kolam renang. Sebenarnya si bungsu Kayleigh terkejut saat mengetahui David datang ke rumahnya. Dia ingin menyuruhnya pulang, tapi karena tiba-tiba saja Justin muncul akhirnya dia menarik lengan David dan mengajaknya masuk ke dalam. "Sweety, apa dia tidak ada tugas lain?" "Tugasnya hanya mengawasi dan menjagaku." sahut Irene. Memang benar apa yang dikatakannya. Jika Justin hanya bertugas mengawasi dan menjaganya. Tapi sebentar lagi pria itu akan mendapat tugas tambahan, jadi partner di ranjang mungkin? Irene tertawa karena pemikiran itu. Ya, partner di ranjang itu sangat bagus. Dia bisa bercinta dengan panas dan liar bersama Justin. "Kenapa tertawa?" "Tidak, aku hanya membayangkan sesuatu yang lucu." David nampak menghela nafas, Irene tidak pernah bisa serius jika di ajak bicara. "Sweety! Sungguh, bodyguard mu menganggu suasana. Aku jadi tidak bisa mencumbu lebih—" "Ssst! Jika dia tidak berjaga disini, aku tidak akan mau b******u denganmu." bisik Irene. David tertawa kencang sekarang. Jadi, dirinya hanya dijadikan media saja? Ah! Irene selalu saja seperti ini. Dia bahkan sudah memakai perasaan saat mencumbu gadis itu. Berharap jika Irene menerima dirinya. Tapi kenyataan pahit harus dirinya telan karena Irene tidak pernah memiliki perasaan padanya. Gadis itu suka bermain. "Kenapa? Kau tertarik pada pengawalmu itu?" tanya David sepelan mungkin agar Justin tidak mendengarnya. Irene mengangguk sembari menoleh ke arah Justin yang secara tidak sengaja jika pria itu juga menatapnya. "Apa yang menarik darinya? Dia bahkan terlihat lebih tua dari kita." David merasa jika dia lebih tampan dari Justin. Pun dia lebih muda, sedangkan bodyguard itu jauh lebih tua. Apa yang menarik dari pria itu? Sungguh David jadi ingin memeriksakan kedua mata si gadis Kayleigh. Sontak Irene menoleh menatap David tajam, tapi kemudian langsung menyunggingkan senyumnya. "Dia seusia kakak ku, lebih tua Kak Leon satu tahun. Dia sangat menarik dan panas!" "Apa aku tidak salah dengar? Sejak kapan kau memanggil kak Leon dengan embel-embel kakak? Dan tadi apa kau bilang? Bodyguard mu seksi dan panas? Oh, sepertinya kau sudah rabun!" David benar-benar tidak percaya ini. Kenapa Irene begitu tertarik pada bodyguard yang nampak kaku dan dingin itu? Bahkan mengatakan jika pria itu seksi dan juga hot. Baginya mata Irene sedang bermasalah. "Ya, maksudku Leon." Mata David memicing dan Irene langsung meraih kaleng beer-nya dan meneguknya sampai habis. Dia kelepasan menggunakan panggilan kak pada Leon. Dia tidak ingin semua orang tau hal itu, tapi sialnya dia malah keceplosan. Tanpa gadis itu sadari, Justin mendengarnya saat bibir gadis itu mengucapakan kata Kak pada Leon. "Lalu bodyguard mu itu.. " ujar David sembari dagunya mengarah pada Justin. "Kau benar-benar menganggapnya seksi dan panas?" Irene menengok dan menatap Justin dari atas sampai bawah. Lalu kembali menoleh pada David dan kepalanya mengangguk tanpa ragu. "Oh sial! Kita harus atur jadwal dengan dokter mata." seru David begitu menggebu-gebu. "Sepertinya kau sangat lelah, pulanglah David. Istirahat di rumah." "Tidak, aku tidak lelah!" "Pulang saja, pulang sekarang oke?" Irene terpaksa menyeret tangan David, meskipun pria itu terus menolak untuk pulang. Lalu saat bertatapan dengan Justin, David menatap bodyguard itu dengan tajam. Tapi malah dibalas dengan senyuman songong khas Justin sekali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD