06. Kebaikan Catalina.

2058 Words
Catalina hendak memejamkan kedua matanya, tetapi lagi-lagi ia mencium sesuatu yang tak asing di penciumannya. Mendudukkan tubuhnya kasar dan menyingkap selimut tebal di sampingnya. "Ck, jika habis bercinta setidaknya bersihkan kamarmu terlebih dahulu!" geram Catalina, membuang seprei sembarang tempat. Vector hanya terkekeh, memang benar tadi dia sempat bermain threesome dengan dua jalang sekaligus sebelum menjemput Catalina. "Lain kali aku akan membawa jalang ku ke sini, kita bisa main bertiga." ucap Vector dengan santainya. "Ck, aku juga akan menyewa gigolo jika begitu, kita bisa party s*x sekalian." Vector menajamkan kedua mata elangnya. Mengungkung kasar tubuh Catalina, yang nampak terkejut dengan pergerakan Vector yang tiba-tiba. "Berani kau bermain dengan pria lain di depanku, aku tidak segan untuk melenyapkan mu." Gerutunya dengan suara rendah. Namun sama sekali tak membuat seorang Catalina takut sedikitpun. Justru gadis itu terkekeh sinis, menganggap jika apa yang dikatakan Vector terlampau lucu. "Tuan Vector, ingatlah satu hal--kau tidak patut mencampuri urusanku. Kau berhak bercinta dengan siapapun, begitu juga dengan diriku!" gertak Catalina, mendorong kasar tubuh Vector. Hingga membuat pria tersebut tersungkur ke atas kasur besarnya. Catalina beranjak dari tempat berbaring nya dan menuju ke kamar mandi. Vector mendudukkan tubuhnya, menatap pintu kamar mandi yang terdapat sosok gadis di dalamnya. Seringaian tajam terukir di bilah bibir sexy pria tersebut. "Jangan berharap kau bisa bercinta dengan siapapun, selain dengan diriku. Karena aku--tidak suka jika milikku disentuh orang lain." Catalina keluar dari dalam kamar mandi, hanya memakai celana pendek dengan kemeja putih besar. Sepertinya kemeja itu milik Vector yang sengaja ia tinggal di dalam kamar mandi. Vector menatap lapar dua paha putih nan jenjang milik Catalina. Catalina yang menyadari hal itu hanya berdecak malas. . Catalina terbangun dari tidurnya, tubuhnya terasa remuk setelah digempur pria gila yang kini tengah mengapit tubuhnya dengan kedua kakinya, bahkan tangan besar pria itu juga memeluk erat perut langsing Catalina, membuatnya sedikit susah bernapas. "Tuan ... lepaskan tanganmu." gerutu Catalina, mencoba melepaskan lengan pria yang tak lain adalah Vector. "Diam." parau Vector, semakin mengeratkan pelukannya di tubuh Catalina. Gadis itu merasa jika tubuhnya bagaikan dililit ular piton. "Aku lapar." rengek Catalina, semalam ia tak sempat makan karena pria m***m ini memakannya terlebih dahulu, hingga pingsan dan baru terbangun saat ini. Catalina jengah, ia benar-benar kelaparan dan Vector sama sekali tidak mau melepaskan dirinya. Pada akhirnya Catalina menggigit lengan besar Vector. Yang mana membuat pria itu terkejut dengan rasa sakit di lengannya. "Sialan! Kau ini kanibal atau apa, hah? Kau bilang lapar, dan kau ingin memakan ku?!" emosi Vector. Catalina hanya merotasi kedua bola matanya. Menunjuk kaki Vector yang senantiasa masih melilit kakinya. "Bagaimana aku bisa makan, jika kau melilit tubuhku seperti ini, Tuan?" Vector mendengus dan kini ikut bangun dari ranjangnya, menunju ke lantai bawah. Duduk di kursi ruang makan, menjentikkan jemarinya. Hingga tak lama datang beberapa maid, menunduk hormat ke arah Vector. "Siapkan makanan sehat untuk gadis ini!" perintahnya dan di balas hormat oleh para maid di sana. Catalina tersenyum, ia benar-benar merasakan menjadi seorang ratu di sini. Tak lama satu piring penuh makanan berbagai jenis dari steak daging, sayur, kentang dan lain-lain. Terhidang di hadapan Catalina. Kedua mata gadis itu berbinar menatap makanan lezat di hadapannya, ia sangat lapar. Tanpa menunggu lama ia segera melahap makanan di hadapannya. "Enak sekali ..." ucapnya dengan mata terpejam, menikmati daging sapi pilihan yang kini masuk ke dalam mulutnya. Melirik sekilas ke arah Vector yang justru menikmati asap rokok yang baru saja dia hisap. "Sebenarnya, Tuan kalian ini pernah sarapan atau tidak?" tanya Catalina pada beberapa maid yang kini berdiri dengan kepala menunduk. Tak ada sahutan dari maid itu, tentunya mereka tidak bisa menjawab pertanyaan Catalina begitu saja tanpa ijin dari sang tuan. Jika sampai mereka berani mengeluarkan suara tanpa seijin Vector, sudah dapat dipastikan jika mereka akan tinggal nama hanya dalam hitungan detik. Catalina menghedikan kedua bahunya dan lanjut memakan makanannya. "Kau tidak makan? Jangan lewatkan sarapan pagi, tidak baik bagi kesehatanmu." titah Catalina lagi, mengiris kecil daging steak tersebut dan menyuapkannya ke arah mulut Vector. Membuat pria itu memelototkan kedua matanya. "Cepat Mak ...---" BRAKKK!!! Belum selesai Catalina berucap, Vector sudah mendorong kasar kursi yang gadis itu duduki. Hingga tersungkur dengan kasarnya. PLAKKK!! Bahkan pria itu juga memberikan tamparan pada wajah Catalina. "b******k! Siapa dirimu?! Beraninya kau berbuat lancang padaku!" Mengambil pisau bekas Catalina memotong steak, melemparkan benda itu telak mengenai lengan Catalina. Sampai benda itu menancap dalam di kulit putih gadis tersebut. Catalina hanya diam, tanpa ada teriakan, ataupun rintihan. Ia menatap datar sosok pria yang kini berdiri angkuh di hadapannya. Dengan santainya Catalina mencabut pisau kecil tersebut, membiarkan darahnya tercecer di lantai. Meletakkan pisau itu kembali ke atas piring, bercampur dengan makanan. Kemudian berdiri dari tempatnya tersungkur, menuju ke lantai atas, lebih tepatnya ke arah kamarnya dan juga kamar Vector tentunya. Luka seperti itu tak ada apa-apanya bagi Catalina, ia terlampau biasa mendapatkan luka parah. Tusukan, tembakan, hal yang wajar bagi seorang pembunuh bayaran seperti Catalina. Catalina membuka kotak pribadinya yang berisikan beberapa peralatan medis. Mengambil satu botol alkohol dan menyiramkan cairan tersebut ke arah luka menganga nya. Mengambil suntikan dan mengisi dengan cairan obat bius. Tanpa ada rasa ragu sedikitpun Catalina menyuntikkan obat itu ke sekitar lengannya. Menunggu beberapa saat dan kemudian mengambil jarum serta benang, menjahit bekas luka menganga di lengannya dengan begitu lihai. Sudah biasa Catalina melakukan hal ini, ia tidak pernah pergi ke rumah sakit. Yang ada kedoknya akan terbungkar jika dia sampai melakukan pengobatan di rumah sakit besar. Vector menyusul Catalina ke kamarnya, sedikit terkejut saat melihat gadis itu mengobati lukanya sendiri. Jangan harap Vector akan merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan pada Catalina. Terlihat sekarang dia berjalan begitu angkuh mendekati sosok gadis tersebut. "Jaga batasan mu, ingat siapa dirimu di sini. Kau hanya seorang jalang murahan yang kebetulan memiliki keahlian membunuh, tak lebih dari itu kau hanya seorang sampah." Catalina hanya diam, melanjutkan aktivitasnya. Apa dia sakit hati dengan ucapan Vector? Ck, tentu saja tidak. Karena gadis itu tidak memiliki perasaan, sebagaimana orang-orang pada normalnya. Hatinya sudah kebal akan rasa sakit, dan ia tidak ingin merasakan hal itu. Tidak akan pernah sampai kapanpun. Vector mengulurkan telapak tangannya ke arah pundak Catalina. Namun gadis itu justru mendelik tajam dan menggeser tubuhnya menjauhi telapak tangan pria tersebut. "Jangan menodai telapak tangan suci mu dengan menyentuh jalang murahan seperti diriku, Tuan." Vector berdecak remeh. Hendak memberikan tamparan pada Catalina, tetapi lagi-lagi gadis itu tak bergeming. Menatap dengan kilatan membunuh ke arah Vector. "Ingat satu hal, Tuan. Kau adalah milikku begitu juga dengan aku yang menjadi milikmu. Jangan banyak berulah, jika tidak ingin mati di tanganku. Aku tidak pernah main-main dengan ucapan ku. Jangan pikir aku hanya sebagai b***k s*x mu, dan kau bisa memperlakukan ku sesuka hatimu. Aku juga memegang kendali penuh atas dirimu." Catalina berdiri dari tempat duduknya, mendekatkan wajahnya dengan wajah Vector, hingga kening mereka berdua menyatu. "Jadi--jangan pernah berani macam-macam denganku." Setelah mengatakan hal itu, Catalina meraih jaket kulitnya, memakai dan kemudian pergi entah ke mana. Catalina tidak ingin terlalu percaya dengan manusia seperti Vector. Terlebih pria itu mempunyai kekuasaan yang terlampau tinggi. Dan hal itu tak memungkiri bagi pria tersebut untuk tidak melenyapkan dirinya jika dia sudah bosan nanti. Maka dari itu, Catalina harus mempunyai penjagaan terhadap dirinya. . Vector sekarang tengah berada di sebuah tempat kumuh, terdapat sampah berserakan di sana-sini. Karena tempat itu merupakan pusat pembuangan sampah, apa yang dia cari di sana? Bahkan tak ada rumah atau apapun di tempat itu. Hanya ada anak gelandangan yang terlihat tengah mencari makanan di sana. Vector menyunggingkan senyum evilnya, mengkode anak buahnya dengan jemari, menunjuk beberapa anak di kejauhan sana untuk ia angkut. Yah! Vector akan mengambil beberapa anak gelandangan setiap satu Minggu sekali. Memilih anak yang masih berkualitas, untuk ia rawat dan kemudian ia jual di black market miliknya. Vector merupakan pemimpin Mafia tertinggi, sampai-sampai mempunyai black market sendiri. Prinsip nya, jika bisa berbisnis dan menghasilkan banyak keuntungan, untuk apa kerja sama dengan kelompok lain yang nantinya harus bagi hasil. Sesudah mengambil beberapa anak, Vector meninggalkan tempat tersebut. Tanpa sengaja ia melihat siluet gadis yang sangat ia kenal. Catalina-Yah! Dia gadis itu. Kenapa Catalina ada di tempat sepi seperti ini? Gumam Vector, dengan kurang kerjaannya pria itu menguntit kepergian Catalina. "Kenapa aku bertingkah konyol seperti ini?" monolognya, merutuki kebodohan dirinya yang dengan tidak wajar, mengikuti gadis itu sampai ke suatu tempat. Ini benar-benar bukan Vector yang sesungguhnya. Vector bersembunyi di balik pohon besar, saat melihat Catalina berhenti pada sebuah bangunan yang tertuliskan 'panti asuhan' di sana. Untuk apa Catalina ada di tempat ini? Dengan cepat Vector menghubungi anak buahnya, meminta mereka untuk mencari tahu tentang Catalina. Kenapa bisa gadis itu ada di tempat tersebut. . "Kakak Juliette!!!" teriak para anak kecil yang ada di sana, berlari berhamburan dan memeluk sosok gadis yang tak lain adalah Catalina. Catalina tersenyum dan mendudukkan tubuhnya, melebarkan kedua tangannya menerima pelukan dari para malaikat kecil yang kini berlari berhamburan ke arahnya. "Apa kabar ... kalian sudah besar, eih." Catalina mengusak rambut salah satu anak lelaki di hadapannya. Anak itu tersenyum menatap wajah Hanami yang memancarkan kelembutan. "Kangen Kakak Juliette." sendunya, memeluk erat tubuh gadis tersebut. Hati Catalina terasa sesak saat melihat pancaran wajah polos mereka semua. "Maafkan, Kakak, hm. Kakak sibuk akhir-akhir ini." alasan Catalina. Beberapa saat kemudian muncul sosok wanita paruh baya yang kemungkinan ibu dari panti asuhan tersebut. Panggil saja dia nyonya Rosa. Wanita itu tersenyum hangat, menyambut kedatangan Catalina. "Kenapa baru datang, hm? Tidak mengabari Bibi." ucapnya, mengalihkan atensi Catalina. Catalina meminta anak-anak yang memeluknya untuk bermain, ia ingin menemui wanita yang sudah ia anggap sebagai ibunya itu. "Bibi," serunya, memeluk erat tubuh wanita yang lebih pendek darinya itu. "Kemana saja, hm?" Melepas pelukan Catalina, sembari merenggut kesal. Catalina tersenyum kikuk. "Pekerjaanku sangat banyak, Bi. Jadi aku tidak bisa ke sini terlalu sering. Hah! Walupun aku sangat merindukan kalian semua." Yah! Panti asuhan ini adalah milik Catalina. Gadis itu merasa prihatin dengan keadaan para anak-anak yang terlantar di pusat pembuangan sampah. Mereka tidak punya siapa-siapa, dan harus mencari makanan di tempat kumuh. Belum lagi mereka harus bertahan mempertaruhkan nyawa, di saat pasukan Vector Jade datang menyeleksi anak-anak tersebut. Biarpun Catalina memiliki sikap yang terbilang tidak manusiawi. Namun dia masih memikirkan orang lain, ia mencari uang dengan cara haram hanya untuk membantu manusia tak berdosa, yang kini ia kumpulkan di panti asuhan miliknya. Setiap bulan Catalina selalu mentransfer dana untuk kehidupan di panti tersebut. Mereka tidak tahu apa pekerjaan Catalina yang sesungguhnya, yang ia tahu Catalina adalah gadis baik nan kaya raya. "Apa keuangan di tempat ini masih ada?" tanya Catalina. Dia memang tidak suka basa-basi, selalu bertanya pada intinya. "Masih, tenanglah jangan pikirkan hal itu. Kami semua sangat berterima kasih padamu. Karena mu--kami di sini bisa melanjutkan hidup." Nyonya Rosa menitikkan air mata, ia begitu bersyukur bisa bertemu dengan orang sebaik Catalina. Dulunya ia hanya wanita yang di buang keluarganya, kemudian ditolong Catalina, dan dijadikan pengurus panti asuhan ini. Catalina tersenyum, mengusap air mata yang menitik dari ujung sudut mata wanita di hadapannya. Menepuk kedua pundak wanita tersebut. "Bi, berapa kali kau berterima kasih kepada ku? Aku iklas memberikan semua ini pada kalian, kebahagiaan kalian adalah kebahagiaanku." ucap Catalina penuh dengan kata-kata lembut. Tak ada yang menyangka jika gadis ini merupakan sosok iblis jelmaan malaikat maut. "Aku menyayangimu, Nak. Jaga dirimu baik-baik." Ujar nyonya Rosa. Kembali memeluk erat tubuh Catalina. "Jika uang di sini habis sebelum aku mengirimkannya, Bibi bilang saja padaku. Aku tidak ingin melihat kalian kelaparan." Setelah berbincang cukup lama, akhirnya Catalina memutuskan untuk pulang. Sebelum Vector mencarinya. "Langsung pulang? Tidak mau makan?" tanya wanita paruh baya itu. Catalina menggeleng kecil. "Aku ada pekerjaan mendadak, Bi." alasannya. Catalina hendak membalik badan ingin pulang, jika saja tidak ada segerombolan anak kecil memanggil namanya. "Kak Juliette ingin pulang begitu saja, hah?! Tanpa berpamitan pada kami? Tanpa memberikan ciuman pada kami?" Omel anak lelaki yang diketahui bernama Zio itu. Catalina terkekeh mendengar celotehan protes anak tersebut. "Ada yang merajuk, eoh?" goda Catalina, terpaksa ia sedikit memberikan perhatian kepada anak-anak yang sudah ia anggap sebagai adiknya tersebut. "Aku merindukan Kakak, tau." Zio memeluk erat tubuh Catalina. Catalina tersenyum dan memberikan kecupan beberapa kali di wajah anak tersebut. "Maafkan Kakak, hm. Kakak janji akan datang ke sini lagi dan membawakan mainan banyak untuk kalian semua. Tapi--hari ini, Kakak harus pergi." ucap Catalina begitu berat. Zio merenggut, begitu juga dengan anak-anak yang lain. "Kak Juliette jadilah kekasihku, jangan pernah tinggalkan aku di sini. Kakak harus janji akan selalu datang menjengukku."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD