05. Tinggal di rumah Vector.

1063 Words
Tanpa menjawab Sora segera mengambilkan laptop Catalina. Dengan cepat gadis itu menuliskan peraturan yang harus disepakati dengan Vector Jade. Peraturan diantaranya, tak boleh ada perasaan di antara mereka berdua. Karena memang Catalina tak mengenal apa itu cinta. Baginya cinta hanya untuk manusia bodoh. Kedua, Vector tidak boleh mencampuri urusan pribadi Catalina. Dan ke tiga, Catalina bebas menerima klien di luar kontrak Vector. Mereka berdua memang sudah sepakat untuk membuat peraturan masing-masing, dan tinggal menandatangi surat perjanjian itu nantinya. Selesai memikirkan matang-matang perjanjian yang habis ia tuliskan. Catalina kembali memikirkan nama ketua Mafia itu lagi, sembari merebahkan tubuhnya. "Vector Jade ... Vector Jade ... Ketua Maf--- ANJIIING!!!" Catalina terhenyak dari tempatnya berbaring ketika mengingat nama pria itu. Sora yang sedang fokus menonton drama ikut tersentak. "Anjinng!! Anjinnng! Di mana anjinngnya!" Kaget gadis itu, sembari meringsut naik ke atas sofa. Menelisik di mana binatang yang disebutkan sahabatnya barusan. Catalina berdecak kesal. "Ck, ambilkan dokumen kontrak tiga tahun yang lalu!" perintahnya lagi. Sora segera pergi dan mengambil beberapa box berisikan dokumen tentang biodata mangsa yang Catalina tuntaskan tiga tahun yang lalu. "Astaga! Astaga! Vector Jade! Kenapa aku bisa lupa dengan b******n tengik itu?!" gumamnya, sembari mengobrak abrik semua dokumen di hadapannya. Hingga kedua bola matanya membulat lebar saat menemukan dokumen usang berwarna biru di kedua tangannya. Membuka isi dokumen tersebut dan membaca nama beserta melihat foto yang tertempel di kertas tersebut. "Sial! Benar dugaan ku!" Geram Catalina, melempar berkas tersebut ke hadapan Sora. Dengan cepat gadis itu meraih dokumen tersebut, membacanya lamat-lamat. Sontak ia ikut terkejut. "Woohh!!! Bukankah ini klien yang baru saja sepakat kontrak denganmu? Kau pernah membunuhnya tiga tahun yang lalu, ini benar-benar gila! Dan sekarang kau menandatangani kontrak dengannya! Benar-benar menyerahkan nyawamu sendiri, Nam!" Huft! Kenapa Sora harus memperjelas semuanya, Catalina juga tahu itu. "Dunia ini terlalu sempit. Apa aku baru saja menggali kuburan ku sendiri?" lesunya. . Tilulitt ... Tilulitt ... Tilulitt ... Titt! Dengan mata terpejam Catalina menggerayangi ponselnya yang tergeletak di samping bantalnya. Dan langsung mematikan sambungan ponsel tersebut. Tak berapa lama ponsel gadis itu kembali berdering. "Hah! b*****t! Siapa yang mengganggu tidurku sepagi ini?!" Emosinya. Mengangkat panggilan telponnya dengan mata terpejam. "b******k! Apa mau mu?!" teriaknya. 'Kemasi barang-barang mu! Mulai hari ini kau tinggal bersamaku!" Tanpa melihat siapa yang berbicara, Catalina sudah tau siapa sosok itu. Tanpa menunggu sosok itu selesai bicara, gadis tersebut segera mematikan ponselnya. Dan kembali melanjutkan tidurnya. Masih jam tujuh pagi, ini terlalu pagi untuk Catalina bangun dari mimpi indahnya. BRAKK!!! BRAKK!! BRAKKK!! "b******k! Kau ingin mati, hah?!" Bangun dari tempat nyamannya, rambut acak-acakan tanpa memakai pakaian. Hanya menggunakan dalaman kurang bahan, Catalina tidak bisa tidur jika memakai pakaian. "Apa yang ..--" ucapan Catalina terhenti, ia kira Sora yang mengganggu tidurnya, ternyata sosok pria m***m yang akhir-akhir ini selalu merepotkan dirinya. Ingin ia mengumpat jika saja tak melihat Sora berada dalam cekikan salah satu bawahan Vector. Bahkan lengkap dengan revolver yang tertodong di kening gadis tersebut. "Ck, sial!" Mau tak mau Catalina kembali masuk ke dalam kamarnya dan mengemasi semua senjata beserta baju yang ia perlukan. Vector tertawa lirih, ia ikut masuk ke dalam kamar Catalina. Membuka jas yang ia kenakan untuk menutupi tubuh gadis tersebut. Namun dengan cepat Catalina membuang jas milik Vector. Dia lebih memilih meraih celana hitam robek-robek dengan kaos hitamnya. Kemudian melanjutkan berkemasnya lagi. Memasukkan semua senjata ke dalam koper besarnya. "Kau sangat berbeda, dimana biasanya para gadis akan sibuk berkemas aksesoris mereka, tapi lihat dirimu ... kau justru memasukkan senjata." cerca Vector, berjalan mendekati gadis tersebut. Memeluknya dari belakang, tanpa ada perlawanan dari sosok gadis itu. "Aku bukan gadis biasa!" ketus Catalina, membuka laci kecil berbentuk brankas. Mengambil beberapa botol berisikan cairan berwarna biru di dalamnya. Kemudian memasukkan benda tersebut ke dalam koper. "Kau pernah ingin melenyapkan ku dengan racun ini." Bukan pertanyaan melainkan pernyataan. Catalina tak terkejut sama sekali, ia tetap sibuk dengan aktivitasnya. "Kau tahu?" Vector menumpuknya dagunya di pundak Catalina, sembari mengangguk pelan. Memasukkan jemari besarnya ke dalam kaos longgar gadis tersebut. "Iya, maka dari itu aku menyuruhmu untuk mandi." bisik pria itu, menjilat cuping Catalina sensual. "Ngghh ..." Catalina bergidik, merasakan sapuan dingin lidah pria di belakangnya. Ck, sial! Pria m***m ini selalu tahu area sensitifnya. Dengan cepat Vector membalik tubuh Catalina, merengkuh pinggang ramping gadis tersebut, menarik tengkuknya dan melumat kasar bilah bibir merah muda gadis itu. Catalina tak menolak, ia justru melingkarkan kedua lengannya di belakang kepala Vector, meremas rambut pria itu pelan, yang mana membuat sang pria semakin terangsang. Vector menghempaskan tubuh Catalina ke atas kasur besarnya, mengungkung tubuh gadis di bawahnya. Siap untuk kembali menyerang bibir gadis tersebut. Sebelum Catalina menghalangi bibir dample pria di atasnya menggunakan jari telunjuk. "Tuan, milikku masih sangat perih." "Ck," decak Vector, berdiri dari acara mengungkung jalang kecilnya. Bagiamana bisa lubang kenikmatan Catalina masih sakit? Sudah dua hari semenjak mereka terakhir bercinta. Apa-apaan dengan alasan itu? Hah! Apa gadis ini berhubungan dengan lelaki lain? Dengan tatapan tajam Vector menoleh ke arah wajah Catalina. "A-apa?" Gugub Catalina, dia risih jika di tatap harimau m***m seperti pria di dekatnya ini. "Kau tidak sedang bermain di belakangku, kan?!" Catalina memelototkan bola matanya lebar. Apa pria ini benar-benar gila? Apa dia pikir Catalina semurahan itu?. "Bermain di belakang, MATAMU!" ketusnya, kemudian berseringai, sembari mendekatkan wajahnya tepat di hadapan wajah Vector. "Kau cemburu, ya?" Vector terkekeh, apa-apaan dengan kata cemburu. Tak ada dalam kamus seorang pemimpin Mafia kata-kata laknat bin menjijikkan seperti itu. Persetan dengan apa yang dilakukan orang lain, ingatkan jika Vector tercipta tanpa hati nurani, mungkin ... . Sesampainya Catalina di kediaman megah Vector. Gadis itu terdiam sejenak, terpukau akan kemewahan mansion milik pemimpin Mafia yang kini ia pijak. Mansion ini lebih tepat disebut dengan istana. Ck, ternyata kekayaan Catalina tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan mansion Vector. "Ehem!" Deheman Vector membuyarkan keterpukauan Catalina. Dengan cepat gadis itu menetralkan ekspresinya kembali. "Di mana kamarku?" tanyanya terlampau datar. "Tentu saja kau akan sekamar denganku, kau milikku." Catalina merotasi bola matanya, malas. Meninggalkan dua koper besarnya begitu saja di ruang tamu Vector. Toh, nanti juga ada para pelayan yang membereskan barang-barangnya. Catalina mengekor di belakang Vector, yang kini berjalan ke arah lift menuju lantai atas kamar pria tersebut. Catalina memiringkan kepalanya, melihat tangga menuju ke lantai atas. Hah! Pria ini benar-benar pemalas, hanya menuju ke kamarnya saja harus repot membangun lift. Sesampainya di ruang kamar Vector. Catalina langsung merebahkan tubuhnya, ingin melanjutkan tidurnya yang sempat terganggu oleh pria gila di dekatnya ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD