08. Perasaan cinta yang mulai bersemi.

1900 Words
"Tuan tidak apa-apa?" Vector hanya menggeleng kecil sebagai jawaban, menyingkirkan tangan anak buahnya yang berusaha membantunya untuk menopang tubuh. Semua orang di sana hanya memandang sedih ke arah sang tuan yang sekarang berjalan lunglai memasuki ruang rawat Catalina. Begitu berarti kah gadis itu untuk sang tuan? Dia gadis satu-satunya dan yang pertama, yang mampu membuat seorang Vector Jade sang ketua Mafia menangis penuh kehancuran seperti ini. Dengan tatapan mengabur, Vector mendekati ranjang pesakitan Catalina. BRUG! Lagi-lagi tubuh kekar itu ambruk tertumpu dengan kedua lututnya, bergetar dengan isakan pilu. Vector tak sanggup melihat tubuh gadis yang kini terlihat tengah berbaring di hadapannya. Wajah yang dulunya cantik, kini sudah hancur penuh lebam dan bekas jahitan di sana-sini. "Hah, kenapa seperti ini? Kenapa bisa terjadi?" lirih Vector, membuang napas yang terasa tercekat di dalam dadanya. Meremas erat kemeja di bagian d**a kirinya. Sakit, sangat sakit hingga rasanya tak dapat Vector deskripsikan dengan kata-kata. Seolah pria itu tidak mengenali siapa dirinya yang sebenarnya. Baru kali ini ia merasakan apa itu rasa gelisah, takut, sedih, marah, dan juga—tak ingin ditinggalkan oleh seseorang. "Jangan tinggalkan aku ...." tanpa sadar bibir pria itu berucap. . SATU TAHUN KEMUDIAN. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Dan selama satu tahun ini Catalina masih setia menutup kedua mata indahnya. Begitu indahkah pemandangan di alam bawah sadar? Hingga membuat gadis itu tidak ingin kembali ke dunia nyata. CKLEK! Vector memasuki ruangan Catalina yang kini sudah di pindahkan ke ruangan pribadi, lebih besar dan megah selayaknya kamar yang terdapat di mansion Vector. Pria itu menarik kedua sudut bibirnya, berjalan ke arah korden dan menyingkap kain lebar tersebut. Membiarkan sinar mentari menyinari wajah cantik Catalina. "Belum bangun juga, hm? Kenapa kau senang sekali membuat diriku hancur?" mengelus pipi tirus gadis yang kini masih terbaring di ranjang besarnya. Menyisir rambut panjang gadis tersebut menggunakan jemari besarnya. "Cepatlah bangun, aku merindukanmu." Bisik Vector, mengecup bibir pucat Catalina, sembari tersenyum begitu lembut. Vector terkadang berpikir, kenapa dia seperti orang tidak waras? Tertawa, kadang tersenyum tanpa alasan yang jelas. Semua itu hanya karena Catalina, gadis itu begitu hebat karena sudah membuat hati seorang pangeran iblis menjadi porak poranda. Terlalu lama berbaring tak sadarkan diri, membuat luka yang ada di seluruh tubuh Catalina sudah sembuh sepenuhnya. "Aku bersihkan tubuhmu dulu, hm. Cepatlah sadar dan bersihkan tubuhmu sendiri, apa kau tidak merindukan saat kita mandi bersama?" kekeh Vector, beranjak dari tempat duduknya. Mengambil air hangat dan washlap untuk mengelap seluruh tubuh Catalina. Membuka piyama yang di kenakan gadis itu perlahan, lagi-lagi Vector tersenyum miris menatap tubuh putih dan kurus gadis di hadapannya ini. Menyeka kulit Catalina pelan, penuh ketulusan. Tak ada tatapan nafsu atau semacamnya, hanya ketulusan perasaan cinta yang tergambar di wajah pria tersebut. Beberapa saat kemudian. "Akhirnya kau sudah terlihat cantik lagi," gumam Vector, setelah memakaikan gaun merah yang sengaja ia belikan untuk gadis itu, memoles sedikit lipstik ke bibir pucat Catalina agar terlihat semakin hidup. Vector mendudukkan tubuhnya di samping tubuh Catalina, menundukkan tubuhnya dan mengecup bibir mengkilap gadis tersebut. Meraih jemari pucat Catalina dan mengecupnya cukup lama. Memberikan kehangatan melalui bibirnya, berharap jika gadis itu segera bangun. Beginilah keseharian Vector selama Catalina koma, datang setiap waktu untuk melihat keadaan gadis beruntung itu. Selama setahun lamanya, Vector merasakan kehancuran luar biasa. Sering kali melihat keadaan Catalina yang terkadang kehilangan detak jantungnya, kemudian kembali berdetak. Sungguh, Vector sangat takut saat melihat pemandangan seperti itu. Namun—sepertinya gadis itu tidak ingin menyerah. Buktinya dia masih bertahan sampai saat ini. Vector berdiri, tersenyum menatap wajah cantik Catalina. "Sepertinya aku sudah jatuh cinta padamu. Sejak saat itu, kau terlalu menggemaskan untuk menjadi seorang jalang." Kekeh Vector. Membalik badan hendak meninggalkan ruangan tersebut. Sebelum— TIIIIIIITTTTTT Dengan cepat Vector membalik badannya dan menatap terkejut ke arah monitor yang menunjukkan garis lurus. Dengan cepat Vector menekan tombol darurat di samping ranjang Catalina. Tak lama dokter berbondong-bondong berlari masuk ke dalam ruang rawat Catalina. Vector hanya bisa menatap kosong dengan berderai air mata, tak kuasa menatap tubuh Catalina yang kini terlihat mengejang hebat. "AMBILKAN DEFIBRILLATOR!" suara teriakan salah satu dokter menggema di dalam ruangan di sana. Vector hanya bisa menatap dari kejauhan, dengan berderai air mata. Setelah beberapa menit mengalami kegaduhan, tiba-tiba saja suasana ruangan menjadi hening. Semua dokter saling menatap dengan tatapan menyedihkan, seraya menggelangkan kepala mereka. Tanda jika pasien tidak dapat tertolong. Salah satu dokter mengambil buku catatan dan menuliskan. "Waktu kematin Catalin---" "MENYINGKIRR!! b******k!!" Teriak Vector tak terima. Semua orang di dalam ruangan tersebut memberikan ruang untuk sang tuan. Tak ada yang bisa menghentikan pemimpin Mafia ini, semua hanya bisa menatap sendu ke arahnya. Dengan cepat Vector memberikan cpr pada Hanami, menekan d**a gadis itu berkali-kali, memberikan napas buatan, sembari merapalkan nama Catalina berkali-kali di sela tangisannya. "CATALINA!! BANGUNLAH!" teriak Vector, masih tetap melakukan cpr. Ia tidak akan berhenti sebelum Catalina kembali hidup. Tak ada yang tidak menitikkan air mata melihat sang tuan hancur seperti saat ini, sungguh demi apa mereka semua bisa merasakan kesakitan yang sama seperti apa yang tuannya rasakan sekarang ini. Mereka hanya bisa berdoa semoga jiwa Catalina diterima di sisinya. "KU MOHONNN!! BANGUNLAH ... JANGAN TINGGALKAN AKU, ARGGHHHH!" Vector meluruhkan tubuhnya di atas tubuh Catalina, ia lelah ... sangat lelah, keringat dan air mata bercampur menjadi satu membasahi wajah pria tersebut. "Kembalilah ... kumohon ... jangan tinggalkan aku." Tangis histeris Vector terdengar menggema di dalam ruangan itu. Memeluk erat tubuh lemas gadis di hadapannya. Merepalkan erat genggaman tangannya melampiaskan kesakitan dan kekesalan di dalam hatinya. "Bangunlah ... aku mohon, jangan tinggalkan aku seperti ini." Isak Vector, mencengkram erat tubuh gadis yang kini ia peluk. Vector merasa jika dunia nya runtuh saat ini juga, merasa jika separuh dari jiwanya hilang, membuatnya tak sanggup untuk menjalankan kehidupannya lagi. ia hanya ingin Catalina kembali dan membuka kedua matanya. Ia merindukan umpatan kebencian yang selalu gadis itu lontarkan kepadanya. Tak peduli dengan perasaanya, yang ia inginkan hanya Catalina kembali. "Cata—" TIITT TITT TITTT ... Vector menghentikan tangisannya seketika saat mendengar monitor di dekatnya kembali berbunyi. Menandakan jika detak jantung pasien kembali berdetak. Dengan senyuman bergetar Vector menyingkir dari tubuh Catalina, membiarkan para dokter kembali menangani gadis tersebut. Dengan tatapan penuh binar bahagian Vector menatap tubuh Catalina. "Terima kasih, terima kasih sudah kembali padaku." Rapal syukur dalam hati Vector. Semua dokter di sana akhirnya bisa tersenyum lega. Berjalan ke arah Vector sembari berucap. "Ini benar-benar keajaiban yang diberikan Tuhan untuk kesekian kalinya, Tuan. Catalina sudah melewati masa kritisnya." Kata-kata dokter itu bagaikan mantra yang mampu membuat kehidupan seorang pemimpin Mafia kembali bersemangat dalam menjalani kehidupannya. Semua dokter pergi meninggalkan ruangan tersebut, memberikan waktu untuk sang tuan di dalam sana. Vector tersenyum, merengkuh pelan tubuh Catalina yang berlahan kembali menghangat. Vector masih begitu syok dengan apa yang baru saja terjadi, ia memejamkan kedua matanya. Tak peduli lagi dengan penampilan kacaunya saat ini, ia tidak ingin meninggalkan Catalina. Hingga tiba-tiba muncul pergerakan kecil dari jemari Catalina. Yang mana sukses membuat Vector semakin terkejut. "A-apa? Kau bergerak?" masih dalam keadaan cengo tak percaya. "DOKTERR!! DIA KEMBALI, DIA BERGERAK! DIA HIDUP!" teriak histeris Vector, bukan teriakan kesedihan melainkan teriakan kebahagiaan, sampai-sampai pria itu bingung berucap apa untuk menggambarkan perasaanya saat ini. Aura dingin tak lagi terpancar di diri Vector, ia berubah menjadi sosok pria konyol yang membuat siapa saja ingin tertawa melihat tingkahnya. Vector tak mengalihkan tatapan matanya dari pemandangan di hadapannya, melihat para dokter sibuk menangani Catalina. Memeriksa dari setiap organ tubuh gadis tersebut. Seketika senyuman terbit dari bibir para dokter di sana, sontak membuat Vector ikut tersenyum dibuatnya. Tanpa disuruh kedua kaki pria itu berjalan mendekat ke arah kerumunan dokter tersebut. "Bagaimana?" tanya Vector, jantungnya berdegup kencang mempersiapkan diri untuk mendengar jawaban dari dokter di hadapannya. "Catalina sudah melewati masa koma-nya Tuan." Lantas senyuman lebar tergambar di bibir Vector, ia sangat bahagia mendengar kabar baik ini. Dengan cepat ia mendekat ke arah Catalina. Meraih tangan gadis itu, mengecupnya beberapa kali. "Terima kasih." Bisiknya. Perlahan Catalina membuka kedua kelopak matanya, penglihatannya begitu kabur, ia tidak dapat melihat apapun semua suram, ia mendengar ucapan seseorang. Namun ia tidak tahu itu suara siapa. Ia tidak tahu siapa dirinya, ia tidak bisa melihat dengan jelas. Ingin menggerakkan tubuhnya terasa begitu sulit, tubuhnya kaku seperti mayat hidup. Catalina sempat berpikir, apa aku sudah mati?. "Catalina, kau bangun?" Vector tersenyum, menatap wajah cantik Catalina yang kini sudah membuka kedua kelopak mata indahnya. Tetapi seperti ada yang aneh dengan tatapan gadis itu. Catalina berusaha menajamkan pandangan matanya, ia benar-benar tidak bisa melihat dengan jelas siapa sosok yang ada di hadapannya. Dan tentang suara sosok lelaki yang memanggilnya dengan sebutan 'Catalina' apa itu namanya?. Catalina berpikir keras, hingga membuat kepalanya terasa begitu pening. Berkahir ia memilih menutup kedua matanya lagi. Vector khawatir dengan apa yang terjadi pada Catalina dengan cepat ia menghampiri sang dokter yang menangani gadis tersebut. "Apa yang terjdai padanya?!" tanya pria itu sedikit meninggikan suaranya. "Maafkan saya, Tuan. Sebenarnya hal ini wajar terjadi pada pasien paska mengalami koma. Pasien akan mengalami lumpuh sementara." Penjelasan dokter mampu membuat hati Vector terasa tercabik-cabik, ia tak menyangka jika hal itu akan dialami oleh Catalina. Ia sedih menatap betapa menderitanya gadis tersebut. "Apa dia bisa kembali pulih?" Dokter di hadapan Vector mengangguk. "Tentu, Tuan. Mungkin sekitar beberapa minggu lagi Catalina akan kembali mengenal kehidupannya, tetapi untuk tubuhnya—mungkin butuh waktu sedikit lama untuk bisa bergerak seperti sedia kala." Vector mengangguk dan kemudian kembali mendudukkan tubuhnya di samping ranjang gadis tersebut. . Satu bulan berlalu. Catalina sudah bisa melihat dengan jelas pemandangan di sekitarnya, ia juga bisa mengingat apapun tentang siapa dirinya yang sebenarnya. Hanya tinggal pemulihan kedua kaki dan tubuhnya yang sedikit kaku. CKLEK! Pintu terbuka, menampilkan sosok pria tampan dengan senyuman cerahnya. "Hai, kau sudah bangun?" tanyanya, masuk ke ruangan Catalina sembari menenteng beberapa kantung palstik berisikan makanan. "Eum," angguk Catalina, berusaha mendudukkan tubuhnya. Bagaimanapun ia harus bersikap sopan pada sang tuan, beruntung pria itu masih mau merawatnya di saat dirinya sudah dalam keadaan sekarat. Sebenarnya bisa saja Vector membuang dirinya begitu saja, mengingat dirinya yang tidak lagi bisa berguna. Tanpa sadar gadis itu menunduk sendu. "Ada apa, hm?" tanya Vector seraya sibuk menyiapkan makanan di hadapannya. Catalina mendongak menatap sosok pria yang terlihat memunggunginya. Jujur, Catalina merasakan perbedaan yang begitu signifikan dari diri pria tersebut. Semenjak dirinya bangun dari koma, ia merasa jika Vector sangat berubah, entah dari sikap ataupun tutur kata yang diucapkannya. Dulu Catalina mengenal Vector sebagai sosok pria yang begitu kaku dan kejam, tetapi sekarang—bahkan hari ini saja Catalina sudah melihat senyuman pria itu untuk yang kesekian kalinya. Sebenarnya apa yang terjadi pada pria itu? Ah, mungkin saja karena rasa simpati terhadap bawahannya begitu, pikir Catalina. "Apa yang kau pikirkan?" tanpa Catalina sadari, Vector sudah duduk di hadapannya sembari menyodorkan sesendok makanan di hadapan mulut gadis tersebut. Catalina membolakan kedua bola matanya, ia merasa canggung dengan perlakuan Vector yang sedikit chesse. Dengan cepat ia menggelangkan kepalanya. Vector tersenyum kikuk, oh—ia baru ingat jika Catalina bisa menggerakan tangannya. Tentu saja gadis itu menolak perhatian yang ia berikan. Dengan penuh kesabaran Vector menaruh sepiring makanan itu dihadapan Catalina. Catalina tersenyum dan mulai memakan makanan di hadapannya pelan, sesekali melirik ke arah Vector yang sedari tadi tersenyum menatap wajahnya. Catalina merasa aneh dan tidak nyaman, kenapa Vector terus saja tersenyum seperti orang i***t? Atau jangan-jangan bibir pria itu sedang ada masalah hingga membuatnya tidak bisa menghentikans senyumannya. Astaga!! Apa yang Catalina pikirkan. Dengan cepat ia memakan makanan yang ada di dalam piringnya, hingga belepotan di bagian luar bibir gadis tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD