Lucky membaca satu persatu komentar pada foto i********:-nya tadi siang. Ada lebih dari 2.000 komentar yang hampiri seluruhnya memperolok dirinya. Lucky membanting ponselnya di atas tempat tidur kemudian berguling-guling kesal. Semua orang kan bisa typo, kenapa kalau dia salah ketik satu huruf saja jadi heboh? Bahkan ada yang menyeret-nyeret cerita tentang kegagalan Lucky tes TOEFL sampai tiga belas kali di kampusnya dulu sehingga membuatnya lulus tidak tepat waktu. Dari mana coba mereka dapat fakta basi itu?
"Aku ini orang Indonesia! Lahir di Indonesia, hidup di Indonesia, kerjanya di Indonesia! Aku nggak butuh bahasa Inggris segala! Kenapa aku harus bisa bahasa Inggris, ha? Kenapa?!" Lucky emosi sambil menendang-nendang guling malang yang tak berdosa. "Aku nggak akan pernah up date pakai Bahasa Inggris lagi!"
Lucky menelungkupkan wajahnya pada bantal dan mulai terisak. "Kenapa sih kalian jahat banget! Aku hanya typo. Padahal kalian bilang aku ini yang paling cantik. Padahal kalian bilang suaraku merdu yang paling merdu...."
Lucky menangis selama kira-kira setengah jam lebih. Menjadi artis ternyata tidak seindah bayangannya. Dia harus selalu tampil mempesona dan sempurna, satu kesalahan saja bisa membuatnya jadi bulan-bulanan seperti hari ini. Lucky kadang merasa sangat lelah dan ingin berhenti saja, tetapi dia akan terlihat semakin jelek jika berhenti hanya karena omongan tidak jelas para netizen itu.
"Ora urus! Ora urus!" Lucky menyerukan jargon menyemangati diri sendiri. Setelah puas menangis Lucky menjadi lapar. Lucky membuka lagi ponselnya untuk melihat apakah dia masih bisa memesan Go Fo*d. Akan tetapi kemudian Lucky melemparkan ponselnya. Dia bangkit dan membuka jendela kamarya. Langit malam begitu cerah bertabur bintang, kenapa dia tidak jalan-jalan saja sebentar. Lucky melirik jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh malam. Bella pasti sudah tidur dan tidak akan tahu kalau dia keluar. Adiknya itu suka senewen jika Lucky pergi tanpa pengawasan. Bella mengatakan bahwa ada banyak haters dan stalker yang bisa saja menyerangnya di luar sana. Lucky merasa terkadang adiknya itu berlebihan.
Lucky menghampiri meja riasnya dan mengambil sebuah kacamata tebal yang tergeletak di sana. Dia mengenakan benda tu, menguncir rambutnya, ditambah topi hitam dan masker. Lucky memandangi bayangannya di cermin dan tertawa. Wajahnya kini jauh berbeda, tidak ada seorang pun yang akan mengenalinya. Dia hanya perlu membeli sebungkus semur jengkol di perempatan jalan lalu pulang.
Lucky menyelinap keluar dari kamarnya dengan langkah perlahan. Dia menempelkan telinga di pintu kamar Bella dulu, dari sana terdengar suara dengkur halus. Lucky menyeringai lalu melangkah keluar dari pintu belakang. Bi Inah dan Mang Ujang, asisten rumah tangganya sudah tepar sehigga dia dengan mudah membuka pagar belakang. Lucky menghirup udara banyak-bannyak setelah berdiri diluar pagar. Sudah lama sekali dia tidak jalan-jalan malam begini. Gadis itu menelusuri trotoar dari rumahnya yang elit lalu berbelok ke jalan raya. Hanya butuh waktu lima belas menit dengan berjalan kaki dia sudah sampai di warung yang menjual semur jengkol istimewa pakai telor itu.
"Saya pesan semur jengkol istimewa satu, bungkus ya, Pak," jelas Lucky.
Si empunya warung memerhatikannya dengan seksama seolah curiga dengan penampilannya. Lucky berpura-pura terbatuk-batuk agar dikira dia sedang flu berat dan wajar jika mengenakan masker. Si bapak tampaknya tak curiga lagi mendengar batuk Lucky yang lebay.
Lucky duduk dengan nyaman di kursi kayu menunggu pesanannya datang. Tak lama kemudian masuklah seorang cowok ganteng yang mengenakan jas rapi dan terlihat mahal. Cowok itu lumayan ganteng juga. Dia mendekati si empunya warung dan menyapa dengan ramah. "Semur jengkol bungkus, dua ya, Pak."
Setelah mengutarakan pesanannya. Pria itu duduk di samping Lucky. Pria itu tertegun dan ketika menatap Lucky lalu memperhatikan gadis itu dari atas sampai bawah. Dilihatin cowok ganteng gitu, wajar saja Lucky jadi ke-GR-an. Tak lama kemudian, semur jengkol pesanannya telah selesai dibungkus. Lucky pun melangkah riang menuju rumahnya. Lucky merasa dirinya diikuti. Ketika dia menoleh kebelakang, cowok ganteng tadi berdiri di sana.
"Lucky?" tanya cowok itu.
Lucky terkesiap. Dia tidak menyangka cowok itu mengenali dirinya dengan penampilannya yang sekarang ini. Kok bisa? Hm, mungkin dia adalah salah satu fans berat Lucky.
Cowok ganteng itu tersenyum. "Lucky, aku tidak menyangka akan bertemu kamu di sini," ujar cowok itu semringah. Lucky mencoba tersenyum, dia harus memberikan fans service kepada fans beratnya.
"Lucky, kenapa kamu tidak membalas pesanku akhir-akhir ini?"
Lucky terdiam. Pesan? Pesan apa maksudnya?
Cowok itu melangkah mendekat. Entah mengapa Lucky merasa merinding, wajah cowok itu tidak terlihat tampan lagi baginya.
"Lucky, aku tidak tahan lagi dengan semua ini. Tidak bisa bertemu denganmu sehari saja sangat berat. Tidak bisakah kita mengumumkan saja hubungan kita ke publik?" keluh cowok itu.
Lucky terkesiap. Apa maksud orang ini? Apa dia delusional? Sejak kapan mereka berhubungan? Ketemu aja baru sekarang. Seketika Lucky teringat nasihat Bella akan kehadiran fans-fanas gila yang fanatik. Orang-orang biasanya menyebutnya, Sasaeng Fans. Cowok ini terlihat seperti orang biasa yang normal. Mungkinkah dia seorang stalker? Bulu kuduk Lucky meremang. Dia menyesal tidak menuruti nasihat Bella. Sekarang bagaimana dia bisa melarikan diri dari orang ini? Lucky berdoa dalam hati. Gadis itu kemudian berlari sekencang-kencangnya.
"Lucky!" Cowok itu memanggilnya dan berlari mengikutinya. Lucky terkejut. Bagaimana ini? Bagaimana? Pos polisi! Dia berlari saja ke pos polisi! Tetapi stalker itu memiliki kaki yang lebih jenjang dari Lucky, mudah saja baginya menyusul Lucky. Cowok itu lalu mencengram erat pergelangan tangan Lucky.
"Lucky! Ada apa denganmu? Ini aku, Charlie!" bentak cowok itu. Lucky berteriak minta tolong dan memukuli cowok itu dengan sekuat tenaga. Akan tetapi cowok itu jauh lebih kuat darinya. Tantrum membuat masker dan kacamata Lucky terlepas.
Beruntung, sebuah mobil patroli polisi lewat. Mobil itu segera menepi. Seorang polisi berseragam keluar dari sana dengan sigap. "Ada apa ini?" tegur polisi itu.
Lucky merasa lega, ada polisi yang pasti akan menyelamatkannya. Namun ketika dia menatap wajah polisi itu dengan jelas Lucky tercengang. Begitu pula si polisi berpangkat Iptu itu. Selama beberapa detik mereka terdiam lalu si stalker angkat bicara. "Tidak ada apa-apa, Pak, saya hanya mengobrol dengan pacar saya."
"Pacar?" Iptu Doni menaikkan alisnya.
"Bukan! Dia bukan pacarku! Dia stalker!" elak Lucky.
Sang stalker tampak syok mendengar ucapan Lucky itu. "Stalker? Setelah segala yang kukorbankan untukmu, kamu menyebutku stalker? Hebat sekali, Lucky!"
Cowok itu mencengram tangan Lucky lebih kuat sehingga gadis itu mengaduh. Doni tidak tinggal diam. Dia memukul lengan stalker itu dengan keras. Cowok itu mengaduh dan peganganya dari tangan Lucky terlepas. Secepat kilat, Doni mengeluarkan borgol dari sakunya dan memasangkannya di kedua tangan cowok itu.
"Pak! Apa yang...." Cowok itu tampak memprotes, tindakan Doni.
"Jelaskan saja semuanya di kantor polisi," tegas Doni.
"Tapi, Pak, dia itu benar-benar pacar saya!" Stalker itu masih bersikukuh.
"Jangan dengarkan dia! Aku sama sekali tidak mengenalnya," seru Lucky ketakutan.
"Ayo masuk!" Doni membuka pintu belakang mobil patrol, mendorong pemuda stalker itu masuk ke dalam mobil kemudian menguncinya. Pemuda itu menggedor dan berteriak-teriak frustrasi. "Pacar saya! Dia pacar saya!"
Doni mengamati wajah Lucky yang tampak pucat ketakutan. "Kamu nggak membohongi aku supaya bisa kabur dari pacarmu, kan?" tegur Doni.
Lucky menatap Doni dengan murka. "Jadi kamu lebih percaya orang itu daripada aku? Apa aku masih tampak serendah itu di matamu!"
Doni tertegun melihat mata Lucky yang berkaca-kaca. Dalam hati dia mengumpat, ternyata dia masih saja lemah pada air mata wanita itu. "Maaf," ujar Doni akhirnya, "Masuklah, kamu harus buat laporan di markas."
Lucky menggeleng. "Aku nggak mau, kalau wartawan tahu bisa jadi skandal. Kamu urus saja dia. Aku bisa pulang sendiri. Rumahku di dekat sini."
Doni mengawasi kaus tipis bermotif cangkir teh dan celana jeans yang dikenakan Lucky lalu mendesah. "Kalau kamu pakai baju tipis seperti sama saja kamu mengundang penjahat. Jangan keluar lagi malam-malam dengan baju ini."
Doni membuka pintu kemudi lalu masuk ke dalam mobil. Secepat kilat, cowok itu menghilang dari pandangan. Lucky mengacungkan tinjunya. Baru ketemu saja cowok itu sudah membuatnya kesal setengah mati. Lucky melihat semur jengkolnya yang jatuh, isinya sudah bercecer. Lucky sudah kehilangan selera makan. Di samping kresek semur jengkolnya itu, Lucky melihat sebuah dompet tergeletak. Lucky terpegun. Dia ingat dompet warna coklat itu. Itu adalah hadiah ulang tahunnya untuk Doni delapan tahun yang lalu.
Lucky memungut benda itu dan takjub, tapi kemudian dia teringat akan stalker itu tadi. Dia tidak ingin berlama-lama di sini dan bertemu stalker yang kedua. Maka gadis itu buru-buru dia kembali ke rumahnya dengan berlari. Lucky masuk diam-diam seperti saat dia keluar tadi. Gadis itu lalu bergegas ke kamarnya.
Lucky berbaring di ranjang dan mengingat-ingat peristiwa yang telah dialaminya. Lucky tersenyum ketika membayangkan aksi Doni tadi. Kenapa cowok itu masih terlihat begitu keren? Lucky mendesah. Dia lalu melihat dompet yang dipungutnya tadi. Benda itu sudah buluk dan lusuh. Mengapa Doni masih memakainya? Seketika saja terasa debaran dalam d**a Lucky. Lucky menggeleng kuat-kuat lalu memukul kepalanya.
"Apa kamu sudah lupa bagaimana cara dia memutuskanmu! Jangan jatuh ke lubang yang sama, Lucky!" Lucky memarahi dirinya sendiri. Dia lalu mengambil ponselnya dan membuka i********: milik Doni. Lucky terperangah melihat jumlah followernya. 25 M! Bagaimana bisa orang seperti dia bisa memiliki follower lebih banyak dari Lucky! Dia kan hanya aparat biasa! Lucky melihat salah satu foto Doni yang sedang membuka kancing bajunya dengan eksotis. Lucky berteriak lalu memukul-mukul matanya.
"Astagfirllah! Zina mata! Aku zina mata!" teriaknya. Karena kepo, Lucky membuka komen dari foto itu. Ada 3.000 komen dan semuanya komen positif yang memuja Doni. Lucky semakin terpukul. Bagaimana bisa mantannya itu jauh lebih populer dan punya banyak fans dibanding dirinya? Kenapa yang dimilikinya hanya haters saja! Yang artis itu sebenarnya siapa? Lucky frustrasi dan menganiaya gulingnya kembali.
Lucky memandangi jam dinding di kamarnya yang menunjukkan pukul dua belas malam. Gadis itu sudah mulai mengantuk, tapi rasa takut setiap kali akan tidur masih membayang. Karena ketika dia terlelap, mungkin saja yang bangun esoknya adalah dirinya yang lain. Lucky mengingat kembali wajah stalker yang mengejat-ngejarnya tadi. Pria itu memang tampak familiar. Apakah mereka memang pernah bertemu sebelumnya?
Lucky merasakan bulu kuduknya meremang. Gadis itu bangkit kemudian keluar dari kamarnya dan mengetuk pelan kamar Bella. Karena tidak ada jawaban, Lucky mencoba memutar kenop pintu. Rupanya tidak dikunci. Lucky membuka pintu lalu masuk ke dalam kamar, dia melihat adiknya terbaring pulas di atas ranjang. Bella terlihat sangat letih. Ya, menjadi manajer seorang penyanyi terkenal seperti dirinya pastilah pekerjaan yang melelahkan.
Lucky mendekati ranjang Bella kemudian menyusup dalam selimut. Adiknya membuka mata sedikit dan mengerutkan keningnya. "Kakak?" tanyanya.
"Ya, ini aku, aku tidur di sini lagi ya," bisik Lucky.
Bella mengangguk saja lalu kembali terlelap. Lucky tersenyum kecil lalu memejamkan mata. Dia selalu merasa aman jika berada di samping Bella.
***