BAB 7 : Ruang Latihan Berhantu

1501 Words
Suara tawa samar terdengar di sekitar Xena, tampaknya para hantu tengah menertawakan tingkah Xena yang ketakutan dan mulai mengejek wanita itu. “Aku bertaruh dia akan masuk rumah sakit jiwa dalam waktu satu bulan.” “Aku bertaruh dua minggu!” “Apa kalian bercanda?! Tentu saja dia akan masuk rumah sakit jiwa hari ini. Kik.. Kik.. Kik..” “Diam! Diam! Diam!! Kenapa selalu mengganggu hidupku?!!” Keputusasaan menggerogoti hati Xena, membuatnya menjadi histeris sampai tidak lagi memperdulikan harga dirinya di hadapan orang lain. Seketika Xena dan Zenon menjadi pusat perhatian. Walaupun sudah lama tidak tampil di televisi, wajah Xena Archer masih terukir jelas di dalam ingatan seluruh pekerja di kantor manajemen ini. Namun, alih – alih melihat Xena, semua orang malah memakukkan pandangan mereka kepada Zenon yang berdiri tepat di hadapan wanita itu. “Stalker? Apakah dia stalker?” seorang wanita mulai berbisik ke rekan di sebelahnya. “Apa pria itu melecehkan Nona Archer sampai dia berteriak seperti itu?”  “Ya ampun padahal wajahnya tampan, tapi kenapa kelakuannya lebih buruk daripada sampah?” Zenon mengerjapkan mata beberapa kali saat mendengar ada seseorang yang memanggilnya sampah. Bagaimana mungkin dia bisa dianggap melecehkan Xena di saat dia bahkan belum pernah menyentuh Xena sedikipun?! Zenon hendak mengatakan sesuatu tapi secara tiba – tiba tangannya di tahan oleh dua orang petugas keamanan yang entah sejak kapan sudah berdiri di sampingnya. “Nona Archer, apakah pria ini mengganggu Anda? Haruskah kami mengusirnya dari kantor?” “Eh?! Saya tidak melakukan apapun!” seru Zenon tidak terima. Setelah mendengar suara petugas keamanan, Xena akhirnya baru sadar bila dia telah membuat keributan di muka umum sehingga buru – buru membungkuk beberapa kali. “Maaf. Maaf. Saya hanya sedang berlatih peran dan pria ini membantu saya. Dia sama sekali tidak mengganggu saya.” Kedua petugas keamanan akhirnya melepaskan Zenon dan meminta maaf atas kesalahpahaman yang terjadi. “Maaf, Master Dominic. Saya kekurangan tidur akhir – akhir ini dan sudah sangat muak saat mendengar suara hantu sehingga saya tanpa sadar tidak mampu mengendalikan diri.” Xena menundukkan kepalanya, merasa begitu malu kepada Zenon dan seluruh pekerja di dalam kantor. Bukannya merasa kesal, Zenon malah tertawa renyah. “Berurusan dengan hantu memang menyebalkan. Mereka akan selalu menertawakan kamu bila kamu bertindak bodoh, mengejekmu saat kamu melakukan kesalahan, dan bahkan akan terus – menerus menghinamu sepanjang hari.” “Aku yang sudah terbiasa pun kadang masih merasa muak.” Lanjut Zenon. “Tidak adakah cara untuk mengusir mereka?” Zenon melirik sekilas ke arah para hantu yang ada di sekitarnya. “Jika yang mengganggumu hanyalah hantu – hantu lemah seperti mereka, kamu hanya harus mengabaikan mereka saja. Nanti juga lama – lama mereka bosan dan tidak lagi ingin mengganggumu.” Mengabaikan? Mendengar ocehan mereka setiap saat saja sudah membuat Xena ingin berteriak dan melemparkan barang. Bagaimana mungkin Xena sanggup mengabaikannya? “Senior!! Anda sudah kembali?!” teriakan seseorang dari arah pintu masuk berhasil membuyarkan pikiran Xena dari hantu. Seorang wanita berambut sebahu berlari kecil menuju ke arahnya, dia tersenyum manis dengan kedua mata yang berbinar terang. “Senior, akhirnya Anda datang. Saya dan teman – teman lainnya sudah sangat merindukan Anda. Apakah hari ini Anda datang untuk melatih kami?” Xena menepuk bahu Agatha beberapa kali sebelum membalas. “Sayangnya tidak, aku kemari untuk mengajukan hiatus kepada perusahaan. Mungkin baru bisa kembali bekerja tahun depan.” Senyuman di wajah junior yang bernama Agatha itu langsung turun. “Sayang sekali … padahal kami selalu menantikan kelas pelatihan dari senior.” Sebagai seorang senior yang telah berkecimpung di dunia akting selama sembilan tahun. Perusahaan memberikan kesempatan kepada Xena untuk melatih beberapa junior yang baru bergabung dengan perusahaan. Sesungguhnya ada begitu banyak guru serta senior lain yang melatih mereka, tetapi Xena selalu menjadi favorit para juniornya. Semua itu karena Xena selalu melatih mereka dengan penuh kesabaran dan tak pernah sekalipun bertingkah sombong di hadapan para juniornya. “Bagaimana kabarmu, Agatha? Apakah perusahaan sudah memperbolehkanmu ikut audisi?” Agatha langsung tersenyum kembali. “Ya! Kemarin manajer saya berkata bahwa perusahaan meminta saya untuk ikut audisi sebuah drama series pendek.” Mendengar pencapaian juniornya, Xena turut merasa senang. “Itu bagus! Kamu harus banyak berlatih agar bisa lolos.” “Tentu. Dalam lima tahun kedepan, saya pasti sudah bisa mengalahkan senior.” Kata Agatha seraya tertawa. Keduanya saling melemparkan obrolan ringan sampai Agatha tiba – tiba menampakkan ekspresi serius. “Tapi, Senior. Apakah Anda sudah mendengar rumor yang akhir – akhir ini sedang hangat diperbincangkan oleh para aktor dan karyawan perusahaan?” “Rumor apa?” “Beberapa saat yang lalu, sebuah gudang besar yang terletak di bagian belakang gedung baru saja direnovasi dan diubah menjadi sebuah ruang latihan untuk aktor drama theater. Tapi, baru saja dipakai selama satu minggu, para aktor drama selalu mengeluh ruangannya sangat panas walau AC di ruangan sama sekali tidak rusak.” “Dan pada suatu malam, ada seorang aktor yang berlatih hingga malam seorang diri. Saat sedang melatih dialognya, secara mengejutkan ada suara yang menyahuti dialognya sehingga membuat aktor itu langsung melarikan diri.” Dari arah pembicaraannya, Xena yakin bila Agatha sedang menceritakan sebuah kisah yang berhubungan dengan hantu. Dia memang bisa melihat hantu, tapi bukan berarti Xena akan menghubungkan segalanya dengan hantu. “Mungkin saja dia lupa kalau sedang menyalakan radio.” “Tidak. Tidak. Tidak. Saat itu dia sedang melatih dialog untuk pementasan drama Othello. Dan tiba – tiba saja ada suara lain yang ikut berdialog sebagai pemeran utama wanita Desdemona. Dia sangat yakin jika sedang sendirian saat itu.” Agatha berpikir sejenak. “Oh. Oh. Seorang staff keamanan juga pernah mengalami hal yang janggal. Ketika dia ingin mengunci pintu ruang latihan, dia melihat ada seorang wanita masih berdiri di tengah ruang latihan seorang dari. Tapi, ketika staff keamanan memanggilnya untuk keluar, leher wanita itu langsung terlihat bengkok kemudian berlari menuju staff keamanan dengan cepat.” Ketika mendengarnya, bulu di tubuh Xena ikut berdiri. “Lalu apa yang terjadi?” “Staff keamanan itu sangat ketakutan sampai dia pingsan dan ditemukan oleh karyawan di pagi hari. Sejak berita itu tersebar, ruang latihan theater jadi tidak pernah dikunjungi dan anggota drama theater lebih memilih untuk berlatih di luar.” “Apa direktur tidak mau membuat ruang latihan yang lain?” Agatha adalah seseorang yang pandai bergosip sehingga dia mengetahui hampir seluruh rahasia perusahaan dari berbagai macam sumber. “Direktur sudah mengeluarkan banyak anggaran untuk merenovasi ruang latihan yang besar itu. Akan sangat sayang apabila ruangan itu kembali dijadikan gudang, karena itulah ada rumor yang mengatakan bila direktur meminta seorang shaman untuk mengusir hantu di ruangan itu supaya dia tidak harus mengeluarkan lebih banyak anggaran.” “Hah? Shaman?” “Iya, Shaman. Tapi, sepertinya dia belum datang.” “Bagaimana kamu tahu?” tanya Xena. Agatha tertawa kecil. “Bukankah Shaman selalu berpakaian eksentrik? Aku melihat di internet mereka biasanya menggunakan pakaian seperti suku pedalaman dan selalu mengenakan kalung jimat kemanapun mereka pergi. Mereka juga katanya jarang mandi serta memiliki janggut tebal yang tak terurus. Dengan penampilan seaneh itu, bagaimana mungkin aku tidak mengenalinya?” Apanya yang berpenampilan aneh?! Shaman yang berdiri di samping Xena bahkan jauh lebih tampan dan harum dari kebanyakan aktor di perusahaan ini! “Agatha, kamu tidak bisa menilai penampilan orang lain sebelum melihatnya langsung.” Peringat Xena yang takut Zenon akan tersinggung saat mendengar ucapan Agatha. Akan tetapi, tampaknya pria itu tidak terlalu perduli dan sekarang sedang melambai kepada seorang hantu anak kecil yang berlarian di sekitarnya. Pantas saja sedari tadi Agatha terus melirik ke belakang Xena, ternyata dia sedang menyaksikan tingkah laku aneh dari Zenon. Agatha sempat terkesima sebentar oleh wajah Zenon yang terlihat bersinar, tetapi kesadarannya langsung kembali tatkala ponselnya berbunyi. “Ah, celaka! Aku lupa bila manajerku sudah menunggu di ruangannya sejak tadi. Senior, aku pergi dulu. Jaga kesehatanmu dengan baik!” Agatha berlari secepat kilat, terlalu takut akan dimarahi. Seusai melihat kepergian Agatha, Zenon langsung berkata kepada Xena. “Ayo pergi.” Xena mengerutkan keningnya. “Ke mana?” “Tentu saja ke ruang latihan theater.” Xena sontak menggelengkan kepala. “Apa kamu tidak dengar? Katanya ada hantu menyeramkan yang menghuni ruangan itu. Untuk apa mencari masalah dengan pergi ke sana?” Zenon menggelak tawa. “Nona Archer, menemui hantu adalah pekerjaanku. Kamu tidak perlu ikut apabila takut, tapi bukankah kamu akan langsung menjadi santapan empuk saat menjauh dariku?” Xena menggigit bagian dalam mulutnya, dia memang tidak mempunyai pilihan selain mengikuti Zenon pergi di saat hantu – hantu di sekelilingnya mulai meneteskan liur tatkala mendengar Zenon akan segera pergi. “Baiklah! Aku akan mengikuti kamu. Lagipula di ruangan itu hanya ada satu hantu! Pasti akan lebih mudah menghadapinya dibandingkan dengan hantu di sini.” Tidak ada yang salah dengan logika Xena. Namun, perkataannya mampu membuat seorang Shaman berpengalaman hampir terjatuh karena tertawa renyah. “Ya! Ya! Dia hanya satu, kamu pasti bisa menghadapinya.” Sayangnya Xena tidak tahu bahwa hantu mampu menguasai sebuah tempat seorang diri karena hantu – hantu lain terlalu takut untuk mendekatinya. • • • • • To Be Continued 8 Agustus 2021
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD