PARTE 3

1721 Words
"Eh Mira, kok ganti baju?" pertanyaan Putri membuat Namira hampir tersungkur. Ia menyandung kakinya sendiri. Untung saja dia masih bisa menjaga keseimbangannya. Namira bergegas duduk di kursinya.  "Oh, hm, tadi baju aku ketumpahan s**u coklat.."  "Terus ini baju siapa? Kamu beli baju baru?"  Namira gelagapan seketika. Apalagi saat Putri mendekat padanya.  "Wah, wangi banget Mir. Emang baju baru wanginya gini ya? Kayaknya enggak deh. Ini kayak wangi parfum gitu ya."  "Hah? Kenapa?" akhirnya yang lain ikut tertarik mendengar perkataan Putri. Yang lainnya mendekat pada Namira dan ikut mencium wangi dari baju Namira.  "Eh iya wangi banget ya ampun. Eh bentar," Marisa terlihat berpikir. "Kayaknya aku tau deh wangi ini. Hm, wanginya kayak wangi parfum mahal. Dulu pacar aku pernah pake dan harganya mahal banget."  Namira sudah gemetaran.  "Wah, Mir. Ternyata kamu suka pake parfum mahal ya?" tanya Putri.  Namira menelan ludah. Jangankan memakai parfum mahal. Merknya saja Namira tak tahu. Parfum paling mahal yang ia pakai adalah Eskulin cologne gel. Itupun ia pakai semenjak bekerja. Tak mungkin kan dia ke kantor dengan badan yang bau.  "Atau jangan-jangan.." Putri menatap temannya itu pernuh selidik. "Jangan-jangan kamu punya pacar, Mir. Ini kemeja pacar kamu ya? Soalnya kalau diliat-liat ini tuh kayak kemeja cowok."  Mati Namira. Tewas di tempat. Sudahlah, tamat.  "Kalian nggak ada kerjaan ya? Ngerumpi di situ?" akhirnya suara menggelegar itu memecah kerumunan dan Namira bisa bernapas kembali. Hampir saja. Hampir saja dia ketahuan. Putri dan yang lain sudah kembali ke meja mereka masing-masing. Namira kemudian menciumi aroma pada baju yang ia kenakan. Tadi Namira tidak sempat memikirkan hal itu.  Dan Namira tertegun seketika. Wangi sekali. Masya Allah. Ini benar-benar wangi. Pasti wangi parfum Shawn. Mimpi apa Namira tadi malam? Namira harus segera menyadarkan dirinya. Bisa gawat jika dia terbang terlalu tinggi.  Ingat Namira. Ingat kasta.  Namira segera menyalakan komputernya dan fokus pada pekerjaannya.  ...  Namira memasuki laundry dengan paper bag di tangannya. Jangan tanya dari mana dia mendapatkan paper bag itu. Tampak seorang pria paruh baya sedang duduk di meja kasir sambil menekan-nekan kalkulator.  "Maaf, Pak.."  Pria itu mengangkat wajahnya memandangi Namira. Ia naikkan kaca matanya. "Iya, kenapa?"  "Hm saya mau nanya, kalau cuci kemeja ini berapa ya?" Namira mengeluarkan kemeja Shawn dari dalam paper bag nya.  Pria itu memperbaiki lagi kaca matanya kemudian memperhatikan kemeja yang Namira bawa. Pria itu terlihat serius. Namira jadi takut sendiri. Bagaimana jika ternyata itu kemeja mahal yang tak bisa dicuci sembarangan? Untung tadi Namira tak ceroboh mencucinya sendiri di rumah.  "Ini kemeja mahal. Ditempahnya khusus. Liat merknya.." pria itu seolah sangat mengerti, menunjukkan tulisan dan kode yang tertulis di bagian kerah kemeja. Namira mana mengerti hal seperti itu.  "Jadi?"  "Nggak bisa dicuci di sini. Cucinya harus di laundry khusus. Kalau cuci di tempat biasa gini nanti bisa rusak."  Dagu Namira jatuh dramatis. Demi apa? Laundry khusus? Berapa uang yang harus ia keluarkan? Jangan bilang ia harus keluarkan ratusan bahkan jutaan hanya untuk mencuci kemeja ini. Astaga. Kan, harusnya Namira tidak menerima bantuan Shawn tadi. Mana dia sudah terlanjur bilang akan mengembalikan kemeja itu setelah mencucinya. Memang otaknya lemot jika dengan Shawn. Bicara sebelum berpikir. Tapi masih untung Namira tidak bilang akan menggantinya dengan kemeja yang baru.  "Oh- gi-gitu ya, Pak?"  "Kenapa? Kamu nggak tau cucinya di mana?" tanya pria itu lagi seolah bisa melihat kegundahan dan kebingungan pada diri Namira.  "Hngg.. kalau boleh tau biasa harganya berapa ya, Pak?"  Pria itu diam sebentar. "Kemeja ini biasanya bisa 30-50 juta."  "Apa?" Namira melongo. 50 juta?  "Upah cucinya bisa 900 ribu sampai satu setengah juta tergantung parfum dan sabun yang digunakan."  Astaghfirullah. Mencuci satu kemeja saja bisa sebanyak itu? Namira jadi bertanya-tanya sebenarnya dia hidup di jaman apa?  "Oh gitu ya, Pak. Ma-makasih ya, Pak.."  "Iya. Kalau kamu nggak tau tempat cucinya di mana, coba ke Gale Laundry. Biasanya baju-baju mahal di cuci di sana."  "Baik, Pak. Terima kasih banyak informasinya." Namira meninggalkan tempat itu dengan langkah gontai. Apa Shawn mau menjebaknya? Meminjaminya kemeja semahal ini. Jangankan mengganti dengan yang baru. Membayar upah cucinya saja Namira tak sanggup. Satu juta itu cukup untuknya hidup satu setengah bulan. Masa iya satu juta harus ia ikhlaskan untuk mencuci selembar kemeja?  Namira mengacak rambutnya frustasi. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Namira putus asa. Kalaupun ingin mencucinya, Namira harus menunggu gajian yang masih dua minggu lagi. Sekarang dia benar-benar tak punya uang sebanyak itu. Sisa uangnya hanya beberapa ratus ribu saja. Jika dibayarkan ke laundry dia akan makan apa nanti?  ...  Hari Senin ini terasa sangat berat bagi Namira. Dimulai dengan desak-desakan di bus. Kakinya yang terinjak saat orang hendak turun. Dan kotak bekal yang lupa ia bawa. Ia meninggalkan kotak bekalnya di atas meja karena dia buru-buru tadi. Sudahlah. Masalah kemeja belum kelar, kini sudah ada masalah baru.  "Ini kenapa?" tanya Namira pada Putri. Saat memasuki ruangan divisinya, Namira merasakan ketegangan yang tidak biasa. Apa akan terjadi peperangan di sini?  "Ada masalah."  "Hah?"  Namira meletakkan tasnya di atas meja kemudian duduk. Ia mendekatkan dirinya ke Putri agar bisa mendengar suara Putri dengan jelas. Putri kemudian ceritakan bahwa ada masalah di divisi mereka. Kabarnya barang yang dikirim ke customer tidak sesuai jumlahnya dengan yang dipesan. Dan yang menjadi sasaran jelas divisi administrasi dan gudang. G-Empire tidak punya klien yang biasa. Semua klien mereka orang penting. Jadi masalah ini jelas bukan masalah kecil.  Sejak pagi ketegangan itu sudah terasa. Supervisor mereka sibuk sejak tadi. Namira jadi kasihan pada atasannya itu. Memang bukan hal yang mudah untuk menjadi seorang Supervisor. Ini adalah pertama kali ada masalah sejak Namira bekerja di sini.  "Nanti siang kita semua meeting dan Presdir bakal hadir." Pemberitahuan dari salah satu teman divisinya membuat Namira menarik napas dalam. Apa Shawn akan marah nanti?  ...  Begitu Shawn memasuki ruang meeting bersama PA dan sekretarisnya, semua orang berubah menjadi beku. Suasana yang semula sudah dingin berubah menjadi semakin dingin. Ekspresi wajah Shawn juga sangat datar. Namira menundukkan wajahnya sedalam mungkin. Ia tak berani melihat Shawn.  "Saya akan memberikan waktu lima belas menit untuk kamu menjelaskan," ucap Shawn. Suaranya menggelegar di dalam ruangan. Padahal suara Shawn pelan. Tapi intimidasinya luar biasa. Tangan Namira sudah dingin.  Supervisor mulai menjelaskan>Shawn tak memberikan komentar apapun. Ia diam dengan ekspresi yang tak bisa ditebak. Entah apa isi di dalam kepalanya saat ini.  Namira mengernyit dan refleks memegangi perutnya. Perutnya terasa nyeri luar biasa. Namira mengomel sendiri di dalam hati. Bisa-bisanya perutnya sakit dalam keadaan seperti ini. Namira berusaha keras terlihat biasa.  Shawn kemudian memanggil sekretarisnya dan membisikkan sesuatu. Perempuan cantik itu mengangguk kemudian keluar. Shawn kemudian mengatakan akan menyelidiki divisi lain yang terkait. Tapi bukan berarti divisi adm sudah bebas dan terbukti tak bersalah. Nanti supervisor dan beberapa staff adm akan diminta untuk meeting kembali setelah Shawn selesai menemui divisi gudang dan bagian pengiriman.  Sebelum meninggalkan ruangan, Shawn sempat memberikan beberapa nasihat. "Ini pelajaran untuk kita semua. Terutama kalian yang bekerja di bagian data. Sedikit saja kesalahan dari jari kalian bisa menyebabkan masalah yang besar. Ketelitian adalah hal yang penting. Tapi yang lebih penting adalah berdedikasi pada pekerjaan. Jangan mudah percaya pada orang lain apalagi sampai menyerahkan pekerjaan kalian pada orang lain. Ingat tanggung jawab diri sendiri."  "Baik, Pak."  Shawn kemudian meninggalkan ruangan bersama Theo dan sekretarisnya. Semua orang menghembuskan napas lega begitu Shawn sudah menjauh.  "Jangan santai dulu. Ini masih belum selesai. Jangan lengah," ujar sang supervisor.  "Baik, Buk.."  "Kembali ke tempat kalian masing-masing."  Satu persatu mulai meninggalkan ruangan.  ...  "Nggak makan Mir?" tanya Putri. Namira terlihat menumpu wajahnya di meja.  "Lanjut aja," ujar Namira. Namira tak membawa bekal dan kebetulan juga sedang tidak nafsu makan. Perutnya sakit luar biasa sejak tadi.  "Kamu nggak apa-apa?"  Namira menggeleng.  "Kamu yakin? Atau mau aku antar ke rumah sakit? Izin aja.."  Namira menggeleng lagi. Ia angkat jarinya membentuk tanda oke, memberitahu Putri kalau dia baik-baik saja.  "Kalau gitu aku makan dulu ya. Kamu kalau ada apa-apa telfon aku oke."  Namira mengangguk. Putri kemudian berlalu dan ruangan itu berubah menjadi senyap karena tak ada siapa-siapa lagi di sana selain Namira. Perempuan itu masih menumpu wajahnya di antara lipatan tangan saat perutnya terasa melilit. Namira meremas perutnya.  "Duh, jangan bilang ini mau mens.." Namira mengeluh. Ia kemudian bangkit dari kursinya. Dia memang belum menstruasi bulan ini. Tapi biasanya mens nya tidak datang pada tanggal ini. Apa mensnya datang lebih cepat karena dia stres?  "Namira.." panggilan itu terdengar samar di telinga Namira. Siapa yang memanggilnya? Namira mencari sumber suara. Ia melotot saat melihat Shawn berada hanya beberapa meter di depannya. Dan kini Shawn sudah ada di depannya. Kesialan macam apa ini? Kenapa dia harus bertemu Shawn? Bagaimana jika Shawn menanyakan kemejanya?  "I-iya, Pak.."  Shawn yang hendak ke divisi finansial menghentikan langkahnya begitu melihat Namira yang berjjalan terseok-seok dengan satu tangan berpegangan pada dinding dan satu tangan lainnya di perut. Ia tampak tengah menahan sakit. Itulah kenapa Shawn memutuskan untuk menghampiri karyawannya itu.  "Kamu kenapa?" tanya Shawn.  "Oh, sa-saya nggak kenapa-kenapa, Pak.." Namira berusaha berdiri tegak dan memasang ekspresi senormal mungkin. Ia bahkan tersenyum tipis. Namira hanya berharap Shawn tidak menanyakan tentang kemejanya. Please. Dua minggu lagi. Begitu gajian Namira berjanji akan langsung membawa kemeja Shawn ke Gale.  "Kenapa muka kamu pucat kalau nggak kenapa-kenapa?"  Bisakah Shawn tidak bertanya lagi? Namira tak punya tenaga untuk menjawab apalagi menjelaskan.  "Saya beneran nggak kenapa-kenapa, Pak.."  "Eh Namira.." Shawn menangkap tubuh Namira sebelum perempuan itu oleng dan berakhir tragis di pinggiran pot bunga yang tajam.  "Perut saya sakit banget, Pak," ujar Namira akhirnya karena sudah tak tahan. Shawn membantu Namira berdiri dan menahan bobot perempuan itu agar tidak roboh kembali.  "Astaga," Shawn mendesis pelan. Ia kemudian membuka jasnya secara cepat lalu melingkarkannya ke pinggang Namira.  "Kenapa?" tanya Namira saat Shawn mengikatkan jas ke pinggangnya. Kemeja saja belum selesai ini malah jas. Apa Shawn ingin membuat Namira mati kelaparan karena harus membayar uang laundry?  "Kamu bisa jalan?" Shawn mengabaikan pertanyaan Namira. Dengan cepat Namira mengangguk.  "Bukan ke sana. Ke sini.." Shawn menarik lengan Namira menuju lift. Tapi belum memasuki lift, Namira sudah hilang kesadaran.  ...  "Makasih ya.."  "Iya, Pak."  "Natali.."  "Iya, Pak. Ada yang bisa saya bantu lagi?"  Shawn menatap Namira yang sedang tidur di sofa.  "Hmm, emang biasanya perempuan kalau lagi datang tamu bisa sampai pingsan begitu? Saya sering lihat Yasmine sakit perut kalau lagi PMS, tapi nggak sampai pingsan kayak gitu.."  Natali tersenyum. "Kadang efek PMS pada perempuan memang berbeda-beda, Pak. Mungkin Namira mengalami efek paling ekstrim. Kadang memang ada yang sampai pingsan. Tapi ada beberapa faktor juga. Nggak selalu begitu. Bisa karena dia sedang banyak tekanan atau sedang sangat stres." Natali mencoba menjelaskan dengan bahasa paling sederhana untuk Shawn mengerti. Sebenarnya malu juga membicarakan masalah privasi perempuan ini pada atasan. Tapi Natali harus menjawab jika Shawn bertanya.  Shawn mengangguk-anggukan kepalanya beberapa kali. "Oke. Makasih."  "Sama-sama, Pak." Natali kemudian meninggalkan ruangan. Shawn mengarahkan pandangannya sekali lagi pada Namira yang masih tidur. Wajahnya sudah tidak sepucat tadi. Shawn kemudian kembali ke kursinya dan melanjutkan pekerjaan yang tertunda. Tadi awalnya dia ingin ke bagian finansial. Tapi Shawn membatalkan niatnya dan meminta Theo yang pergi ke sana.  Kenapa Shawn baik pada Namira?  ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD