Bab 20. Bukan Menantu Idaman

1025 Words
“Cindy! Cindy!” Sayup-sayup Cindy mendengar suara dari seseorang. Ia mengernyit lalu membuka matanya perlahan. Yang semula kabur lalu makin terang dan Cindy pun tersentak kaget. Ia bangun dengan napas tersengal dan langsung duduk. “Oh, Tuhan! Kebakaran! Kebakaran!” Cindy terengah dan kedua bahunya langsung dipegang oleh Naomi. Naomi bernapas lega saat melihat Cindy sudah sadar setelah dibawa ke salah satu klinik. “Akhirnya kamu sadar. Aku takut banget, aku pikir kamu gak napas lagi.” Naomi berujar dengan raut kecemasan dan kemudian langsung memeluk Cindy. Cindy masih bingung terperangah. Ia diam saja seperti orang kebingungan saat dipeluk dan dilepaskan oleh Naomi. “Apa yang terjadi? Kenapa aku di sini? Bukannya kita ....” “Iya. Kamu pingsan di jalan. Aku aja sampe kaget saat liat kamu tiba-tiba jatuh. Untung gak sampe kelindes mobil,” sahut Naomi dengan mata berkaca-kaca. “Harusnya aku gak bawa kamu ke sana. Maafin aku,” sambungnya lagi malah meminta maaf. Kening Cindy mengernyit tak mengerti. “Maksud kamu kebakaran itu beneran?” tanya Cindy kebingungan. Giliran Naomi yang mengernyit. “Ya beneran. Kamu kan lihat sendiri ....” Cindy menutup mulutnya karena terkesiap kaget. Pikirannya langsung melayang pada Melvin yang berada di rumah itu. “Kenapa, Cin?” tanya Naomi keheranan pada Cindy yang tampak panik. Cindy makin panik dan berusaha turun dari tempat tidur di ruang IGD. “Aku harus pergi. Mas Melvin ada di sana!” sahut Cindy turun dari ranjang brankar. Naomi makin tak mengerti dan menarik lengan Cindy. “Apa maksud kamu, Cin?” “Itu rumahku, Nao. Rumah yang kebakaran itu adalah rumahku dan suamiku tinggal selama ini dan Mas Melvin ada di sana!” pungkas Cindy hendak pergi mencari tahu. Naomi masih menghalanginya. “Kamu bilang suami kamu ke luar kota?” Naomi kembali mencecar dengan kebohongan yang sebelumnya diberitahukan Cindy padanya. Cindy jadi meringis bersalah tapi ia harus segera mencari Melvin. Ia seperti kebingungan harus memberikan alasan apa. “Maafkan aku, Nao. Aku harus mencari suamiku dulu!” ungkapnya meringis dan memohon. Naomi masih diam menatap Cindy seraya berpikir. Apa yang sebenarnya Cindy sembunyikan dari hidupnya selama ini? “Nanti aku akan menceritakan semuanya. Sekarang aku harus mencari tahu soal suamiku. Dia ada di rumah itu.” Cindy kembali memohon pada Naomi. Naomi melepaskan napas panjang dan mengangguk. “Oke. Ayo aku bantu!” Naomi membantu Cindy mendapatkan informasi dari kepolisian mengenai kebakaran tersebut beserta korban yang mungkin terjadi. Cindy menunggu dengan sabar sampai Naomi datang menemuinya. Ia sudah diizinkan keluar dari kamar IGD dan sekarang sedang menunggu di salah satu koridor rumah sakit. “Nao, gimana?” tanya Cindy begitu melihat Naomi. “Ada satu korban, pemilik rumah .... “ Naomi menjeda dengan wajah cemas. Cindy yang mendengar makin syok dan nyaris pingsan. “Tapi dia hanya menderita patah kaki sebelah kiri.” Naomi kembali menambahkan. Cindy yang nyaris tak bernapas akhirnya merasa lebih lega. Ia sudah meneteskan air mata menyesal tak langsung pulang. “Aku mau menemui Mas Melvin, Nao. Dia di mana?” tanya Cindy dengan air mata yang langsung deras menetes. “Aku antar. Aku tahu di mana. Ayo!” Naomi menggandeng Cindy keluar dari klinik tersebut dan pergi menggunakan taksi online. Atasan Naomi kemudian menghubungi karena ia belum memberikan laporan. “Saya akan ada di lokasi sebentar lagi, Mas!” sahut Naomi memberikan alasan saat mereka masih di dalam mobil. “Kamu ini gimana sih? Polisi akan segera bikin konpres, kamu malah keluyuran ke mana-mana. Kita gak dapet gambar yang bagus ini!” bentak atasan Naomi di telepon. Naomi langsung meringis menggigit bibir bawahnya. Ia sempat menoleh pada Cindy sejenak. “I-Iya, Pak, tapi ....” “Kamu langsung balik ke lokasi atau kamu dipecat!” sambungan telepon itu langsung putus begitu saja. Naomi makin memegang kepalanya karena bingung. “Ada apa, Nao?” tanya Cindy yang ikut bingung melihat sikap sahabatnya. “Aku harus balik ke lokasi buat liputan konpres Polisi. Aduh, gimana ya?” Naomi sampai mengerucutkan bibirnya begitu resah atas apa yang sudah terjadi. Cindy sedikit diam lalu mengangguk. “Gak apa, Nao. Kamu balik saja dulu. Biar aku sendiri ke rumah sakit.” Naomi diam pada penawaran Cindy agar mereka berpisah di tengah jalan. “Kamu yakin?” Cindy mengatupkan bibirnya lalu mengangguk. “Iya. Lagi pula aku kan mau ketemu suamiku.” Cindy beralasan meyakinkan. Setelah berpikir beberapa saat, Naomi mengangguk dan dengan cepat meminta sopir meminggirkan mobilnya. Cindy dan Naomi berpisah di tengah perjalanan. Cindy meneruskan dengan mobil yang sama ke rumah sakit tempat Melvin dirawat. Saat Cindy tiba, ia langsung bergegas masuk ke dalam mencari suaminya. Dengan pakaian sederhana dan sendal jepit karena tidak sempat mengganti sepatu, Cindy bertanya pada semua orang sampai menemukan kamar perawatan Melvin. “Cindy!” Cindy kaget dan langsung berbalik. Ia membesarkan matanya menahan engah saat melihat ibu dan ayah mertuanya datang. “Dari mana aja kamu!” hardik sang ibu mertua, Meisya. Matanya melotot tak senang pada Cindy yang ternyata tak ada di rumah saat kejadian. Sang ayah mertua tak kalah galak. Ia ikut melotot pada Cindy. “A-Aku ....” Cindy begitu kaget sekaligus ketakutan. Jantungnya kembali berdegup kencang dan wajahnya pucat. “Apa kamu tahu kalau rumah kamu kebakaran dan Melvin sampai lompat dari balkon menyelamatkan diri? Kamu malah kelayapan gak tahu ke mana! Dari mana saja kamu baru keliatan!” Meisya makin menyudutkan Cindy. Cindy jadi tak bisa bicara. Ia memang selalu gelagapan jika berhadapan dengan mertuanya. Selama ini hanya Melvin yang membantunya jika berhadapan dengan sang ibu atau ayah. “Kalau kamu gak bisa melayani Melvin dengan baik, setidaknya jaga nama baik keluarga kami. Jangan keluyuran pakai baju daster begitu sampai ke rumah sakit. Memangnya kamu baru dari mana sih!?” pungkas papa mertua, Pratama Hadinata. “Aku .... “ “Keluarga Bapak Melvin?” Terdengar salah satu perawat yang memanggil sehingga pembicaraan tersebut harus berhenti. Kedua orang tua Melvin bergegas menemui perawat yang kemudian meminta mereka masuk ke ruang perawatan. “Kamu di luar saja!” Meisya melarang Cindy masuk ke dalam kamar anaknya. Sedangkan ia dan suaminya masuk ke dalam sekaligus menutup pintu. Cindy hanya bisa menghela napas panjang dan rasa cemas yang bergelayut di kepalanya.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD