Transformation 23

1118 Words
Raya mundur selangkah dengan wajah penuh ketidakpercayaan. "Yeona! K-kau masih hidup?" "Seperti yang kau lihat." Yeona merentangkan tangan dan tersenyum lebar, tapi manis dari senyumnya dinetralkan dengan matanya yang terlihat begitu tajam. "Bukankah ini reuni yang sangat mengharukan?" Di belakang, satu sosok lagi melompat turun dari pohon. Ialah Qiu Shen dengan penampilan serba hitamnya yang khas. Dia bergerak tanpa suara, tapi tatapan sekilasnya saja sudah membuat nyali Raya ciut. Tapi pria itu tidak ikut campur, hanya berjalan ke salah satu akar pohon untuk bersandar sambil memejamkan mata. Raya menelan ludah dan memaksakan senyum, berupaya menatap Yeona dengan ramah. "Ya, aku sangat senang kau masih hidup. Waktu itu aku salah paham dan meninggalkanmu begitu saja. Sekarang aku akhirnya bisa lega." Dia memperlihatkan tangannya yang kehilangan dua jari. "Karena rasa sesal waktu itu, aku memotong jariku sendiri sebagai hukuman." Raya sudah sangat lama di distrik seratus satu, jadi secara insting sudah tahu siapa yang bisa diprovokasi dan yang tidak. Yeona yang berdiri di hadapannya ini jelas tidak bisa dia provokasi lagi seperti dulu. Bukan hanya karena yang berdiri di belakangnya adalah Qiu Shen, tapi juga kekuatan gadis itu sendiri. Yeona menatap jari Raya dan tersenyum semakin lebar. "Kau pasti sangat menyesal." "Ya, aku sangat-sangat menyesal." Raya mengangguk seperti boneka per yang rusak. "Aku harap kau bisa memaafkanku." "Tentu, karena itulah aku datang kemari." Raya tertawa pelan, tapi sebelum dia bisa menghela napas lega. Yeona melontarkan benang bajanya, menyebabkan Raya terlempar ke belakang dan menempel ke pohon besar. Dia kedua bahu, paha, betis dan pinggang, benang baja milik Yeona menghujam seperti pasak. "Aghhhhh." Matahari perlahan tenggelam saat itu, dan teriakan menggelegar Raya mengejutkan monster-monster bersayap hingga meninggalkan tempatnya. "Raya, sama seperti bumi yang tidak berhenti berputar, kehidupan juga seperti itu. Saat kau menindas seseorang, pernahkah kau berpikir keadaan akan berbalik seperti ini?" Yeona berjalan dengan perlahan, tapi benang yang menancap di tubuh Raya seolah bergerak juga semakin dalam. "Atau selama ini, kau selalu berpikir bahwa kau akan tetap di atas tanpa titik balik?" Raya membuka mulut, tapi yang keluar dari mulutnya hanya gumpalan darah. Meski begitu, tatapan tajamnya menatap Yeona penuh kebencian. "Sepertinya kau memang berpikir bahwa kau akan tetap berjaya." Yeona terkekeh pelan dan berdiri tepat di depan Raya, memperlihatkan parasnya yang sebenarnya menjadi poin awal kebencian Raya padanya. "Tapi Raya, kau harusnya tahu, bahwa sebuah tindakan itu seperti utang yang harus kau bayar suatu saat nanti. Jadi hari ini aku datang untuk menagih itu." Yeona mengulurkan tangan, dan dari lengannya berjalan laba-laba berwarna putih dengan bulu-bulu halus di seluruh tubuhnya. Raya kemudian mendengar Yeona berbisik. "Wyn, semua yang aku alami, dia harus merasakannya. Tapi setelah mencapai pulau laba-laba, kau bisa melakukan sesukamu." Raya merasa tatapan Yeona yang diarahkan padanya seperti tatapan orang yang melihat orang mati, dan mau tak mau membuatnya ketakutan. Tapi, Wyn sudah sangat senang karena mendapat mangsa yang bisa diajak bermain, jadi tidak memberi gadis itu waktu untuk mengeluarkan suara dan langsung melesatkan sengatannya. Saat itu, Raya hanya merasakan sengatan kecil yang kemudian membuatnya sangat mengantuk. Lalu, mimpi buruknya dimulai. Qiu Shen yang sejak tadi memejamkan mata menatap Raya yang terus berteriak keras dan terlihat begitu kesakitan, hingga bahkan memberontak cukup keras untuk melepaskan salah satu benang yang menahannya di pohon. Jadi, rasa sakit seperti apa yang dia mimpikan hingga rasa sakit di dunia nyatanya sama sekali tidak terasa? Yeona menoleh karena merasa tatapan intens Qiu Shen. "Apa?" "Dia terlihat begitu tersiksa, apakah semua itu yang kau rasakan saat ... "Tidak." Yeona dengan cepat menyangkal. Dia ikut duduk di sisi Qiu Shen dan menggenggam kepalan tangan pria itu yang sangat erat. "Wyn itu bisa menyerap energi yang orang-orang keluarkan dari tubuh mereka ketika ketakutan atau tersiksa. Jadi aku sangat yakin, dia menambahkan banyak detail untuk penderitaan Raya." Tapi, meski sudah mendengar kalimat menenangkan seperti itu, dahi Qiu Shen masih penuh dengan kerutan hingga Yeona tak tahan untuk menggosoknya dengan ibu jari. "Semua orang punya rintangan mereka masih-masing, entah itu fisik atau psikis, bahkan mungkin juga keduanya. Dan tidak ada yang bisa menghindarinya. Meskipun sulit, tapi saat berhasil melewatinya, selalu ada hadiah menakjubkan yang menanti. Dan lihatlah, aku kembali dalam keadaan yang jauh lebih kuat." Yeona menggosok punggung tangan Qiu Shen dengan lembut. "Untuk menjadi sekuat sekarang, kau pasti punya jalanmu sendiri, yang penuh duri dan penderitaan. Tapi berhasil kau taklukkan." Qiu Shen mendengus pelan, membuka kepalan tangannya dan balas menggenggam tangan Yeona. "Kau pintar menyusun kata-kata." Yeona tertawa pelan. "Diantara teman-temanku dulu, aku adalah penasehat." Qiu Shen mendengus lagi, tapi kali ini penuh ketidakpercayaan. "Kau tidak percaya?" "Percaya." "Tapi raut wajahmu terlihat tidak percaya." "Setelah jadi penasehat, kau juga mau jadi psikolog?" Yeona berdecak pelan. "Jika aku tidak seperti itu, bagaimana bisa aku mengerti apa yang kau mau hanya dengan wajah tanpa ekspresi dan gaya irit bicaramu." Qiu Shen menyipitkan mata. "Apa kau sedang mengkritikku sekarang?" Yeona menutup mulut dan tertawa pelan. "Sebaiknya kita pergi saja dari sini, udara mulai berbau darah. Beberapa monster pasti akan datang, aku sudah lelah bertarung hari ini." "Hn." "Wyn, sudah cukup, ayo pergi." Wyn yang bertengger dengan malas di atas kepala Raya yang sudah tidak bergerak lagi mengeluarkan jaring-jaringnya dan berayun cepat ke arah Yeona, hingga mendarat dengan tepat di atas kepala gadis itu. Tak lama setelah mereka pergi, sekelompok Black Butterfly mengerubungi mayat Raya dan baru meninggalkannya ketika hanya tersisa tulang belulang. *** Yeona dan Qiu Shen menjelajah lagi, mencari monster untuk dilawan kemudian menyerap kristal nukleus mereka. Ketika akhirnya daerah itu tidak memiliki monster yang menantang untuk diajak bertarung lagi, keduanya pindah ke daerah lain. Hingga akhirnya Yeona berhasil menyembunyikan kristal nukleusnya, kemampuannya juga meningkat hingga benang-benang baja yang dia keluarkan kini bisa diubah menjadi jarum-jarum baja kecil, Meski begitu, Yeona sekarang lebih suka memakai topengnya, karena entah bagaimana penampilan yang dia katakan seperti hantu yang pucat, terlalu banyak menarik perhatian dan bahkan masuk dalam list Goddess, yang merupakan list-list gadis terpopuler di distrik seratus satu. "Aku rasa, selain nilai moral yang rusak, mata para penghuni distrik seratus satu juga rusak," gumam Yeona begitu dia melihat nama 'Silver Spider' memuncaki list Goddess di gedung pusat informasi, bahkan menampilkan animasi gadis albino dengan rambut panjang berwarna silver, mata berbeda warna dan gaun putih, lengkap dengan benang-benang bajanya yang melingkar. "Apa itu? Apakah aku pernah bergerak gemulai seperti itu? ... Dan mengedipkan mata ... Tidak bisa dibiarkan, aku keberatan. Mereka membuat animasiku tanpa izin." Qiu Shen hanya mendengarkan omelan kekasihnya tanpa banyak bicara, tapi sebenarnya dalam hati menyusun rencana bagaimana caranya mencuri salinan animasi itu sebelum merusak layar yang menampilkannya. Tapi, begitu dia melihat sekelompok pria berdiri mematung di depan layar dengan tatapan lapar menatap sosok animasi Yeona, mata Qiu Shen berkilat biru dan layar itu langsung remuk. Yeona menoleh dengan senyum lebar. "Kerja bagus." Dan mengacungkan jempol. Bersambung ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD