Tidak Tertarik Dengan Kekasih Mu

1202 Words
"Bagaimana kalau suatu saat aku atau kita saling mencintai?" Gumam Viona. Seandainya saja bisa, tapi sepertinya sudah tidak bisa. Hatinya terlalu sakit atas pengkhianatan Frank. Perhatian Frank yang membuatnya bagaikan Cinderella ternyata hanyalah kebohongan. Perkataan Viona langsung membuat jantung Anya berhenti, tanpa sengaja ia mengerem mendadak dan membuat kening Fiona terbentur. "Anya, aku tidak mau mati dua kali!" Geram Viona. Dia mengusap dahinya yang terasa berdenyut nyeri. "Maaf, maaf ini reflek saja. Perkataan mu yang tadi, apa kalian bisa jatuh cinta?" Tanya Anya dengan mata menyipit. "Katanya kau ingin bercerai." "Yah, ini hanya angan-angan ku saja. Kita tidak akan bisa saling mencintai." Anya kembali melihat ke depan dan menancapkan gas mobilnya. "Tapi bisa jadi, seperti di n****+-n****+ yang benci lalu jatuh cinta." "Tidak akan Anya. Frank masih mencintai Beliana, mantan istrinya. Suatu saat nanti wanita itu akan datang." Sebuah keyakinan akan kedatangan Beliana tak bisa ia pungkiri. "Mungkin mereka berpisah hanya karena kemarahan sesaat." Anya merasa kasihan pada Viona, hidup temannya bisa di bilang sedikit rumit. "Viona lepaskan apa yang membuat mu sakit dan pertahankan apa yang membuat mu bahagia." Anya memarkirkan mobilnya di depan Restaurant. Anya keluar di ikuti oleh Viona. Keduanya masuk dan duduk di kursi dekat jendela. Setelah itu, mereka memesan jus. "Apa Frank juga menyetujui perceraian kalian?" Tanya Anya. Viona mengangguk, bahkan Frank sangat menginginkannya. "Dia menyetujuinya." Anya menggelengkan kepalanya. Sungguh sangat gila, bagaimana bisa seorang suami memperlakukan istrinya seperti ini. "Dia tidak menghargai sama sekali dirimu, Vi." "Kau benar, dia tidak menghargai ku. Justru dia hanya menginginkan mantan istrinya kembali." Kesakitan di masa lalunya tidak bisa ia lupakan begitu saja rasa sakit yang amat menyesakkan itu selalu ia rasakan. Fiona menyapu sekelilingnya. Tanpa sengaja dia melihat seorang laki-laki yang tengah melihatnya, laki-laki itu pun mendekatinya, lalu duduk di sampingnya. "Vi..." Uhuk Uhuk Uhuk Anya tersedak saat tahu siapa yang duduk di sampingnya. Padahal mereka tidak janjian dan kebetulan bertemu. "Arel." "Vi..." Viona menatapnya sekilas, lalu beralih pada minumannya. Dia tidak tega melihat wajah Arel yang begitu perhatian padanya. Dia memutuskan hubungannya sepihak tanpa ada masalah apapun hanya demi menikah dengan Frank. "Kenapa kamu tidak mengangkat telphone ku?" Tanya Arel. Mantan kekasih dari Viona. Dia sangat menyayangi Viona, namun sesuatu terjadi. Ia tidak tahu, apa alasan Vjona menjauh darinya. Bahkan memutuskan hubungan, padahal keduanya telah sepakat akan bertunangan. "Maafkan aku Arel. Aku tidak bisa menyakiti mu." Viona memutar lehernya menghadap ke arah Arel. Tidak ingin mengganggu momen keduanya. Anya berpamitan ke toilet. "Vi, aku ke toilet dulu." "Kenapa Viona? Ada apa? Apa aku melakukan sesuatu?" Tanya Arel. Dia sangat mencintai Viona dan belum rela melepaskannya begitu saja. "Viona!" Suara bariton dan dingin itu bergetar di telinga Viona. Langkah tegasnya bagaikan harimau yang perlahan melangkah untuk membasmi mangsanya. Jangan lupakan, jas hitam dan kaca hitam itu. Pria itu bagaikan laki-laki yang sangat tidak mudah di takuti. Pria itu duduk dengan santai, Anya kembali meminum jusnya sambil melirik pria berkaca mata hitam itu. Arel terlihat kebingungan, ia tidak tau siapa pria asing itu. "Vio kau mengenalnya?" Bagi Viona bukan hanya mengenal bahkan ia satu atap. "Dia suami ku." "Apa? Apa maksudnya ini Vio?" Tanya Arel tak percaya. Dia yakin Viona sedang bercanda dengannya. "Sayang kau pasti bercanda." "Aku memang menikah, tapi pernikahan ini hanyalah sebuah perjodohan dan kami tidak saling mencintai. Kami sudah memutuskan akan bercerai," ucap Viona. Dia memberikan penjelasan pada Arel bahwa selama ini ia tidak baik-baik saja. "Arel maafkan aku, aku tidak mengatakan apapun pada mu. Aku tidak bisa menyakiti mu Arel." Di kehidupan lalunya dia merasa bersalah telah meninggalkan Arel. Tiba-tiba Frank merasakan sakit. Dia merasa kecewa dengan perkataan Viona. Perkataan Viona memang benar, tapi entah kenapa dia merasa tersakiti. Awalnya dia tidak peduli pada Viona dan menyuruh mata-mata membuntuti Viona. Ternyata Viona memasuki Restaurant dan beberapa menit datang seorang laki-laki. Ia tahu, Viona tidak sengaja bertemu dengannya. "Apa kalian sudah berbicara? Sebaiknya kau berhati-hati agar tidak menyakiti Daddy dan Kakek." Frank membuka kaca mata hitamnya. Dia merasa tersaingi dengan wajah tampan Arel. "Kau tenang saja aku tidak akan mengambil Viona dari mu. Aku juga tidak tertarik pada kekasih mu. Namun satu hal yang perlu kau ingat, kau harus berhati-hati jika mau berhubungan dengannya." Arel memang merasakan sakit saat Viona sudah menikah, tapi ia tidak perlu khawatir lagi ternyata mereka sama-sama tidak menyetujui dan Viona masih mencintainya. "Baik, saya harap anda memegang perkataan anda. Saya tidak ingin anda menyentuh Viona." Brak Frank menggebrak meja hingga beberapa orang melihat ke arahnya. Auranya hitam mengelilingi tubuhnya, rahangnya mengeras. Seenaknya saja pria di depannya mengaturnya. "Siapa anda berani mengatur saya? Anda tidak perlu mengatur saya karena saya berhak pada Viona, tapi anda tenang saja saya tidak akan melewati batas." "Saya tidak tertarik pada wanita seperti Viona. Anda boleh mengambilnya kapan saja tapi atas ijin saya." "Cukup Frank!" Bentak Fiona. Frank seperti melihatnya sebagai barang. Dia sudah cukup berkorban dan tidak ingin berkorban lagi. "Ayo Arel kita pergi." Viona hendak pergi, namun tangan Frank mencengkram lengannya. "Aku belum selesai berbicara Viona Zoe." "Lepaskan tangan Viona!" Arel tidak terima kekasihnya di perlakukan kasar. Dia tidak pernah menyakiti dan berbuat kasar pada Viona, menjaganya bagaikan kapas. "Lepaskan tangan anda tuan Frank." Frank tak menjawab, ia mengabaikan pekerjaannya hanya karena ingin tahu aktifitas Viona. Dia pun menarik lengan Aluna sampai ke mobilnya. Dia sengaja, menyuruh sopirnya pergi karena ia ingin lebih leluasa. "Masuk!" Titah Frank tak ingin di bantah. Viona menurut, dia tidak ingin membantah Frank. Karena pria berkuasa ini sudah pasti akan membuat keributan dan membahayakan Arel. Kekuasaan yang dia miliki tidak akan pernah mengampuni siapa pun yang mengusiknya. "Frank jangan sakiti Arel." "Kau mencintainya?" "Iya aku sangat mencintainya sama seperti mu mencintai Beliana." Skit Frank mengerem mobilnya dengan mendadak. Dadanya naik turun, ia memejamkan matanya, mengusir amarahnya. "Beraninya kau mencintai orang lain di depan ku. Aku tidak menerima pengampunan Viona. Coba saja kau bermain bersama Arel, aku ingin lihat bagaimana pria itu akan menjalaninya." Viona membalas tatapan Frank. "Kau bisa mencintai orang lain, kenapa aku tidak Frank?" "Lain kali, menjauhlah dari laki-laki itu." "Kau sudah gila? Kau yang sudah memberikan diriku padanya. Jangan mengambil air ludah mu kembali Frank." Frank tidak suka dengan Viona yang menyebut nama laki-laki lain. Dia menoleh, mendekat dan langsung menarik tengkuk Viona. Seketika kedua mata Fiona melebar. Pikirannya langsung berhenti mendadak. Dia di cium oleh Frank? "Sesuatu yang telah di miliki oleh Frank Ed Gilson, tidak akan bisa pergi kecuali Frank tidak menyukainya." Plak Viona menampar Frank dengan sebelah tangannya hingga Frank merasakan sebelah pipinya memanas. "Kau anggap aku w************n?" "Semenjak kapan aku butuh pemikiran mu?" d**a Frank naik turun, ia berusaha tidak menyakiti Viona. Tangannya terasa berat untuk menyakiti wanita di sampingnya sekalipun sudah kelewat batas. "Aku berusaha menahan amarah ku jadi jangan memancingnya sebelum aku berbuat lebih." Huh Viona membuang wajahnya. Ia tak berniat berdebat lagi, yang terpenting adalah jantungnya. Ia tidak boleh terkena serangan jantung sebelum urusannya selesai. Kalau pun mati dua kalinya, ia harus bahagia lebih dulu. Frank menatap Viona. Dia membuang wajahnya ke arah jendela. Dia menyadari tindakannya tadi yang membuatnya malu sampai ke urat-uratnya. Bisa-bisanya dia tidak bisa mengontrol emosinya. "Tadi, lupakan saja," ucap Frank dengan santai. Dia tidak bermaksud untuk mencium Viona. "Lagi pula ciuman tadi bukan tanda cinta." "Aku tidak membutuhkannya Frank." Viona berucap dengan nada dingin.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD