12 - Affair

1559 Words
            Selena akhirnya menyadari bahwa langit telah berubah menjadi mendung dan sepertinya akan hujan badai lagi. Cepat-cepat dipakainya mantel hujan yang dibawanya dan ia langsung mencari jalan pulang lagi. Dengan bantuan peta yang dibuatnya, gadis itu berhasil menemukan mansion lebih cepat dari kemarin.             Pintu depan tidak dikunci dan Selena masuk dengan mudah. Nampaknya untuk mengantisipasi kejadian kemarin, Isabelle tidak mengunci pintu depan hingga tengah malam.             Gadis itu melepaskan mantel hujannya dan meletakkannya di gantungan samping. Beruntung ia sampai di mansion sebelum hujan lebat dan hanya rintik-rintik yang berhasil mengenainya. Ia berjalan kembali ke kamarnya dan terkejut saat melihat pemandangan yang tidak mengenakkan.             Grissham sedang bergelut mesra dengan Warren di ranjang Selena dan Selena otomatis berteriak murka. Wajahnya merah karena amarah.             “APA YANG KALIAN LAKUKAN ???!!! KELUAR DARI SINI KAU b******k !!!” marah Selena sambil melempar tasnya ke arah Warren hingga membuat Warren yang bertelanjang d**a langsung melompat terkejut. Bahkan Grissham pun otomatis menarik pakaian untuk menutupi dadanya yang hanya memakai bra.             Semua orang langsung berdatangan ke kamar Selena karena mendengar teriakan murka gadis itu. Ian yang lebih dulu sampai langsung menaikkan alis melihat kedua orang yang tertangkap basah itu dan bersiul pelan. Thomas berdecak sambil menggeleng pelan dan mengalihkan pandangan. Isabelle hanya menatap tajam pada mereka berdua. Tidak ada yang bisa dilakukannya karena mereka bebas melakukan apapun di rumah itu.             “BERANINYA KAU MENGGUNAKAN KAMARKU SEBAGAI TEMPAT SETANMU !!!” Selena terlalu marah hingga melempari Warren dengan apapun yang berada dekat dengan jangkauannya. “Ini juga kamarku, Selena !!! Bisakah kau pelankan suaramu ???! Ini hanya masalah kecil dan kau tidak perlu berteriak untuk membuat semua orang mengira kami mencuri !!!” balas Grissham dengan keras juga. Ia menghalangi Selena melempari Warren.             “Tapi setidaknya kau juga ingat kalau ini kamarku juga kamarku, Griss !!! Kau pikir kau bisa menjadikan kamar ini sebagai tempat mesummu ??! Untung aku pulang lebih cepat kalau tidak kau sudah membuat kamar ini terutama ranjangku menjadi bau keringat menjijikkan !!!” dengus Selena memelototinya.             “CUKUP !” suara Isabelle lebih kuat dari mereka berdua hingga mengagetkan mereka. Semuanya menoleh pada Isabelle yang memandang mereka tajam.                 “Walaupun jabatan saya di sini hanyalah sebagai pembantu, tapi saya masih memiliki kekuasaan untuk memberikan keputusan pada masalah yang terjadi di sini.” tegas Isabelle. Selena mendengus kembali dan memalingkan wajah sambil bertolak pinggang. Ia benar-benar jijik dengan apa yang dilakukan sahabatnya sendiri.             “Nona Verdinand, anda seharusnya menyadari bahwa anda memiliki teman sekamar dan jika anda ingin melakukan hal -hal seperti itu, lakukanlah di tempat lain atau di kamar tuan Xavier. Sebisa mungkin jangan mengganggu ketenangan penghuni lain di rumah ini.” Isabelle memandang tajam pada Grissham yang disambut oleh sorakan kemenangan Selena dalam hati. “Dan anda nona Walter !” Isabelle beralih memandang Selena hingga hati gadis itu mencelos. Kali ini Grissham yang menyunggingkan seringai. “Berhentilah berteriak seperti itu di rumah ini. Anda mengagetkan semua orang dan jika anda merasa keberatan dengan apa yang dilakukan nona Verdinand, saya akan memberikan kamar terpisah untuk kalian berdua.” lanjut Isabelle. “Suruh saja dia tidur di kamar si b******k. Bukankah itu yang diinginkannya ???” gerutu Selena cukup keras untuk mereka dengar semua. Grissham membelalak dan hendak melontarkan balasan lagi tapi Warren lebih dulu bicara. “Tidak ! Tidak ! Aku tidak mau berbagi kamar !” protesnya. Selena langsung menaikkan alis mendengarnya sementara Grissham membelalak ke arah Warren. “What ??? Apa yang barusan kau katakan ???” Grissham mendelik pada Warren. “Kau jelas mendengarku. Aku tidak mau berbagi kamar. Ini berbeda dengan apa yang kita lakukan tadi.” Warren melipat kedua tangannya di d**a.             PLAAK ! Sebuah tamparan mendarat di wajah Warren dan Grissham terlihat sangat kesal. Selena menyeringai melihat adanya pertengkaran di antara mereka. Ia sudah yakin bahwa Warren tidak mungkin benar-benar menyukai Grissham. Penampilan kutubukunya menipu semua orang karena ia mungkin lebih playboy dari Ian. “Kukira.. .kau menyukaiku...! b******k !” maki Grissham dan matanya mulai memerah seakan ingin menangis. Selena tidak iba melihatnya sama sekali. Ia sudah berulang kali memperingatkan Grissham mengenai Warren.             “Apa ? Aku menyukaimu ? Bukannya kau sendiri sadar bahwa yang kita lakukan hanya sekadar having fun karena kau dan aku sama-sama bosan ??? Jangan bermimpi Griss !” dengus Warren mengusap pipinya yang ditampar tadi. Ia langsung berbalik ke kamarnya dan membanting pintu kamar. Semua orang yang memandang tindakannya dalam diam. “Hmph, apakah aku lupa memberitahumu kalau dia itu memang b******k ?” sindir Selena dan ia masuk ke kamar sambil menutup pintunya langsung.             Grissham membuka pintu kamarnya dan ternyata dikunci oleh Selena. Ia menggedor-gedor dengan marah. Selena membukakannya kembali dan melempar koper milik Grissham beserta barang-barang pribadi lainnya.             “Mulai sekarang ini menjadi kamarku dan tanya saja pada Isabelle dimana 'kamar'-mu sendiri. Aku tidak mau mendengarkan semua keluhanmu tentang si b******k itu malam ini dan untuk seterusnya. Bukankah kau lebih senang demikian ? Kau tidak harus mengurusi si manja satu ini dan lebih bebas mengundangnya ke kamarmu sendiri, bukan ? Oops, itupun kalau dia masih berminat padamu.” kata Selena pedas dan ia kembali menutup pintu kamarnya.             Grissham menggeram dan hendak membalas kata-kata Selena lagi sebelum akhirnya Isabelle melarangnya dan langsung membawanya ke ruangan lain di samping kamar Thomas. Selena menghela napas panjang saat menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Hubungan mereka sekarang telah berubah dan kata 'teman' sudah dicoret dalam kamus mereka berdua. Selena bahkan tidak habis pikir melihat temannya bertindak seperti seorang gadis murahan dan itu baru hari ketiga mereka di sini.             Perutnya lapar dan Selena akhirnya keluar dari kamarnya menuju ruang makan. Tidak ada aturan jam makan malam dan semua orang bebas mengambil makan malamnya sendiri. Isabelle hanya meletakkan makanan di meja makan dan membiarkannya begitu saja. Selena sedang tidak berselera makan tapi perutnya terus saja bernyanyi. Ia melangkah dengan malas dan membuka pintu ruang makan.             Grissham sedang duduk di sana sambil menusuk-nusuk daging di piringnya. Matanya sembab dan Selena yakin ia baru saja menangis. Dengan cueknya, Selena langsung berjalan mengambil makanan yang diinginkannya walaupun Grissham memandanginya dari tadi.             Selena langsung keluar dari ruang makan itu setelah membawa baki makan malamnya. Ia benar-benar tidak ingin mendengarkan ocehan dari Grissham dan langsung menuju ruang bersantai.             Ian menoleh padanya saat gadis itu masuk. Lelaki itu sedang sibuk menonton sambil mengunyah makan malamnya juga. Ia mendengus hendak tertawa melihat Selena juga membawa baki makan malam sendiri ke sana. Gadis itu juga terkejut melihat Ian yang ternyata memilih tidak makan di ruang makan. “Kukira ini hanya masalahku, tapi kenapa kau malah makan di sini ?” tanya Selena sambil duduk di sampingnya. Diletakkannya baki makan malamnya di samping dan hanya mengambil piring pasta. “Aku tidak mau direcoki oleh tangisan perempuan dan akhirnya dia bercerita panjang lebar mengenai masalahnya itu. Aku bukan pria yang hobi menyumbangkan dadanya untuk perempuan yang bersedih.” jawab Ian dengan cuek. Selena tertawa mendengarnya. “Kau 'kan playboy. Bukannya harusnya kau senang menyodorkan dadamu ?” ejek Selena. “Siapa yang bilang aku playboy ? Bersikap ramah bukan berarti playboy, Sel. Kau selalu melihatku dari sudut pandang negatif sejak mengenalku di kapal. Padahal itu hanya guyonan.” balas Ian terkekeh.             Tidak berapa lama, Thomas masuk ke dalam ruang bersantai juga sambil membawa semangkuk sup tomat dan segelas s**u. Melihat Ian dan Selena yang duduk di sofa di depan TV, ia menghampiri mereka dan duduk di karpet empuk di bawah sofa sambil menyandarkan diri di sofa yang mereka duduki. “Kau juga ikut makan di sini ?” heran Ian. Thomas hanya mendengus. “Grissham mulai menggerutu saat aku duduk makan di bawah dan dia menusuk-nusuk daging panggangnya dengan menyeramkan ! Tentu saja aku memilih pindah daripada dia mulai menangis meraung-raung.” jawab Thomas yang langsung membuat Ian dan Selena tertawa keras.             Mereka tidak melihat Warren malam itu dan nampaknya ia tidak keluar untuk makan malam. Mereka masih bersantai di sana sambil bercanda-canda dan bahkan memutuskan untuk bermain kartu malam itu. Kegiatan mereka hanya terhenti saat mendengar salah satu pintu kamar yang dibanting menutup. Pasti Grissham... pikir mereka semua karena mereka juga mendengar langkah kaki dari tangga sebelum pintu itu menutup. Ketiga orang itu mengacuhkan bunyi pintu tadi dan kembali melanjutkan permainan mereka. Ruangan itu bahkan menyediakan berbagai macam permainan yang bisa mereka mainkan saat sedang bosan.             Selena kembali ke kamarnya setelah jam hampir menunjukkan pukul 12 malam dan ia tidak mau bangun terlambat saat jam sarapan besok. Akhirnya kedua pria itu juga mengikutinya untuk beranjak tidur.             Sunyi senyap di rumah itu dan tidak ada yang bangun lagi. Jam telah menunjukkan pukul 1 pagi dan Selena mulai bermimpi hal yang sama lagi. Ia masih berusaha mendengar apa yang dikatakan si pemanggil itu pada gadis berambut pirang yang sedang diperankannya. Tapi, tetap saja suara itu terdengar samar-samar dan kali ini Selena hanya bisa memastikan yang memanggilnya adalah seorang laki-laki.             Selena tiba-tiba terbangun karena ada ketukan di pintu kamarnya. Ia terkejut karena ketukan pintu itu terdengar terburu-buru dan Selena melirik jam weker yang ada di samping ranjang. Jam 3 pagi dan ia menguap lebar sebelum beranjak untuk membukakan pintu.             Tidak ada orang sama sekali padahal ketukan pintu itu cukup keras dan berkali-kali. Selena melongokkan kepalanya keluar kamar dan memandang ujung lorong serta semua pintu kamar. Sunyi dan remang-remang tanpa ada siapapun.             Selena yang masih mengantuk pun kembali masuk ke kamar. Dipikirnya mungkin karena ia bermimpi aneh hingga ia berhalusinasi tentang ketukan pintu tadi. Selena kembali menghempaskan dirinya telungkup ke ranjang dan ia sudah hampir tertidur kembali sebelum punggungnya merasa dingin karena ada angin yang bertiup.             Dengan separuh terpejam, Selena melirik pintu kamarnya dan ia terkejut seketika. Pintu kamarnya terbuka lebar ! Ia ingat bahwa ia tadi telah menutup pintu kamarnya.            
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD