Isabelle berhenti di puncak tangga dan mereka dapat melihat lukisan besar seorang pria berkumis dan berjanggut putih. Pakaiannya seperti zaman medieval dengan ekspresi sombong terpancar di wajahnya.
“Ini adalah Sir Rudolph Tramonde yang merupakan kepala keluarga Tramonde. Kamar beliau lah yang akan dipakai untuk meletakkan cincin batu rubi jika kalian menemukannya. Saya akan menunjukkan kamarnya.” Isabelle mengambil lorong sebelah kanan dan ada beberapa patung berbaju zirah yang lengkap dengan senjata mereka.
Lorong ini lebih gelap dan ada beberapa obor di dindingnya. Ada karpet beludru merah hati di sepanjang lorong. Dua buah pintu kayu besar mereka lalui sebelum berhenti di ujung lorong yang merupakan pintu besar dengan pegangan berpelitur emas.
Isabelle langsung membuka pintu itu yang ternyata tidak dikunci sama sekali. Cukup berat hingga membuat derit yang bergema di lorong itu. Nampaknya pintu kamar Rudolph Tramonde tidak pernah dibuka selama beberapa tahun tapi tidak ada debu di sana.
Kamar itu luas sekali dengan dinding berupa jendela-jendela besar yang dihiasi gorden berwarna emas indah. Sebuah ranjang klasik dengan seprai berwarna merah hati berada di sebelah kiri mereka. Ukurannya sangat besar dengan bantal-bantal bersulam emas. Lemari kaca antik yang berisi benda-benda unik terletak di sudut kiri ruangan dan beberapa buku tertata rapi di meja sampingnya. Ada cermin berhias setinggi Ian di sudut ruangan lainnya.
Di tengah kamar luas itu, terhampar karpet bundar merah hati juga dan sebuah meja bundar kecil dengan kaki yang tinggi. Ada kotak kayu kecil di meja itu dan Isabelle berjalan ke sana.
“Jika kalian menemukan cincin itu, letakkan di kotak ini dan kami akan tahu siapa yang meletakkannya. Seperti yang telah disampaikan, semua ruangan di rumah ini dilengkapi dengan CCTV tersembunyi sehingga kami bisa memantau semua gerakan kalian dan mempermudah penilaian kami.” jelas Isabelle yang disambut oleh anggukan semuanya.
Mereka keluar dari kamar itu dan Isabelle langsung berjalan lurus ke lorong sebelah kiri dari tangga tadi.
“Dua pintu tadi ruangan apa ?” tanya Selena memutar kepalanya ke lorong yang baru saja mereka lewati.
“Pintu pertama adalah ruang monitor CCTV dan pintu di samping kamar Sir Rudolph Tramonde adalah ruang pribadi saya.” jawab Isabelle tanpa menoleh dari jalannya sama sekali.
“Sayangnya kalian tidak bisa masuk ke sana karena saya mengunci ruangan itu. Kalian tidak diperbolehkan untuk mengetahui letak CCTV jadi lupakan saja ruangan itu.” lanjutnya.
Ia membawa mereka menuju pintu-pintu lain di lorong sebelah kiri dan membuka pintu pertama. Sebuah kamar yang tidak terlalu luas dengan dua ranjang sederhana berwarna merah muda lembut berada di depan mereka. Ada sebuah lampu tidur di antara dua ranjang itu. Dua buah lemari pakaian di dekat pintu dengan meja berhias yang sederhana dan sebuah jendela berukuran sedang di tengah-tengah dua ranjang itu.
“Ini kamar untuk Miss Walter dan Miss Ferdinand.” kata Isabelle mempersilahkan kedua gadis itu untuk meletakkan barang-barang mereka. Selena dan Grissham kembali mengikuti Isabelle yang menunjukkan kamar untuk para peserta laki-laki.
“Apa kami semua juga sekamar ???” Warren mengernyit menandakan ia tidak terlalu senang harus sekamar dengan peserta lainnya.
“Tidak, Mr. Xavier. Untuk para peserta lelaki, kami menyediakan kamar masing-masing untuk setiap orang. Tapi, jika Miss Walter dan Miss Ferdinand keberatan untuk sekamar, kami bisa menyediakan kamar terpisah juga.” Isabelle berbalik melirik Selena dan Grissham yang sama-sama menggeleng.
“Tidak, Isabelle. Kami justru senang sekamar.” jawab Grissham tersenyum padanya.
Isabelle membukakan pintu di sebelah kamar para gadis dan sebuah ruangan lebih kecil dari mereka terpampang di hadapan mereka. Hanya ada ranjang di sudut kiri ruangan dengan meja kecil dan lemari pakaian. Jendelanya bahkan lebih kecil dari kamar para wanita. Tidak ada apapun lagi di dalam ruangan ini selain pintu balkon di tiap kamar dan dua ruangan untuk kedua peserta pria lainnya pun sama persis.
Kamar-kamar mereka semua saling berhadapan dan Isabelle membawa mereka menuju ujung lorong kamar itu setelah mereka semua meletakkan ransel masing-masing. Sebuah ruangan yang lebih luas dengan sofa-sofa empuk berwarna krem membuat mereka cukup ternganga. Ada perapian ekstra besar yang langsung membuat perhatian mereka teralih ke sana. Perapian itu terlihat antik dengan batu-batu hitam yang menghiasinya. Ada pagar kecil untuk menghalangi api keluar dari dalam perapian.
Sebuah televisi berukuran sedang berada agak jauh dari perapian dengan sofa lainnya yang berwarna merah hati. Karpet berbulu lembut dengan bantal-bantal empuk ada di bagian bawah sofa itu hingga membuat kesan ruang bersantai yang menyenangkan. Ada sebuah kursi goyang dari kayu di sebelah televisi. Di sisi kanan dan kiri ruangan itu kembali dihiasi jendela-jendela besar dan tinggi dengan gorden berwarna biru langit yang transparan. Ada sebuah meja billiard di sebelah kanan ruangan yang otomatis disambut dengan penuh semangat dan mata berbinar-binar oleh Ian. Selena memaklumi jika pria itu memiliki hobi yang memang cocok dengan imej-nya.
“Ini adalah ruang bersantai yang bisa anda gunakan.” Isabelle keluar dari tempat itu dan berjalan melewati mereka semua. Kelimanya mengikuti Isabelle dan wanita itu menuruni tangga menuju lantai 1 kembali. Ia langsung berbelok ke sebelah kanan dan membuka pintu besar yang mereka lihat tadi.
Sebuah ruang makan dengan meja kaca panjang untuk dua belas orang ada di hadapan mereka. Kursi-kursinya berwarna emas dan semua peralatan makannya juga berwarna emas. Ada kesan antik dan berkelas seperti kerajaan di ruang makan itu. Ada pintu kecil di sudut kiri dan bentuknya lebih sederhana. Isabelle membuka pintu itu dan memperlihatkan dapur yang cukup luas dengan ubin putih yang berkilau. Seluruh ruangan di rumah itu sangat bersih padahal mereka tidak melihat pelayan lainnya di mansion itu.
Isabelle tidak membukakan pintu sebelah kiri tangga hingga membuat mereka mengernyit saat melihatnya kembali menaiki tangga.
“Umm, Isabelle ? Pintu yang sebelah sana isinya ruangan apa ?” tanya Selena sambil menunjuk pintu besar itu. Isabelle memandang arah yang ditunjuk oleh Selena.
“Itu hanya gudang penyimpanan alat-alat kebersihan dan stok makanan. Hanya saya yang masuk ke sana jadi anda semua tidak perlu memikirkan gudang itu. Isinya terlalu berantakan.” jawab Isabelle dengan cuek.
“Tapi, bukankah bisa saja cincin itu ada dalam ruangan itu ?” celetuk Thomas tiba-tiba.
Isabelle langsung menghela napas dan turun kembali ke arah pintu yang dimaksud mereka. Ia mengambil sebundel kunci dari sakunya dan memilih salah satu kunci. Saat pintu terbuka, ia memandang sebal pada mereka semua, “Silahkan lihat.”
Kelimanya langsung melongokkan kepala ke dalam ruangan yang remang-remang itu. Ada banyak lemari tinggi di setiap dinding dengan beberapa bahan makanan dan karung-karung tepung di lantai bertumpuk-tumpuk. Beberapa alat kebersihan diletakkan di sudut ruangan dan ruangan itu terasa sempit dengan banyaknya barang-barang di dalamnya. Mereka tidak perlu repot-repot masuk ke dalam karena mereka sendiri enggan bersempit-sempit ria di sana.
“Kalian tidak perlu memeriksa ruangan ini karena saya sudah memastikan tidak ada cincin itu saat saya membersihkan ruangan ini.” jawab Isabelle dan ia kembali mengunci pintu itu.
“Itu 'kan hanya gudang. Kenapa kau harus menguncinya ?” heran Grissham.
“Saya tidak ingin ada yang memberantakkan rumah ini hanya karena mencari cincin itu. Peserta sebelumnya mengobrak-abrik gudang ini hingga membuat saya harus bekerja keras membersihkan semua kekacauan yang dibuatnya. Karena ulahnya, saya membersihkan total gudang ini dan tidak menemukan cincin itu sama sekali. Jadi, tidak usah berpikir untuk masuk ke gudang ini hanya untuk mencari barang itu.” omel Isabelle dan wajahnya menunjukkan ketidaksenangan saat mengingat kejadian itu.
Isabelle kembali ke tengah tangga seperti akan berpidato kembali. Semua orang kembali berjejer di hadapannya.
“Selama anda berada di mansion ini, anda diperbolehkan untuk mencari cincin itu di area pulau ini. Hanya dua ruangan yang tidak diperbolehkan masuk di sini dan anda semua sudah mengetahuinya yaitu ruang CCTV dan gudang barang. Anda juga diperbolehkan melakukan apapun untuk menghilangkan kebosanan anda selama melakukan pencarian, kecuali tentunya melakukan komunikasi ke luar pulau dan berusaha melarikan diri dari pulau ini. Anggap saja mansion ini adalah rumah kalian sendiri dan terserah kalian mau melakukan apa, saya tidak peduli hanya saja jangan terlalu memberantakkan tempat ini.” Isabelle menekankan ucapannya dan mereka semua mengerti bahwa nampaknya hanya dia yang ada di pulau ini dan mungkin itu sebabnya ia yang mengerjakan semua pekerjaan rumah di mansion itu.
“Dan juga saya akan memberikan petunjuk mengenai cincin itu. Tidak ada pengulangan dan dengarkan baik-baik !” tatap Isabelle tajam pada mereka semua.
Selena mengeluarkan memo kecil dari sakunya dan pena untuk mencatat hal penting itu sementara yang lainnya hanya mendengarkan Isabelle saja.
“Petunjuknya adalah : Cincin itu hilang ketika Sir Rudolph Tramonde pulang dari kegiatan berburunya di pulau ini. Cincin itu tidak mencolok saat siang hari dan sangat berkilau ketika malam hari. Sebelum wafatnya, Sir Rudolph Tramonde mengatakan 'Ada rahasia besar yang tidak boleh diungkapkan cincin itu pada siapapun. Jika siapapun berhasil menemukannya, letakkan kembali pada kotak yang telah kusiapkan karena cincin itu terkutuk ! Siapapun yang tidak mengembalikan cincin itu ke asalnya, dia akan mati !' hanya itu saja.” Isabelle berhenti berbicara dan kelima orang itu mengernyit saat mendengar kalimat terakhir petunjuk itu. Tidak ada yang menginterupsi Isabelle sama sekali dan wanita itu menyuruh mereka untuk mengikutinya menaiki tangga.
Saat berhenti di depan lukisan Sir Rudolph Tramonde, Isabelle menunjukkan bagian tangan lukisan itu dan mereka dapat melihat ada cincin berwarna merah dengan bentuk persegi. Cincin itu terlihat biasa saja dan tidak ada yang istimewa pada mata batunya.
“Ini adalah bentuk cincin keluarga Tramonde yang hilang.” kata Isabelle singkat dan mereka memperhatikan gambar itu lebih teliti.
Selena kembali memperhatikan lukisan Sir Tramonde setelah mengingat model cincin itu dan tiba-tiba ia terkejut hingga melonjak sambil mencengkeram lengan Grissham yang berada di sampingnya. Mata lukisan itu bergerak menatapnya !