Kali ini Selena memilih duduk di tangga sambil menulis beberapa hal di catatannya. Ia ingin mengingat jelas mimpinya dan merasa ada sesuatu yang ingin disampaikan si pria pada gadis bernama Theresa.
Selena menggambar wajah Theresa di catatannya. Salah satu yang paling digemarinya adalah menggambar dan gambarnya tidak terlalu jelek untuk bisa dikenali. Ia masih sibuk menggurat kertasnya sebelum tiba-tiba Ian melintas dan melirik ke arahnya.
Pria itu memicingkan mata berusaha melihat apa yang sedang digambar oleh Selena. Matanya tiba-tiba membesar dan ia langsung menghampiri Selena.
“Siapa gadis itu ?” tanyanya tiba-tiba sambil duduk di samping Selena yang terkejut.
“Oh ini... dia gadis dalam mimpiku. Namanya Theresa...” jawab Selena sambil tersenyum sekilas.
“Theresa ???”
Sebuah suara tiba-tiba mengagetkan mereka berdua. Ian dan Selena menoleh dan melihat Warren berada tidak jauh dari mereka dengan ekspresi terkejut. Selena hanya mengernyit memandangnya. Ia tidak terlalu suka berdekatan dengan Warren sejak insiden itu.
“Ada apa ???” kata Selena dengan jutek.
Warren mengacuhkan kata-kata Selena dan mendekati mereka. Ia memperhatikan gambar itu dengan teliti dan matanya semakin membesar seperti terkejut.
“Kau mengenalnya ?” tanya Ian. Warren mengambil buku catatan Selena dan memperhatikan gambar itu lagi.
“Gadis ini muncul beberapa kali dalam mimpiku dan namanya juga Theresa.” kata Warren memandang mereka berdua dengan ekspresi serius. Selena tertegun mendengarnya.
“Apa kau yakin ?” tanya Selena dengan mengernyitkan dahinya. Warren langsung mengangguk cepat.
“Dulu aku hanya memimpikannya beberapa kali. Tapi, belakangan ini aku memimpikannya selama 3 hari berturut-turut ! Dan aku yakin sekali wajahnya memang seperti ini. Dia memakai gaun merah muda panjang bukan ?” Warren tidak melepaskan pandangannya dari Selena yang terkejut.
“Bagaimana kau tahu ???” Selena kali ini yakin bahwa Warren tidak berbohong karena ia juga dapat mengingat Theresa mengenakan gaun panjang berwarna merah muda.
“Bagaimana mungkin kalian bisa memimpikan orang yang sama ?” kernyit Ian heran. Mereka berdua mengangkat bahu karena bingung juga.
“Apa lagi yang kau ingat tentang mimpimu itu ?” tanya Selena dan ia bersiap mencatat keterangan dari Warren. Rasa penasarannya semakin besar.
Warren terlihat mengingat-ingat dan ia ragu sebelum menjawab Selena. Nampaknya ia belum percaya dengan gadis itu tapi Selena terus saja memberikan ekspresi serius mendengarkannya.
“Kenapa kau begitu penasaran ? Itu 'kan cuma mimpi.” kata Warren kemudian.
“Karena aku memimpikan Theresa ini sejak pertama kali kita sampai di pulau ini. Dan berbeda denganmu, setiap hari aku memimpikannya terus dan kejadiannya selalu sama.” jawab Selena langsung. Warren terkejut mendengarnya. Ia diam kembali dan mengingat-ingat mimpinya.
“Aku... sepertinya memanggil si Theresa ini dari suatu lubang dan tempat itu sangat unik. Ada dek ukuran raksasa di sana...” kata Warren sambil menengadah ke langit-langit.
Selena dan Ian bertukar pandangan dengan terkejut. Gadis itu bahkan penasaran kenapa Warren bisa berperan menjadi lelaki yang memanggil Theresa.
“Apa kau ingat bagaimana penampilanmu ?” tanya Selena dan ia langsung menyuruhnya duduk di samping Ian.
“Tidak. Tidak ada cermin di sana dan aku hanya ingat aku memanggilnya.” jawab Warren.
“Apa lagi yang kau katakan setelah kau memanggilnya ? Aku memang bermimpi ada yang memanggilku... eh, maksudku si Theresa ini. Tapi, kata-kata berikutnya tidak jelas...” kata Selena merenung sambil mengingat mimpinya juga.
“...Theresa ! Cepat pergi dari sana !”
Warren menirukan kata-kata itu dan Selena yakin Warren benar-benar memimpikan hal yang sama karena nadanya memanggil Theresa sama persis dengan yang ada di mimpinya.
“Ada kata-kata lain yang kukatakan setelah itu tapi aku heran karena suaraku sama sekali tidak keluar dan aku tidak ingat kelanjutannya...” Warren menggaruk kepalanya dengan bingung karena ia berusaha mengingat kelanjutan mimpinya.
Selena pun ikut berpikir dan nampaknya ia sendiri merasa ada yang janggal dengan lembah misterius itu. Ia masih penasaran dengan mimpinya yang selalu hadir setiap malam.
“Tapi, kurasa itu cuma mimpi. Tidak perlu dipusingkan.” kata Warren dan ia kemudian beranjak dari duduknya dan menuruni tangga.
“Kau mau keluar ?” tanya Ian. Warren hanya mengangguk tanpa menoleh sama sekali dan meninggalkan mereka berdua.
“Apa kau tidak merasa aneh dengan mimpi ini, Ian ?” celetuk Selena memandang Ian.
“Menurutmu ? Kalau aku yang sebagai pendengar sih menurutku memang aneh. Kalian bisa memimpikan hal yang sama berkali-kali. Mungkin ada pesan yang ingin disampaikan si Theresa ini.” jawab Ian.
“Tapi, yang bicara di mimpi itu si pria bukan Theresa. Berarti ada sesuatu yang ingin disampaikan oleh pria misterius ini.” simpul Selena. Ian hanya manggut-manggut saja mendengarnya.
“Siapa tahu mimpimu ada kelanjutannya lagi ? Jadi, kau bisa tahu apa yang ingin disampaikannya.” kata Ian.
“Masalahnya sudah sebulan ini mimpiku selalu berhenti di tempat yang sama. Tidak ada perkembangan sama sekali.” keluh Selena dan ia menghela napas panjang.
Tidak berapa lama kemudian, Selena beranjak dari tangga dan meninggalkan rumah juga. Ia ingin menemui pastur Jeremy dan menceritakan mimpinya.
Gadis itu sudah hapal jalan menuju gereja dan ia masih belum memberitahukan perihal gereja ini pada siapapun yang ada di pulau. Pastur Jeremy mengatakan padanya untuk tidak memberitahukan keberadaan dirinya pada siapapun daripada menimbulkan masalah besar nantinya karena Isabelle sendiri tidak memberitahukan pada setiap peserta mengenai adanya gereja di pulau itu.
“Oh, kau datang tepat waktu, Selena. Aku baru saja membuat limun segar karena cuaca sangat panas akhir-akhir ini. Ayo minum bersamaku.” ajak pastur Jeremy dengan bersemangat saat melihat Selena datang siang itu. Selena tersenyum berterima kasih padanya dan duduk di depan gereja bersama pastur Jeremy.
“Umm... Bapa, apa anda pernah mendengar nama Theresa di pulau ini ?” tanya Selena. Pastur Jeremy mengernyit bingung seakan berusaha mengingat.
“Dia gadis berambut pirang yang mengenakan gaun merah muda panjang dan matanya hijau keabu-abuan. Dia cantik seperti boneka putri. Apa anda mengenalnya ?” Selena berusaha menjelaskan ciri-ciri Theresa walau ia sedikit ragu apa pastur Jeremy mengenali gadis dalam mimpinya.
“Apa maksudmu Theresa Tramonde ?” pastur Jeremy memandangnya sambil mengernyit.
Mata Selena langsung membesar seketika. Ia tidak akan menyangka bahwa sosok di mimpinya itu benar-benar nyata.
“Dia... masih keluarga Tramonde ???” kaget Selena. Pastur Jeremy mengangguk bingung.
“Ya. Dia anak perempuannya Sir Rudolph Tramonde. Usianya kira-kira sama denganmu sebelum dia meninggal.” jawab pastur Jeremy. Selena semakin membelalak mendengarnya.
“Dia meninggal karena apa ? Apa anda bisa menceritakan padaku mengenai dirinya ?” tanya Selena cepat karena tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.
Pastur Jeremy menghela napas panjang dan ia memandang halaman di depannya dengan ekspresi sedih.
“Gadis itu anak yang baik dan dia juga rajin kemari untuk mengunjungiku. Theresa cukup dekat dengan Rolland, kakaknya. Saat Rolland berubah menjadi pengikut aliran sesat, Theresa berulang kali memperingatkannya... sayangnya Rolland tidak menggubrisnya sama sekali dan bahkan sifatnya berubah drastis terhadap Theresa. Biasanya ia sangat sayang pada adiknya itu, tapi beberapa minggu kemudian Rolland menjauhi adiknya dan bahkan bersikap kasar padanya. Terkadang Theresa datang kemari dengan wajah lebam dan tubuhnya luka dimana-mana. Setiap kali aku menanyakan apa yang terjadi padanya, gadis itu hanya tersenyum dan mengatakan tidak ada apa-apa.” pastur Jeremy memberi jeda sesaat dan ia memejamkan mata.
“Sampai suatu hari, Theresa tidak datang lagi kemari untuk melakukan misa pagi. Itu tidak biasanya terjadi... Theresa selalu rajin datang untuk melakukan misa pagi dan ketika ia tidak datang, aku mulai khawatir. Terakhir kali ia datang, lebih banyak luka di tubuhnya hingga aku merawatnya sebelum dia bisa pulang. Ia menolak saat kutawarkan untuk menginap di gereja. Katanya ayahnya bisa bertengkar dengan Rolland jika dia tidak ada. Tapi, karena terlalu parah akhirnya aku yang mengantar Theresa pulang dengan memapahnya.” mata pastur Jeremy semakin menyiratkan kesedihan seakan ia sedang mengenang masa itu.
“Sesampainya di rumah mereka, aku terkejut karena rumah itu menjadi sangat berantakan dan bahkan Isabelle sedang menangis di sudut ruangan sambil memunguti bekas kaca pecah. Sepertinya ada perkelahian karena barang-barang di rumah itu semuanya hancur. Theresa lebih syok dan ia memaksakan tubuhnya untuk naik ke atas. Aku sampai harus mengejarnya karena dia menyeret kakinya yang terluka. Theresa berteriak memanggil ayahnya dan Rolland. Tidak ada yang menyahut dan aku juga membantunya mencari Sir Rudolph dan Rolland. Kami tidak berhasil menemukan mereka berdua sama sekali.” pastur Jeremy bergidik ngeri dan ia meneguk ludah sesaat. Selena bahkan tegang mendengarkan ceritanya.
“Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan mereka berdua. Theresa memintaku mencari kedua orang itu di hutan. Ia lebih mengkhawatirkan ayahnya hingga aku dan Isabelle mencari ke sepanjang hutan selama beberapa hari. Aku menyuruh Theresa untuk tidak pergi kemana-mana karena kondisinya masih sangat parah. Kami masih belum berhasil menemukan mereka dan saat kami melaporkannya pada Theresa, ia terlihat sedih sekali dan akhirnya mengatakan pada kami untuk tidak perlu mencari mereka lagi. Katanya, jika sudah saatnya... mereka akan pulang.”
“Aku kembali ke gereja tapi aku tidak bisa berhenti memikirkan kemana kedua orang itu pergi. Tidak mungkin mereka meninggalkan Theresa sendirian di pulau ini. Lalu saat hari minggu, Theresa tidak datang dan aku mulai bertanya-tanya apa yang terjadi padanya. Aku ingin mengunjunginya untuk memastikan keadaannya tidak apa-apa. Tapi, di tengah perjalanan aku bertemu Isabelle yang terburu-buru. Sepertinya dia mencariku dan Isabelle mengatakan bahwa Theresa juga menghilang !” ekspresi pastur Jeremy menjadi sangat tegang.
“Ta..tapi, bagaimana dia bisa hilang ? Bukannya kakinya terluka ?” Selena terkejut juga mendengarnya.
“Itulah yang kami bingungkan. Kami mencari Theresa di pulau ini dan akhirnya kami menemukannya...” suara pastur Jeremy menjadi sangat pelan hingga ia terdengar seperti berbisik. Ia menoleh ke arah Selena dan meneguk ludah sekali lagi.