Hari berganti minggu, minggu berganti bulan kini Galang telah belajar berjalan dikit demi sedikit. Renata selalu berdoa untuk kesehatan sang anak dan kecerdasannya, kini Galang menjadi hidupnya apapun akan di lakukan untuk anaknya. Sekalipun itu nyawanya.
"Ih pinter banget si kesayangan ante," ucap Ghea ketika menuntun Galang untuk berjalan, sedangkan anak laki-laki tampan tersenut hanya tertawa tanpa mengerti apa yang di bicarakan sang tante.
Renata tersenyum tipis melihat sahabatnya sedang menitah-nitah sang anak. "Kalo nanti Galang sudah besar dia harus liat nih, kalau anteh nya sayangnya kaya gimana sama dia," ungkap Renata.
Ghea menimpalkan, "Dia juga harus liat perjuangan mama nya." Ia lalu tersenyum tipis ke arah Renata yang kini tersenyun tipis juga.
"Mam dulu dong ante," ucap Renata. Ia telah selesai membuatkan makanan untuk sang anak. Ghea lalu menghampiri Renata yang sedang terduduk sambil memegang semangkuk kecil makanan untuk Galang.
Ghea berkata, "Ayuk de mam dulu kita." Renata benar-benar bersyukur mendapatkan sahabat seperti Ghea, ia tiada henti mendoakan yang terbaik untuk sang sahabat.
Kini Renata mengambil alih Galang dan menaruhnya di dorongan duduk untuk bayi. Ia menyuapi sang anak dengan telaten tentunya dengan bantuan Ghea yang terus mengaja ngobrol ponakannya. "Ren, siapapun nanti yang jadi laki lu kelak, dia harus nerima Galang pokoknya," cetus Ghea.
Renata membalas, "Itu pasti Ghea." Ia lalu tersenyum ke arah sang sahabatnya.
"Laper ya kamu de," gumam Renata ke arah Galang, yang kini seolah meminta untuk Renata memberi makanan lagi kedalam mulut mungilnya tersebut.
Mereka berdua terdiam sejenak dan setelahnya tertawa tak jelas. "Lu enggak mau nyari laki Ghe," ujar Renata sambil menaikkan kedua alisnya ke arah Ghea yang kini menatap tajam sahabatnya.
Tak lama kemudian ia berdecih. "Lu sonoh nyari pasangan," cetus Ghea.
"Yeuh malah ngebalikin gue lu bangke!" seru Renata, Ghea lalu tertawa mendengarnya.
Galang ikut tertawa khas bayi yang membuat kedua wanita tersebut menoleh. "Nah Galang aja ketawa tuh, berarti setuju," ucap Ghea.
"Ih kok Galang dukung tante Ghea si," ucap Renata sambil memandang cemberut ke arah sang anak.
Ghea hanya tertawa mendengarnya. "Lu kan tau gue kaya gimana," cetus Ghea.
"Gue enggak tahu tuh, emang gimana si elu," ujar Renata yang jelas meledek sang sahabat, Setelahnya ia tertawa pelan memandang Ghea yang kini menatap kesal ke arahnya.
Renata berkata, "Ghe lu udah gede, gak usah lah milah-milih. Atasan lu kayanya tuh serius sama lu, Ghe." Ghea lalu menoleh ke arah sahabatnya seolah siap untuk menyantapnya.
"Plis deh Ren, dia itu palyboy! Amit-amit deh gue sama dia," ketus Ghea sambil memutar bola matanya dengab malas.
Renata berkata, "Heh playboy bisa berubah kalau ketemu sama yang tulus. Hati-hati loh nanti jatuh cinta." Ghea hanya menghela nafasnya dengan kasar seolah sudah bosen mendengar perkataan Renata yang selalu menjodohkan dirinya dengan siapapun termasuk kepada atasan nya sendiri.
"Enggak! Enggak bakal, udah ah kenapa jadi bahas dia si," ketus Ghea, Renata hanya menggelengkan kepalanya sambil tertawa pelan, seolah mengerti Galang ikut tertawa melihat Renata tertawa.
"Ih ketawa," ujar Ghea seolah meledek Galang lalu mencoel pipi gembul ponakannya tersebut.
Renata berkata, "Tuh anak gue udah minta teman."
"Ren!" Ghea seolah memperingati sang sahabat untuk tidak lagi membahas atasannya tersebut atau membahas soal perjodohan untuk dirinya.
"Lagi kenapa si Ghe, dia kan tajir, punya perusahaan, lumayan ganteng lah. Enggak malu-maluin kalau di ajak keluar," jelas Renata dengan detail yang membuat Ghea benar-benar hanya menatap jengah.
Ghea menyindir, "Galang mamah kamu suka enggak sadar diri ya." Renata yang mendengar jelas hanya tersenyun tipis.
Renata kembali berfokus menyuapi sang anak, ada keheningan selama beberapa menit di antara mereka. "Ghe menurut lu kalo gue ngelamar lagi di perusahaan kita dulu gimana?" tanya Renata tiba-tiba.
Ghe menoleh ke arah sahabatnya. "Ya terserah lu, gue si dukung aja, tapi kayanya bosnya anaknya pak Gio deh," ujar Ghea, yaps karena seingat Ghea sebelom ia risegn pindah ke perusahaan baru, Pak Gio memberi pengumuman kalau anaknya yang bakal nerusin dia.
Renata menghela nafasnya dengan kecewa. "Yah gue nyesuain diri lagi dong," ungkap Renata.
"Bdw Ren, dia ganteng loh, masih single juga katanya." Ghea menaikkan kedua alisnya yang jelas meledek sang sahabat.
Renata membalas, "Anak bos mana mau sama gue yang statusnya enggak jelas, janda enggak, punya anak iya, tapi suami enggak ada." Ia tersenyum simpul, Ghea hanya menatap sendu seolah tahu maksud dari perkataan sahabatnya.
Ghea menyela, "Lah cowok mana yang enggak mau sama sahabat gue? Sini bilang biar gue operasi matanya." Renata mengerutkan kening, namun setelahnya ia tertawa bersama sahabatnya.
"Lah kenapa di operasi?" tanya Renata.
Ghea menjawab, "Karena mereka yang enggak suka sama lu, buta!"
"Sabar bu," ungkap Renata lalu tertawa ketika melihat Ghea seraya emosi.
"Mama kamu kan wanita yang hebat de, jadi kamu harus bangga. Ante aja bangga sama mamah kamu," ungkap Ghea seolah berdialog dengan Galang. Wanita tersebut hanya tersenyum dan berdoa dalam hati untuk sahabat dan juga sang anak.
"Terus lu kapan mau kerja?" tanya Ghea.
Renata menjawab, "Bulan besok mungkin." Ghea hampir melotot tak percaya mendengar jawaban dari sang sahabat.
"Lu bilangnya nunggu Galang 4 tahun," cetus Ghea dengan tatapan horor ke arah sang sahabat
Renata mengerutkan kening ketika mendapat tatapan tersebut dari sang sahabat. "Itu mata mau gue colok melotot-melotot kaya gitu," cetus Renata yang membuat wanita berambut hitam pirang hanya. Bermenye-menye saja mendengarnya.
"Terus kalau lu kerja, Galang gimana?" tanya Ghea dengan nada serius.
Renata terdiam lalu tersenyum tipis yang membuat Ghea mengerutkan kening heran. "Gue udah putusin, buat tinggal sama nyokap bokap Ghe," jelas Renata.
Raut wajah Ghea seketika melonging mendengarnya, ia yang tadi lagi bercanda sama Galang langsung terdiam menoleh ke arah sang sahabat. "Serius?" tanya Ghea dengan rasa tidak percayanya.
Wanita tersebut mengangguk menjawab pertanyaan sang sahabat. Ia lalu bertanya, "Lu gak marah kan?" Sedangkan yang di tanyai hanya terdiam membuat Renata jadi menatap sendu.
"Ghe." Renata memanggil dengan lembut, namun Ghea masih terdiam membuat Renata tertunduk lesu. Tak lama kemudian Ghea menatap Renata dengan menahan ketawanya.
"Ya enggak lah Ren masa iya gue larang orang mau tinggal sana orang tuanya, tapi gue pasti kesepian banget nih enggak ada kalian berdua," kini Ghea menatap sendu ke arah Galang lalu tersenyum tipis.
"Nanti weekend gue ama Galang pasti nginep ko," kata Renata yang membuat mata Ghea membinar senang.
Ghea bertanya, "Bener ya?" Wanita tersebut hanya mengangguk seolah mengiyakan perkataan dari sang sahabat.
"Ante Ghea." Panggilan tersebut membuat Ghe memutar bola matanya dengan jengah, pasti sedang ada yang di mau oleh sang sahabat.
Renata mengedipkan mata dengan genit lalu berkata, "Jalan - jalan ke taman Hiru yuk, sekali-kali kita ajak Galang keluar jalan - jalan."
"Ayuk bosen minggu gini-gini aja, kali aja ada cogan di sana," ujar Ghea dengan antusias.
Renata menatap kaget dan berkata, "Tadi aja enggak mau di jodoh-jodohin ama atasan yang cogan, sekarang malah mau nyari."
"Yeuh kalau sekarang nyari sendiri bukan di jodohin," cetus Ghea dengan kedua tangannya bersedikap.
Renata mencetus, "Galang nanti kalau udah gede jangan nyari cewek kaya ante Ghea ya, dia maunya ganteng doang."
"Iya harus dong biar memperbaiki keturunan," balas Ghea.
"Sadar diri ya mbak." Renata lalu tertawa setelah mengucapkan tersebut yang membuat sang sahabat hanya memutar bola matanya dengan jengah.
Ghea mencetus, "Gue ganti baju dulu."
"Yeuh ngambek," ujar Renata ketika sang sahabat meninggalkannya untuk masuk ke dalam kamar.
"Tuh lihat de, ante kamu ngambekan." Renata berdialog seolah berbicara dengan sang anak yang hanya di balas dengan cengiran khas anak bayi.
Renata lalu menggendong sang anak , dan merapihkan bekas makan Galang. Ia mengelap mulut anaknya yang masih sedikit ada sisa makanan. "Ya Allah sayang, kenapa ini belepotan gini," ucap Renata, sedangkan Galang hanya bertepuk tangan membuatnya tersenyum simpul melihat sang anak.
"Tuh tangan kamu, mama liat sini coba." Renata lalu mengelap tangan anaknya.
Tak selang berapa lama Ghea telah rapih dengan jeans dan baju lilacnya. "Udah sana lu rapih - rapih, biar Galang sama gue,," cetus Ghea lalu mengambil alih sang ponakan dari gendongan Renata.
Renata langsung bergegas untuk rapih-rapih, sebelum itu ia memberikan baju salinan sang anak ke Ghea untuk di gantikan.
"Tolong gantiin Ghe." Ghea hanya berdehem saja menanggapi sang sahabat.
Kini Ghea meletakkan sang ponakan di sofa dan berkata, "Ayuk galang ganti baju dulu, biar tambah ganteng," gumam Ghea lalu ia menggantikan baju Galang.
Beberapa menit kemudian, Renata sudah keluar dengan pakaian simpelnya namun masih terlihat cantik nan mempesona. "Udah nih, ayuk," ucap Renata.
"Masya Allah anak mama ganteng banget," ungkap Ghea ketika melihat sang anak sudah rapih.
Sejenak Renata menatap sang anak dengan dalam dan tulus, ia menatap sorot mata sang anak. "Matanya persis," bisik Renata.
"Kemond."
Renata masih terdiam menatap sang anak yang membuat kamgkah Ghea terhenti dan menoleh ke arah sang sahabat dengan mengerutkan keningnya. "Ren?"
"Eh iya Ghe kenapa?" Renata tersadar dari lamunannya.
Ghea mencetus, "Ayuk, malah diam." Renata hanya mengangguk lalu menggendong Galang dengan mengarahkan sang anak ke depan.
"Kenapa si lu bengong?" tanya Ghea.
Renata langsung menatap sang sahabat lalu menggelengkan kepala. "Enggak kenapa-kenapa kok Ghe," ucap Renata.
Mereka berdua langsung beranjak keluar dan menuju mobil. Tanpa pikir panjang mereka langsung memasuki mobil untuk segera pergi.
"Eh baby Gal mau kemana nih."
Renata menjawab, "Mau jalan - jalan bu, ke taman hiru." yaps! Hampir warga di sana sudah mengenal anak Renata, Mereka memanggil nya baby Gal, Renata juga harus bersyukur karena warga sini menyayangi ia dan anaknya, apalagi waktu Renata tujuh bulanan banyak yang memberi makanan untuk membantu.
Bu Erni berkata, "Ya sudah kalian hati-hati ya."
"Dadah ibu," ujar Renata ketika berada di dalam mobil, melambaikan tangan Glang ke arah Bu Erni.
"Dadah baby Gal," balas Bu Erni dengan senyuman. Setelahnya Renata menaikan kembali kaca mobil agar debu tidak masuk kedalam.
Tak lama kemudian, Ghea melajukan mobilnya dengan kecepatan standar, dengan lagu yang mengiringi perjalanan mereka di dalam mobil. Galang menikmati perjalanan menuju taman sepertinya, ia melihat dengan rasa penasaran ketika mobil-mobil melaju melewatinya.
Hanya butuh 25 menit saja saja mereka bertiga telah sampai di taman Hiru. Ghea lamgsung memarkirkan mobilnya di tempat parkir yang tersedia.
Mereka berjalan-jalan menyusuri taman perlahan. "Eh Galang suka ya di sini," ucap Ghea ketika melihat sang ponakan seolah bergembira dengan menyengir.
"Ghe duduk di sana yuk," cetus Renata ketika melihat bangku taman yang di teduhkan oleh pohon besar. Mereka berjalan mendekati bangku yang di tuju.
Mereka bercanda riang, ngobrol panjang lebar dan memeprkenalkan Galang dengan taman tersebut. "Pak David," ucap Ghea ketika melihat orang yang ia kenal, sedangkan Renata menengok juga ke arah orang yang di panggil sang sahabat.
Laki-laki dengan pakai celana traning dan baju putih yang membentuk tubuhnya terdiam sejenak sambil melihat orang yang memanggilnya. "Kamu–"
"Ghea Pak," jawab Ghea.
"Oh iya Ghea." David mengangguk-angguk, namun sorot matanya terus mengarah ke wanita yang masih terduduk dan menggendong anak tersebut. Ghea hanya tersenyum, sedangkan Renata hanya fokus bercanda dengan sang anak.
"Cantik," gumam David berbisik ketika melihat ketawa dari Renata, Ghea mengerutkan kening lalu tersenyum tipis setelah mengetahui mantan atasannya melihat sahabatnya.
Ghea berkata, "Apa pak?" David tersadar dari tatapannya menatap wanita tersebut.
"Ini?" tanya David ke arah sang sahabatnya. Ghea lalu menyenggol Renata dan wanita tersebut hanya membalas dengan menaikkan kedua alisnya seraya bertanya.
"Oh ini Renata pak teman saya," ucap Ghea. Sedangkan Renata hanya tersenyum simpul ketika di perkenalkan dan mengangguk namun mata mereka bertemu seolah menghentikkan waktu beberapa detik, merekaa seolah terpana satu sama lain ketika saling menatap.
David mengangguk dan ber Oh ria saja ketika sudah nengetahuinya. "Kalau gitu saya lanjut dulu ya," ucap David.
"Iya Pak, silahkan," balas Ghea. Ia kembali duduk di samping Renata yang masih memperhatikan punggung David. Sesekali laki-laki tersebut menoleh ke arah belakang melihat wanita yang bersama mantan karyawannya dulu.
Ghea tersenyum tipis lalu menyenggol sang sahabat yang membuat Renata mengerutkan kening lalu mengangguk ke atas seraya bertanya.
"Enggak usah di lihatin terus kali bu," cetus Ghea jelas ia meledek sahabatnya.
Renata menyela, "Siapa yang ngelihatin si? Orang enggak juga."
"Enggak ngaku kali, jelas-jelas tadi lu lihatin mantan atasan gue," jelas Ghea.
Renata langsung menoleh dan berkata, "Mantan atasan lu?"
"Iya mantan atasan gue."
"Jangan bilang–"
Ghea menyelanya, "Iya benar. Dia anaknya Pak Gio yang gantiin posisi ayahnya di perusahaan." Renata menoleh ke arah David yang semakin tidak terlihat yang membuat Ghea mengikuti arah pandangnya.
"Heh naksir ya lu," cetus Ghea,
Renata menggelengkan kepal lalu berkata, "Teori lu aneh banget, masa iya gue ngelihatin doang di bilang naksir."
"Menurut kamus Ghea, orang yang ngelihatin orang lebih dari 1 kali terlebih itu orang udah jauh dari pandangan berarti naksir. Fix lu naksir!" seru Ghea dengan antusias.
Renata mengecek kening Ghea dengan punggung tangannya dan berkata, "Asli sakit lu Ghe."