BB. 12

2014 Words
Apartemen mewah di tengah kota jakarta, di tengah hiruk pikuk kemacetan. Apartemen yang di naungi Perusahaan ternama ,pemilik yang masih muda, lajang serta pengusaha muda yang ternama, keluarganya menjulang sukses menduduki perusahan berpengaruh di asia. Di kamar 305, di lantai 3 seolah kamar yang di sakralkan untuk di sewakan atau di tempatkan karena sederatan kamar di lantai 3 di khususkan untuk sang pemiliknya. Seorang pria berjalan dengan jas hitam yang di taruhkan di lengan kanannya, semua staf yang berada di sana berdiri lalu membungkuk hormat ke arahnya. Yaps! David, dia pemilik apartemen mewah setara dengan hotel bintang 5 ia memasuki apartemen tersebut dengan wanita cantik yang diyakini model yang sedang naik daun. Staf yang berada di sana hanya tersenyum manis menyambut pemilik apartemen tersebut, walau mereka berbisik untuk wanita yang sedang berada di rangkulan nya. "Itu bukan nya model ya." "Eh itu kan Hilda Areson." "Gila gampang banget gaet model." "Gampang asal lu ganteng, punya duit apapun bisa di dapetin." Mereka yang mendengar hanya mengangguk saja seraya mengiyakan, namun yang di bilang ada benarnya juga "Dia wanita sekian yang di bawa kesini sama si bos." "Sstt heh kerja - kerja, nanti bos dengar." Mereka kembali ketempat masing-masing untuk melakukan pekerjaanya, memang asik bergosip namun ketika ketahuan hidup mereka bisa menjadi taruhannya. David berjalan menuju kamar yang biasa untuk ia tempati ketika berkencan, Hilda terus menggandeng mesra sosok David hingga didepan pintu kamar yang akan mereka tempati untuk berkencan. Tanpa babibu, Hilda mencium laki-laki tersebut dengan nafus penuh, dengan bibir yang masih menyatu, wanita tersebut membuka kancing kemeja milik laki-laki tampan tersebut, desahan kecil keluar dari mereka yang kini di penuhi oleh nafsu. "Ssttt." David menghentikkan aktifitas mereka, ketika Hilda sedang mencumbu leher jenjang nan putih milik laki-laki tersebut. "Kenapa?" tanya Hilda dengan raut wajah yang heran. David berkata, "Aku mandi dulu." "Enggak usah, nanti juga abis ini mandi, jadi jangan mandi dua kali." Tanpa pikir panjang iaa langsung menarik David dengan agresif. David menyeringai ketika wanita tersebut menatapnya penuh manja ingin di sentuh. "Okay kalo itu mau kamu," ujar David, tanpa pikir panjang David yang di tantang seperti itu langsung menyerang Hilda hingga kini posisi wanita tersebut berada di bawah David, ia langsung mencopot semua pakaian yang berada di tubuh Hilda membuat wanita tersebut sedikit merona karena malu. "Sexy," gumam David ketika melihat tubuh Hilda tanpa selehai benang pun, laki-laki tersebut menyerang hingga membuat sang wanita tidak bisa membalas, David terus menerus membuat nya mabuk kepayang, rangsangan yang dibuat laki-laki tersebut membuatnya benar-benar melayang. Desahan demi desahan keluar dari mulut sang wanita, permainan laki-laki tersebut memang benar-benar bisa memuaskan. "Terus baby." Hilda terus merancau, David hanya menyeringai kepuasan mendengar rancauan wanita tersebut. Sekian wanita memang di buat ketagihan atas permaina David, walau hanya untuk teman berkencan namun tak jarang banyak yang menginginkan lagi. "Aku mau meluncur." David menyeringai, Hilda hanya mengangguk seolah pasrah karena sudah di buat mabuk kepayang. Ia mengerti apa maksud laki-laki tersebut. Desahan panjang merintih kenikmatan di keluarkan oleh sang wanita membuat David pun ikut tersenyum. Namun, pikirannya ketika melakukan tersebut tetap mengingat perempuan satu tahun lalu disaat David mabuk, dan perempuan tersebut juga mabuk namun rintihan kenikmatan nya itu nyata dan David seolah di buat candu oleh sang wanita tersebut. "s**t!" Umpatnya. Pikirannya kembali di penuhi gairah saat ia mabuk, sudah setahun tidak ada yang senikmat saat itu bahkan saat ini yang membuatnya menikmati karena memikirkan kejadian satu tahun yang lalu. "Gue harus cari wanita itu!" seru David di batin. Sedangkan di sisi lain, Renata duduk di bale dibawah pohon yang rindang, menghirup udara yang seolah sejuk saat itu, menatap langit dan berbisik di hati bersyukur atas semua nya. Suara tangisan Galang membuat Renata tersadar dari lamunannya, ia segera berjalan cepat ke arah kamar untuk menggendong sang anak Renata menghampiri Galang yang menangis di tempat tidurnya. "Iya sayang, mama di sini," ujar Renata seolah menenangkan Galang yang kini sudah ada di gendongannya, ia kembali berjalan keluar rumah untuk kembali ke bale, ia juga ingin sang anak merasakan udara yang sejuk pada hari itu, dan langit yang cerah. "Kenapa si sayangnya mama ngeliatin mulu." Renata menatap sang anak yang sedari tadi menatapnya, wanita tersebut tersenyum dan bercanda yang membuat sang anak menanggapinya hanya dengan cengiran khas anak bayi yang bahagia. Renata kembali berdialog, "Iya apa sayang." Genggaman erat tangan sang anak yang menggenggam telunjuknya membuat Renata tersenyum bahagia ke arah sang anak. "Iya mama di sini sayang," ujar Renata seolah meyakinkan anaknya bahwa ia tak akan kemana-mana. "Galang, kalo nanti udah besar harus bisa jagain mama ya, dan harus bisa jaga perempuan manapun," gumam Renata, tatapan nya penuh harap ke arah sang anak ia lalu mencium pipi anaknya dengan lembut nan gemas. Mobil putih berhenti di halaman kontrakan milik Ghea yang membuat Renata mengerutkan kening ia seperti kenal mobil yang terparkir di halaman tersebut. "Kok kaya mobil Papah," gumam Renata, tak selang berapa lama benar saja kedua orang tuanya kimi keluar dari mobil dengan tersenyum penuh bahagia. "Lah mamah papah beneran," cetus Renata, ia langsung berjalan ke arah kedua orang tua nya mulai melangkah mendekat. Renata bertanya, "Mamah Papah kok enggak ngabarin kalau mau ke sini?" "Sengaja, kata Papah biar jadi kejutan," ungkap Heti. Renata hanya tersenyun tipis saja, sedangkan sang ayah kini terdiam. Memang benar seorang ayah gengsi untuk menunjukkan kasih sayang dan rasa rindunyan Heti kini beralih ke Galang yang berada di pelukan Renata "Cucu oma, oma kangen banget." Renata hanya menggelengkan lalu tertawa pelan melihat sang mamah yang tanpa pikir panjang langsung mengambil alih sang anak. "Ya Allah cucu oma kenapa tambah ganteng si," puji Heti lalu mencoel pipi Galang pelan. "Tuh Pah lihat cucu kita," ungkap Heti ke arah sang suami. Diki hanya tersenyum lalu mengangguk pelan menanggapi sang istri. Renata berkata, "Papah bawa apaan?" Ketika melihat tentengan yang di bawa sang ayah. "Ini buat kamu dan Galang," jawab Diki, ia lalu memberikan beberapa tentengan yang ia beli untuk sang putri. "Kenapa repot-repot si," ucap Renata lembut, ketika melihat isi dari kantong belanjaan tersebut. Heti menyela, "Tuh papah kamu yang beli banyak banget karena khawatir sama kamu dan cucunya." Sedangkan sang ayah terlihat seperti salah tingkah ketika sang istri berkata seperti itu, wanita tersebut hanya menatap tulus ke arah sang ayang lalu memeluknya tanpa perintah. "Makasih ya Pah," ujar Renata, Diki lalu mengelus lembut rambut sang anak yang kini sudah menjadi seorang ibu, ia lalu tersenyum tipis. Setelah melepas pelukannya Renata berkata, "Aku taruh ini dulu ya di dalem, sekalian buatin minum." Kedua orang tuanya hanya mengangguk dan berfokus bercanda kembali kepada sang cucu yang menggemaskan tersebut. Lima menit kemudian, Renata keluar membawa nampan dan minuman segar yaitu es teh manis. "Mah Pah ini minumannya," ucap Renata, ketika melihat mereka berada di bale tempat biasa ia bersantai ria. Heti mencetus, "Di sini aja nak, adem." Tanpa pikir panjang wanita tersebut berjalan ke arah kedua orangtuanya dan menaruh nampan berisi minuman di samping mereka. Ada jeda hening di antara mereka, kedua orangtua Renata masih berfokus ke sang cucu yang membuat wanita terdebut tersenyum tipis. "Oh iya Mamah Papah tahu alamat kontrakan Ghea yang baru dari mana?" tanya Renata, ia kini duduk di samping sang ibu yang masih setia menggendong galang sambil bercanda. "Ghea pernah kasih tahu kami pas pertama kamu di sini." Sedangkan Renata hanya mengangguk saja seraya mengerti, ia menggelengkan kepalanya pelana seraya mengingat sang sahabat. Renata berbisik, "Dasar sahabat enggak bisa kompromi." Kedua orang tuanya seraya menoleh ke Renata dengan barengan membuat wanita tersebut menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. Diki berkata, "Kenapa nak?" "Enggak Pah, enggak kenapa-napa," jawab Renata dengan cengiran khas miliknya. Kedua orang tuanya lalu hanya tersenyum tipis namun dengan mengernyitkan dahi. Heti berkata, "Kamu ini sudah jadi ibu masih saja enggak jelas." Ia lalu menggelengkan kepalanya pelan melihat raut wajah sang putri yang masih menyengir "Nak, kamu enggak mau tinggal bareng kita, Mamah enggak bisa nahan rindu sama cucu oma yang ganteng ini," ungkap Heti jelas ia sedikit berbohong, dalam hati yang paling dalam ia rindu kepada bawelan sang anak di dalam rumah. Renata menatap sendu ke arah sang ibu lalu terdiam sejenak. "Nanti Mah kalo Rena mau kerja. Rena bakal pulang kok," balas Renata, yaps! Bagaimanapun Renata masih belum terlalu percaya jika untuk di titipkan ke suster atau yang lainnya, jadi lebih baik dia tinggal bersama orang tua nya nanti ketika ia berniat bekerja. Diki menoleh ke arah sang anak lalu bertanya, "Kamu emang mau kerja lagi?" Wanita tersebut hanya mengangguk pelan. "Iya Pah," singkat Renata. Diki saling menatap ke arah sang istri. "Kalau kamu enggak usah kerja gimana?" tanya Diki tiba-tiba. "Kenapa Rena enggak usah kerja Pah?" tanya Renata balik. Sang ayah terdiam sejenak. "Biar Papah tanggung semua biaya kamu dan Galang," kata Diki dengan lantang, Renata tertegun sejenak karena perkataan sang ayah. Ia benar-benar terharus ketika mendangar lontaran kata tersebut. Renata menggenggam tangan sang ayah dan berkata, "Pah, Rena sudah punya tanggung jawab dan Rena juga enggak mau nyusahin Mamah apalagi Papah." Ia tersenyum manis ke arah kedua orangtuanya. "Anak Mamah sudah besar ternyata," ungkap Heti lalu tersenyun singkat. Renata berkata, "Iya dong Mah, udah hebat kaya Mamah." Ia menaikkan kedua alisnya dengan manja. "Tapi kamu tetap gadis kecil dulu yang sering ngompol, terus kalau jatuh nangis," jelas Diki. Wanita tersebut menahan malunya. "Ih Papah mah masih bahas-bahas itu," ujar Renata dengan raut wajah yang cemberut. "Emang kamu kapan mau kerja?" tanya Heti. Renata menjawab, "Mungkin 4 tahun kedepan, Galang masih kecil dan masih butuh asi dan perhatian dari Rena." Kini Renata mengelus lembut pipi sang anak yang membuat kedua orang tuanya saling menatap dan tersenyum tipis. "Ren, Mamah bangga sama kamu, kamu sudah tumbuh jadi wanita hebat dan kuat," puji Heti. Jelas wanita dengan rambut hitam sebahu tanpa poni tersenyum tulus ke arah sang ibu. "Rena lebih bangga sama Mamah," balas Renata. Diki hanya terdiam dengan lengkungan senyum di bibirnys ketika menyaksikan kedua wanita di dalam hidupnya saling berpelukan, mungkin ia bukanlah suami dan ayah yang baik untuk keluarganya namun detik itu juga ia berjanji akan memperbaiki semuanya terutama kepada sang putri yang sudah banyak berjuang untuk hidup. Tak terasa waktu sudah menunjukan sore hari. "Ya sudah nak, Mamah dan Papah pulang dulu ya," ucap Heti. Diki menimbrung, "Kalau ada apa-apa dan butuh apa-apa langsung kabarin Papah ya." Renata kini tersenyum tipis dan memeluk erat kedua orangtuanya. "Siap komandan!" "Kamu jaga diri baik-baik ya, salam sama Ghea," ucap Heti, Renata hanya mengangguk pelan. Renata melambaikan tangan ketika mobil yang di lajukan sang ayah sudah mulai jauh dari pandangannya. Renata langsung menyapu kontrakan Ghea selagi sang anak tertidur pulas, ia juga sudah masak tadi di bantu oleh sang ibu. "Huh. Kelar juga," keluh Renata ketika mendaratkan dirinya duduk di sofa ruang tamu. Tak selang berapa suara mobil Ghea terdengar dan sudah terparkir di halaman. Ghea masuk dengan membawa beberapa kantong plastik putih, Renata langsung terduduk tegap membuat wanita berponi tipis tersebut mengerutkan dahi. "Ghea bawa apa?" tanya Renata dengan mata yang terus menatap kantong bawaan Ghea. Ghea yang melihat hanya menggelengkan kepalanya pelan. "Bawa cemilan nih buat lu, gue beliin tadi," ucap Ghea lalu meletakkan kantong plastik berisi cemilan tersebut di meja. Renata dengan antusiasnya membuka, dan matanya membinar ketika cemilan kesukaannya di depan mata. "Aahhh Ghea makasih," ungkap Renata lalu memeluk sang sahabat. "Gue mandi dulu, abisin tuh cemilan," ujar Ghea. Ia lalu melangkah ke arah kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dari keringat-keringat bandal. Sedangkan Renata menikmati cemilan yang di belikan sang sahabat dengan lahap. "Ghe lu mah bukan sahabat gue, tapi sodara gue," teriak Renata dengan lantang. Ghea yang mendengar teriakan dari sang sahabat hanya menggelengkan kepalanya dengab senyuman tipis nan bahagia. Beberapa menit kemudian Ghea telah selesai dengan membersihkan diri, ia kembali duduk di samping Renata. "Lu belanja?" tanya Ghea. Renata menggelengkan kepala dengan masih mulut yang penuh dengan cemilan. "Lah terus di kulkas penuh banget?" tanya Ghea. "Oh itu, tadi nyokap bokap gue kesini," kata Renata dengan santai. Ghea tersedak kaget ketika mendengar pernyataan dari sang sahabatnya. Ghea berkata, "Om Diki sama tante Heti ke sini?" "Iya Ghe, emang nyokap bokap gue siapa lagi kalau bukan mereka," cetus Renata sambil menaikkan kedua alisnya. Sedangkan Ghea hanya menyengir kuda sambil menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD