Kacau

1064 Words
Banyak siswa-siswi yang sudah berjejer di lapangan. Mereka berlomba-lomba untuk mencari tempat paling depan sendiri, melihat sensasi yang sedang terjadi. Berbeda jika upacara dimulai, tidak ada siswa yang dengan sukarela berdiri di barisan paling depan, kebanyakan terpaksa berdiri di barisan depan. Raynar dan Anders mendesak jalan yang nyaris tertutup oleh siswa-siswi. Kedua laki-laki itu telah sampai di depan ruang BK. Suasana yang riuh disertai dengan langit panas membuat suasana emosi semakin membara. Apalagi, guru BK yang masih kebingungan untuk mengatasi hal ini. Akhirnya, guru BK mengumpulkan seluruh siswa-siswi di tengah lapangan, berdiri berjejer sesuai kelas masing-masing. Tiga angkatan dikumpulkan dalam satu waktu dan satu tempat, keriuhan semakin menjadi pada saat guru BK berjalan ke tengah lapang dengan membawa mikrofon. Kekacauan yang terjadi hari ini merupakan sebuah kesalahan paling menggemparkan seisi sekolah. Di mana ada beberapa ponsel milik siswa yang hilang, seakan diambil makhluk tak kasat mata. Tapi, rasanya tidak mungkin. “Siapa pun yang mengambil ponsel milik teman kalian, tolong jujur dan mengakui kesalahan!” teriak guru BK dengan suara yang terdengar marah. Jawaban dari siswa-siswi ditunggu selama beberapa menit, namun pada kenyataannya tidak ada satu pun yang mengaku. Lagipula, mana ada seorang maling yang mengaku. Adanya juga maling teriak maling. Beberapa saat kemudian, Anders mengangkat tangan, melangkah ke depan memberikan masukan agar bisa mengatasi masalah ini. Anders mencoba melacak ponsel yang hilang itu. Terdeteksi masih berada di sekitar sekolahan. Tapi, pada saat dicari masih saja tidak ada kejelasannya. Memang, ada beberapa siswa yang sudah pulang, sebab ada beberapa kelas yang sudah selesai pembelajarannya. Anders mencoba memantau lagi melalui sebuah website, tapi tetap saja tidak menemukan apa pun. “Baik, kalau tidak ada yang mau mengakui, semua yang ada di sini saya sumpahkan,” kata guru BK sembari berjalan ke arah ruangan yang tidak jauh dari lapangan. Dia mengambil kitab suci untuk bersumpah atas kejadian ini. Masalah saja belum selesai, kini bertambah lagi. Masalahnya, bukan hanya satu ponsel, melainkan tiga ponsel milik orang yang berbeda. Jelas saja menjadi masalah besar bagi sekolah, merek ponsel yang bukan sembarangan membuat sekolah getir jika harus mengganti. “Pris, itu pelaku motifnya apaan? Kita nakal, tapi tidak mencuri juga,” kata Agnetha dengan polosnya. Benar saja, tidak lama kemudian seisi sekolah disumpah bahwa mereka tidak mengambil ponsel tersebut. Jika mengambil, mereka berjanji akan mengakui dan bertanggung jawab atas kehilangan ponsel itu. Bisa dilihat bahwa pemilik ponsel yang hilang tengah gelimpungan takut jika dimarahi oleh orang tua. “Sekarang, kalian kembali ke kelas masing-masing. Bagi yang sudah tidak memiliki tanggungan pelajaran, silakan pulang!” teriak guru BK lalu meninggalkan lapangan. Geng luoji kembali ke kelas. Mereka duduk lesehan di belakang kelas, mencari kesibukan tersendiri. Mereka membahas mengenai hukuman yang belum juga ada kabar selesai. Bahkan, pihak sekolah saja tidak memberikan kode agar dibatalkan saja. Namun, mereka pun belum mendapatkan titik tengah dalam proses penyusunan kode sekolah seperti yang diinginkan pihak sekolah. “Lalu kita mau bagaimana?” tanya Anara dengan lesu. Jelas saja, waktu sudah molor beberapa menit, tapi guru belum juga masuk untuk melanjutkan pelajaran tambahan. Bahkan, mereka membahas masalah saja tidak juga menemukan penyelesaiannya. Hari ini pun rasanya mereka sedang diisi dengan kekacauan. Mulai dari ponsel hilang, guru molor masuk kelas, hukuman yang belum juga selesai. Padahal, mereka sudah malas untuk membahas semua hal yang terjadi. Baru saja mereka mengucap sumpah, pada akhirnya ada desas-desus bahwa pencuri ponsel sudah ditemukan. “Palingan belum, masa iya baru saja disumpah sudah mengaku. Kalau begitu, kenapa tidak dari awal saja?” kata Pricilla yang merasa ikut marah atas kejadian tadi. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana dengan dirinya yang menjadi korban pencurian. Apalagi, perjuangan untuk bisa memiliki sebuah benda pipih itu sangat keras, yaitu bekerja keras memutar otak agar bisa mengumpulkan uang terlebih dahulu. “Namanya juga pencuri, mau mengaku kalau sudah didesak.” Kim mengambil ponsel untuk mengisi kekosongan yang ada. Akibat dari peristiwa yang baru terjadi, seluruh siswa dipulangkan lebih cepat. Guru dan karyawan akan melaksanakan rapat agar kasus ini tidak akan terjadi lagi. Lantas mau seperti apa yang wajib diterapkan? Memasang CCTV lebih banyak lagi? Sama saja jika tidak dipantau dengan baik. Terkadang, di ruang CCTV pun dibiarkan, tidak ada yang bertugas untuk memantau. Fakta yang mengejutkan adalah pelaku pencurian itu melakukannya dengan picik. Menutup wajah dengan kerudung putihnya, sehingga tidak bisa dilihat melalui layar CCTV. Pricilla sudah sampai di rumah dengan selamat. Dia masuk ke rumah sebelum hujan tiba. Bergegas membersihkan diri, kemudian memasak air untuk membuat minuman hangat sebagai teman menikmati sore hari. Dia bahkan lupa tidak mengambil sisa kue dan uang yang dititipkan di kantin, karena adanya kasus yang mendadak menggemparkan seisi sekolah. Gadis itu duduk di sebuah bangku yang ada di ruang tamu seorang diri. Dia menghubungkan sambungan telepon kepada ibunya. Ada kabar baik yang diterima, dalam waktu tiga hari lagi ibunya akan pulang, sebab sang majikan akan pergi ke luar negeri dalam waktu satu bulan. Pricilla bersyukur bisa bersatu kembali dengan ibunya. Mereka berbincang selama dua jam melalui telepon, akhirnya harus terputus karena pulsa Pricilla habis. “Assalamualaikum, Pris, saya ada jagung rebus,” kata tetangga sebelah kanan yang berkunjung ke rumah. Makanan juga termasuk rezeki yang tidak bisa ditolak, Pricilla menerima makanan itu dengan penuh rasa bahagia. Bagaimana tidak bahagia? Pricilla memiliki tetangga yang baik, walaupun tidak semuanya. Sebab, kehidupan yang ada di dunia ini ada keseimbangan, seperti baik-buruk, suka-tidak suka. Mungkin, sudah menjadi hukum alam seperti itu. “Terima kasih, Bu. Silakan masuk,” katanya. Tetangga Pricilla memilih pamit. Setelah itu, Pricilla melangkah ke dapur untuk menyimpan jagung. Dia sudah merasa kenyang, kemudian masuk ke kamar. Dia membuka buku untuk mempelajari materi ujian yang belum dipahami. Bagaimanapun, dia masih menjadi siswa yang wajib belajar sebagai bentuk tanggung jawabnya. Dua jam sudah habis untuk belajar. Pricilla bergegas merebahkan diri, menjemput mimpi pada saat waktu baru menunjukkan pukul delapan malam. Selain tidur dan belajar, apa yang akan dia kerjakan? Benar, membuat kue. Tapi, itu ada waktu tersendiri, yaitu sekitar pukul tiga dini hari agar tidak cepat basi. Tidak terasa, dia sudah terlelap dalam tidurnya. Bermimpi dengan alur yang menarik, bahkan jauh lebih baik daripada alur kehidupannya sendiri. Tidak lama kemudian, Pricilla terbangun karena merasa ada seseorang yang memanggil. Beranjak dari kasur sembari mengusap kedua matanya, membuka tirai jendela mencari orang di luar sana. Tapi, dia tidak menemukan siapa pun di sana. Lantas siapa yang memanggil namanya? Apakah hanya sebuah panggilan dari alam bawah sadarnya sendiri? “Siapa?” tanyanya dengan suara sedikit keras.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD