17. Bisik Tetangga

1306 Words
Adi mengibaskan tangan kanannya yang mulai terasa kebas karena sudah dua jam lebih ia menggendong Sila yang tertidur di bahunya. Semalaman tadi Sila menangis tak henti ketika terbangun tengah malam. Adi sudah berusaha membuatkannya s**u yang diletakkan di dalam botol seperti biasa. Ia juga sudah bersenandung menyanyikan lagu yang biasa dinyanyikan Dina untuk menidurkan Sila kembali sembari menggendongnya, tapi Sila tak kunjung tertidur. Ia terus memanggil-manggil Bundanya sambil menjerit-jerit histeris. Adi sendiri sudah bingung bagaimana caranya untuk mendiamkan Sila. Video Cocomelon di smartphone Adi pun tak mampu membuat Sila terdiam. Lama kelamaan mungkin Sila juga merasa lelah dan mengantuk, hingga akhirnya tertidur dalam gendongan Adi. Bukan kali ini saja Sila seperti itu, tapi sudah empat malam ini ia tidak bisa tidur dengan nyenyak dan layak, apalagi Adi. Tidur dengan nyenyak mungkin tidak ada dalam kamusnya saat ini. Bahkan Adi sendiri bisa tertidur sembari duduk dan menggendong Sila yang diikat dengan kain jarik ke tubuhnya. Kepergian Dina benar-benar berpengaruh besar dalam kehidupan mereka. Kini segala sesuatunya Adi lakukan sendiri. Dari memasak, mencuci pakaian, membersihkan rumah, sampai mengurus Sila dua puluh empat jam. Sekarang Adi baru menyadari bagaimana lelahnya Dina selama ini mengurus rumah dan segala kebutuhan mereka seorang diri. Belum lagi ia harus menjadi buruh cuci beberapa bulan terakhir. Dan kini bukan saatnya Adi untuk mengeluh. Dina saja masih berjuang sampai detik ini untuk keluarga kecil mereka. Adi yakin keadaan ini tidak akan berlangsung lama. Sila pasti akan terbiasa tanpa Dina dan akan kembali menjalani kehidupan dengan normal. Jarum jam sudah menunjukkan pukul enam pagi, dan Sila masih pulas dalam gendongan Adi. Tentu saja ia tak bisa berbuat apa-apa sampai Sila terbangun nanti. Ia tidak ingin membangunkan Sila dengan membaringkannya di tempat tidur. Sila pasti masih mengantuk karena baru bisa tertidur kembali saat hari menjelang subuh. Jangankan membuat sarapan pagi, setelah adzan subuh berkumandang dan sebentar saja Adi membaringkan Sila di tempat tidur untuk menjalankan sholat subuh saja Sila kembali menangis sejadinya. Hingga pukul tujuh pagi, Sila tak kunjung bangun. Adi pun memutuskan untuk pergi ke dapur sambil menggendong Sila. Paling tidak ia harus memasak nasi terlebih dahulu untuk sarapan mereka. Kasian kalau nanti Sila terbangun dan lapar, tidak ada yang bisa Sila makan. Apalagi semalam Sila sama sekali tidak mau makan. Beberapa kali Adi membujuknya, tapi tetap saja Sila tidak mau. Ia terus merengek sambil menanyakan keberadaan Bundanya. Sementara untuk membuat lauknya kan tidak membutuhkan waktu lama, pikir Adi. Ia bisa menggoreng telur dadar seperti biasa. Ketika sedang kerepotan memasak nasi, tiba-tiba terdengar suara tentukan pintu. Siapa sih yang datang berkunjung pagi-pagi seperti ini?, pikir Adi. Apalagi akhir-akhir ini tidak banyak tamu yang datang ke rumah mereka. Tentu saja suara ketukan pintu itu membuat Adi jadi terburu-buru agar tamunya tak menunggu terlalu lama. Setelah mencolokkan steker magic com ke stop kontak dan menekan tombol ‘cook’, Adi pun berjalan cepat ke arah pintu untuk menemui tamunya. “Eh, Mba Siska. Maaf ya lama, tadi lagi nanggung di dapur,” kata Adi setelah membukakan pintu. “Iya ngga papa kok Mas. Lho, Sila tidurnya digendong?” “Iya, sejak ibunya ngga di rumah, kalau malam jadi rewel. Ya beginilah tidurnya,” jawab Adi. “Ya ampun Silaa ....” ucap Siska sambil mengelus punggung Sila yang masih tertidur dalam gendongan Adi. Sebenarnya beberapa malam ini, Siska pun mendengar suara tangis Sila karena rumah mereka hanya dibatasi tembok, tapi ia pun tak bisa berbuat apa-apa. Siska tak bisa membantunya. Dengan ayahnya saja Sila masih tetap menangis, apalagi dengan orang lain. Lagi pula tak etis rasanya jika ia malam-malam mengetuk pintu rumah Mas adi. Terlebih keduanya saat ini tengah ditinggalkan pasangan mereka. Siska tidak ingin membuat orang lain berpikir buruk mengenai hal itu. “Oh ya, tadi lagi masak Mas? maaf nih malah jadi bikin buru-buru nih pasti,” tanya Siska dengan penampilan yang sudah rapi, karena ia akan mengantarkan putri bungsunya ke sekolah Taman Kanak-kanak. “Engga kok udah selesai. Cuma masak nasi, Mba. Nanti paling lauknya gireng telur aja buat Sila.” “Oh, kebetulan deh kalau gitu. Ini, ada sedikit lauk. Bisa buat sarapan,” ucap Siska sambil menyerahkan rantang susun kecil kepada Adi. “Waahh ... makasih banyak lho Mba. Jadi ngrepotin lho ini,” jawab Adi sembari menerima rantang susun itu. “Lain kali ngga usah, Mba Biar saya masak sendiri aja,” lanjut Adi. Ia sendiri jadi tidak enak kalau harus terus menerima makanan dari Mba Siska. Ini adalah kedua kalinya Mba Siska mengirimkan mereka makanan setelah kepergian Dina. “Ngga papa Mas, untuk sementara aja. Lagian juga ngga setiap hari kok. Ini selagi saya ada. Pasti Mas Adi kerepotan, karena Sila kan juga masih adaptasi ditinggal Bundanya. Masih rewel.” “Iya, makasih banyak Mba,” ucap Adi lagi. “Sama-sama Mas. Ya udah Mas, ini mau anter Cica sekolah.” “Oh, iya Mba,” sahut Adi. “Daah, Cica. Sekolah yang pinter ya ...,” kata Adi sambil menoleh ke arah Cica yang sedari tadi berdiri di belakang Siska sambil memainkan tas ransel beruangnya. “Ya Om. Sila masih tidur Om?” tanya Cica. “Iya, Cica. Semalam nangis terus soalnya.” “Ya udah yuk, Cica ... nanti takut terlambat,” ajak Siska, karena sekolah Cica pun letaknya cukup jauh. Sebenarnya ada Taman Kanak-kanak di komplek perumahan mereka, tapi Ssngaja Siska memilihkan sekolah dengan basic Islam atas permintaan suaminya. Ayah Cica menginginkan agar kedua putrinya terdidik dengan baik soal agama. Siska pun melangkah mendekat ke arah sepeda motornya dan mulai menyalakan mesinnya. Sementara Cica sudah lebih dulu naik ke atas motor. “Lho, helmnya mana? Kok belum dipake?” tanya Siska. “Oh, iya lupa Mah,” sahut Cica sambil turun kembali dari sepeda motor dan berlari ke arah teras untuk mengambil helm yang sudah disiapkan Siska di atas meja kecil di sudut teras. “Hmm ... kebiasaan nih kamu.” Sambil menunggu Cica, Siska sempatkan mengecek telepon genggamnya yang ia letakkan di dalam tas kecil. Biasanya pagi-pagi begini pasti suaminya menanyakan keadaan anak-anak. Dari ujung matanya, siska bisa melihat Bu Erwin, tetangga yang tinggal tepat di depan rumahnya tengah berjalan pulang bersama dengan Bu Madya yang rumahnya di ujung kanan. Keduanya membawa kantong plastik besar. Sepertinya mereka baru saja pulang berbelanja sayur di pasar. Baru saja Siska ingin menyapa mereka, samar-samar Siska mendengar Bu Erwin mengatakan sesuatu yang membuat telinganya memanas. Walaupun suara mesin sepeda motornya masih menyala, tapi Siska masih bisa mendengar ucaoan Bu Erwin dengan jelas. “Eh, liat tuh Si Siska. Baru aja Si Adi ditinggal sama bininya kerja di luar negeri, langsung deh dipepet,” ucap Bi Erwin. “Lho, memangnya Bu Adi kerja di luar negeri? Perasaan belum lama saya liat dia jalan ke depan komplek deh Bu?” “Iya, belum lama. Baru beberapa hari ini. Itu juga pasti kan ke penampungan dulu, ngga langsung berangkat ke luar.” “Masa sih Bu, Mba Siska begitu?” “Hmm ... Bu Madya nih jangan terlalu polos. Mana ada sih istri yang kuat ditinggal suaminya bertahun-tahun. tadi pagi aja udah datemg ke rumahnya Adi” “Tapi kan suaminya Bu Siska setiap bulan pasti pulang,” sahut Bu Madya yang masih saja tetap tidak terpancing perkataan Bu Erwin. “Dia kan masih muda. Mana cukup sebulan sekali Bu. Bu Madya nih, kaya ngga pernah muda aja.” Terdengar tawa Bu Erwin yang sepertinya sangat puas dengan perkataannya itu. “Ah, Bu Erwin nih bisa aja.” Siska benar-benar tidak tahan lagi dengan fitnahan yang dilontarkan Bu Erwin. Perkataan itu benar-benar menyakitkan di telinga Siska. Kalau saja Bu Erwin bukan wanita yang sudah berumur, ingin rasanya Siska mendekat dan menampar mumutnya yang seperti sampah. Ditatapnya pungung Bu Erwin yang melangkah masuk ke dalam rumahnya. “Mah! Udah Mah!” teriak Cica yang sudah sejak tadi berdiri di sampimg motor. Sepertinya ia sudah menunggu cukup lama. “Oh, iya Sayang. Maaf Mamah ngga denger.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD