PAART. 10 GOOD BYE

1942 Words
Dimas tidur dengan Winda dalam pelukannya. Winda bergerak-gerak gelisah, mulutnya menceracau tidak jelas, tubuhnya terasa hangat. Dimas turun dari tempat tidur, dibasahi handuk kecil, lalu diletakan di atas dahi Winda. Sesekali terdengar gigi Winda beradu penuh kemarahan. "I hate you, Daddy! Winda benci Daddy! Good bye, Winda mau pergi saja. Daddy tidak sebaik yang Winda kira. Daddy penipu, pembohong! Winda benci! Hood bye! Eggak ada yang sayang sama Winda, nggak ada yang cinta sama Winda, Winda tidak berharga. Winda ...." igauan Winda semakin lemah. Dimas menarik tubuh Winda agar duduk, dibawa Winda ke dalam pelukan erat. "Winda maafkan aku. Aku mohon maafkan aku. Aku sayang, aku cinta Winda. Aku perlu ada Winda di sisiku." Air mata Dimas jatuh di sudut mata. Penyesalan semakin dalam. Mata Winda masih terpejam, tubuhnya lemah, dan lunglai. Dimas membaringkan Winda lagi, setelah mendengar napas Winda yang mulai teratur. Dimas berbaring lagi di sisi Winda, dipeluk erat tubuh Winda. * Dimas terbangun dari tidur. Winda tidak ada dalam dekapannya. Dimas melompat turun dari tempat tidur, matanya langsung menangkap koper Winda yang teronggok di sudut kamar. "Winda!" Dimas mencari Winda ke dalam kamar mandi, tapi Winda tidak ada di sana. Dimas ke luar kamar, mencari Winda di sekitar lantai atas, tapi Winda juga tidak ada. Dimas berlari ke lantai bawah. "Lihat Winda, Bi?" Tanya Dimas pada Bibi. "Non Winda sudah pergi ke sekolah, Mas," jawab Bibi. "Winda bawa apa Bi?" "Bawa apa? Ya bawa tas sekolahnya, Mas." "Siapa yang antar ke sekolah?" "Pak Tarjo." "Oh ya sudah terima kasih, Bi." Dimas kembali menaiki tangga menuju kamarnya. Diambil ponsel, ditekan nomer Winda. Suara ponsel terdengar nyaring dari kamar Winda, Dimas segera menuju kamar Winda, ia melihat ponsel, dan dompet Winda ada di atas meja. 'Ditinggal, atau tertinggal', batinnya, hati Dimas merasa tidak enak, cepat dibuka lemari pakaian Winda. 'Pakaiannya berkurang apa tidak ya?' Tanya Dimas di dalam hatinya. Dimas mencari kontak Pak Tarjo, ternyata Pak Tarjo sudah tiba di rumah lagi. Dimas mandi dengan cepat, ia ingin segera ke sekolah Winda, untuk memastikan Winda benar-benar masuk sekolah. Di sekolah Winda. Dimas menunggu Winda sampai waktu pulang tiba. Dimas melihat Sisi berjalan bersama Elma, tapi tanpa ada Winda. Dimas mendekati mereka. "Winda mana?" Tanya Dimas mulai cemas. "Loh ... Om tidak tahu, kalau Winda hari ini tidak masuk sekolah?" "Tidak masuk sekolah?" "Iya, Om" angguk keduanya. "Kalian tahu teman Winda yang lain, tidak?" "Enggak Om, cuma kita berdua teman Winda paling dekat, memang ada apa Om?" "Winda sedang marah sama Om, dia kabur dari rumah" jawab Dimas. "Kabur? Masa sih, Om? Bukannya Winda bahagia banget ya sejak tinggal sama Om." "Om tidak bisa menjelaskan sebabnya pada kalian, tapi Om mohon kalau kalian bertemu Winda tolong kabari Om, simpan nomer kontak Om ya" "Ya Om." Dimas menyebutkan nomer kontaknya. "Om pergi dulu, Om tunggu kabar dari kalian." "Siap Om." Dimas tidak tahu harus mencari Winda kemana, ia sangat yakin kalau Winda tidak akan pulang ke rumah orang tuanya. Seharian ini Dimas benar-benar tidak enak perasaannya. Ada yang terasa hilang buatnya. Dimas takut Winda bertindak bodoh dengan menyakiti dirinya sendiri. Dimas teringat ucapan dalam tidur Winda semalam, hatinya semakin cemas. Dimas membawa mobilnya dengan kecepatan sedang, pikirannya tidak fokus ke jalan, sehingga ia hampir saja menabrak orang. Dimas masih termangu di balik setir, setelah hampir menabrak orang tadi. Suara azan panggilan salat Ashar menyadarkan lamunannya. Dimas memarkir mobil di parkiran sebuah masjid. Ia ikut salat Ashar di Masjid. "Ya Allah.... Di manapun Winda berada, aku mohon jaga dia, jangan biarkan sesuatu yang buruk menimpanya. Aku mohon kembalikan dia kepadaku, aku mohon ya Allah." Pinta Dimas diakhir doanya. Dimas kembali ke rumah dengan langkah gontai. "Mas Dimas kenapa?" Tanya Bibi. "Aku tidak bisa menemukannya Bi" jawab Dimas. "Menemukan siapa, Mas?" Tanya Bibi bingung. "Winda. Aku tidak menemukannya.". "Loh, Non Winda kan ada di kamarnya, Mas" sahut Bibi bingung. "Apa?" "Non Win ...." belum sempat Bibik menuntaskan ucapannya, Dimas sudah berlari menaiki anak tangga. Tiba di depan kamar, cepat dibuka pintu kamar Winda. Suara shower terdengar dari dalam kamar mandi. "Winda!" Dimas membuka pintu kamar mandi tepat saat shower dimatikan. "Aw! Daddy, mau apa!? Mau ngintip ya!?" Winda berteriak dengan satu tangan menutupi dadanya, satu lagi menutupi bawah perutnya. Rambut, dan tubuhnya masih dipenuhi titik air. Dimas langsung memeluknya erat. "Daddy!" "Winda tidak marah lagi?" "Daddy, Winda sesak nafas!" Winda berusaha melepaskan pelukan Dimas, tapi Dimas tidak mau melepaskannya, bibir Dimas justru bertubi-tubi mengecup wajah Winda. "Daddy!" Suara Winda bernada protes. "Dafdy berhutang penjelasan tentang Dirga kepada Winda" ujar Winda. "Winda juga berhutang penjelasan, ke mana saja Winda hari ini" Sahut Dimas. "Daddy apa kita akan terus di sini, Winda kedinginan." Winda melingkarkan tangannya di tubuh Dimas. Kepalanya mendongak menatap wajah Dimas. Dimas menundukkan kepala, dicium lembut bibir Winda. Dimas melepaskan ciuman. "Aku sayang Winda" bisik Dimas tepat di depan wajah Winda. Winda tidak menjawab, dilepaskan pelukan Dimas, lalu diraih handuk untuk menutupi tubuh polosnya. "Kita harus bicara," katanya serius, sambil melangkah ke luar kamar mandi. Mereka duduk di tepi tempat tidur, Winda masih hanya memakai handuk saja. "Daddy, tolong jawab, kenapa Daddy tidak jujur soal Dirga?" Dimas menarik napas sesaat, sebelum menjawab pertanyaan Winda. "Awalnya aku benar-benar tidak tahu ke mana Dirga, tapi kemudian Mami Dirga memberitahukan tentang di mana keberadaan Dirga. Aku tidak bermaksud membohongi, ataupun menipu Winda. Aku ingin jujur pada Winda, tapi Winda bilang sudah melupakan Dirga, jadi aku kira tidak penting lagi Winda tahu di mana Dirga berada." "Jadi Mami Dirga yang melarikan Dirga, dan membuat Winda harus merengek minta dinikahi Daddy?" Tanya Winda dengan nada tinggi. "Iya. Tapi Winda, seorang Ibu pasti ingin melakukan yang dianggapnya terbaik untuk anaknya, begitu pula Mami Dirga, dia ingin yang terbaik untuk Dirga." "Tapi mereka melupakan Winda, bagaimana kalau Daddy tidak datang? Bagaimana nasib Winda? Winda pasti bakal jadi sasaran kemarahan semua orang setiap saat, seperti yang Daddy lihat waktu itu. Daddy bisa lihat bagaimana Papah memperlakukan Winda, Mami Dirga egois, cuma memikirkan Dirga. Tidak memikirkan bagaimana Winda. Dirga juga pengecut, karena berani berbuat tidak berani bertanggung jawab, Winda tidak akan memaafkan Dirga, dan Maminya!" Winda terlihat sangat emosional, ada kesedihan, dan amarah yang dapat ditangkap dari nada suaranya. Dimas tertunduk dalam, apa yang dikatakan Winda ada benarnya, tapi apa yang dilakukan Mami Dirga juga tidak salah, karena ia hanya ingin memberikan yang terbaik untuk putranya. "Tadinya Winda sangat marah sama Daddy, Winda ingin pergi meninggalkan Daddy, tapi tadi pagi saat Winda tiba di sekolah, Mamah ternyata sudah menunggu Winda, kami menghabiskan waktu berdua. Winda cerita ke Mamah, kalau Winda ingin pergi dari Daddy, tapi Mamah meyakinkan Winda, kalau Daddy pasti tidak bermaksud menipu Winda, Mamah bilang, kalau yakin Daddy orang baik yang pasti bisa menjaga Winda dengan baik, bisa membuat Winda bahagia, dan Winda percaya apa yang diucapkan Mamah. Makanya Winda kembali ke rumah Daddy lagi," cerita Winda panjang lebar. "Terima kasih Winda masih mau percaya,. Aku akan berusaha menjaga Winda dengan baik, dan membuat Winda bahagia." Dimas meraih Winda ke dalam pelukannya. "Daddy akan menjaga Winda, dan membuat Winda bahagia sebagai Ayah Winda, atau sebagai suami Winda?" "Kenapa Winda bertanya seperti itu?" "Kata Mamah, hubungan kita harus jelas, kalau Winda Daddy anggap sebagai istri, maka Winda punya hak, dan kewajiban sebagai istri. Jika Daddy hanya menganggap Winda sebagai anak, Daddy tidak boleh lagi gerepe Winda, jadi Daddy pilih yang mana?" "Kalau maunya Winda?" "Keputusan ada ditangan Daddy, Winda ikut saja." "Apa Winda tidak ingin lagi mendesah seperti di n****+-n****+? Apa Winda tahan tidak di grepe? Apa Win ... hmmmmppp ...." Winda sudah naik ke atas pangkuan Dimas, kedua tangannya menangkup wajah Dimas, bibirnya mencium bibir Dimas dengan rakus. Dimas melepas handuk yang melilit dadanya Winda. Disentuh pelan bukit kembar Winda. Winda membuka kedua paha, dan menuntun satu tangan Dimas ke bawah perutnya. Desah Winda terdengat, saat ciuman mereka terlepas, dan bibir Dimas kini mengecup dadanya. "Apa ini yang Winda inginkan?" "Terserah Daddy saja. Winda senang disentuh Daddy." Dimas melakukan apa yang Winda inginkan, yaitu membuat Winda mendesah-desah, karena merasakan nikmat. Begitu Dimas selesai menumpahkan muntahan burungnya, di atas milik Winda. "Kita mandi, terus salat maghrib ya." "Daddy bisa salat?" Tanya Winda tidak percaya. Dimas tertawa. "Aku muslim dari lahir Winda, hanya sempat lupa bersyukur atas nikmat yang diberikan Tuhan!" "Oh begitu ya, ayo kita mandi, Daddy, ajarin Winda salat ya." Winda terlihat sangat antusias. * Selesai salat Maghrib, maķan malam, dan salat Isya. Mereka duduk berdua di sofa di dalam kamar Dimas sambil menonton televisi. "Daddy." "Ya." "Daddy tadi cari Winda nggak?" "Iya, aku sampai hampir frustasi mencari Winda." "Iih hiperbola terlalu berlebihan tahu, Daddy nangis nggak kalau Winda tinggalin betulan?" "Pasti akan menangis sampai berdarah-darah," jawab Dimas. Winda tertawa mendengar jawaban Dimas. "Bohongnya jangan berlebihan," rajuk Winda manja. "Aku tidak bohong!" "Winda nggak percaya, Daddy bisa nangis." "Cinta bisa membuat yang tidak mungkin bisa terjadi Winda," gumam Dimas pelan. "Daddy lagi jatuh cinta sama siapa?" Tanya Winda langsung menatap wajah Dimas intens. 'Ya ampun, Winda, masa belum paham juga siapa yang aku cintai,' batin Dimas. "Kenalin nanti ya." "Winda. Winda apa tidak punya perasaan apapun?" "Ya punya, Winda sayang sama Daddy kok" "Winda cemburu nggak kalau aku dekat-dekat cewek lain?" "Ya cemburu, tapi Windak sudah janji sama Daddy, kalau Winda tidak akan mengganggu kehidupan pribadi Daddy" "Winda rela aku madu?" "Madu? Oh Daddy mau poligami ya? Kalau Daddy mencintai orang lain, dan berniat nikah lagi mending Winda pergi, biarin Daddy menangis berdarah-darah Winda tinggalin" sengitnya dengan wajah ditekuk. Dimas tertawa melihatnya. "Winda jelek tahu kalau begitu" ditariknya hidung Winda gemas. "Sakit Daddy" protesnya. Keheningan tercipta sesaat di antara keduanya. "Apa yang Winda rasakan tadi malam?" "Winda sakit hati sama Daddy, karena Daddy sudah bohongin Winda. Winda syok berat. Buat Winda, selama ini Daddy itu berhati malaikat, tapi ternyata Winda salah. Winda kecewa banget sama Daddy" cerocos Winda sambil menatap kesal ke arah Dimas. Dimas meraih bahu Winda. "Maafkan ya, jangan pernah tinggalkan aku. Aku sayang Winda" diraih dagu Winda, dicium bibir Winda. Dimas melepaskan ciuman. "Iih Daddy sekarang dikit-dikit cium, mentang-mentang Winda nggak pernah protes dicium!" sungut Winda. Dimas tertawa mendengar protes Winda. "Habis Winda suka mancing minta dicium sih!" "Habis bibir Daddy enak sih, boleh cium nggak Daddy?" 'Nah, tadi protes dicium sekarang malah ingin cium. Winda, abilmu kok parah sekali,' batin Dimas. "Iih Daddy jawab, boleh cium nggak?" "Hm," gumam Dimas. "Hm itu apa artinya?" Tanya Winda tidak sabar. "Apa ya? Mau enggak ya?" Goda Dimas usil. "Aah, boleh nggak sih?" "Biasanya juga Winda main sosor aja nggak pakai tanya?" "Jadi boleh ya, tapi Winda pengennya bukan cium bibir." "Eeh terus mau nyium apa?" "Cium burung Daddy seperti di film itu loh." 'Ya Tuhan, Winda omesmu itu over dosis, hhhh inilah kalau anak-anak bisa bebas menonton film seperti itu lewat ponsel.' "Daddy!! Boleh ya?" "Tunggu ...." "Sampai Winda lulus" sambar Winda sebelum Dimas menyelesaikan kalimatnya. "Iiih Daddy nyebelin, sudah aah Winda mau balik ke kamar Winda, Winda mau tidur biar dalam mimpi aja ciumi burung Daddy. Eeh kalau yang dimimpiin burung Boy, gimana ya hahahaha ... aduh sehari nggak ketemu Boy kangen juga ya. Good night, Daddy." Winda mengecup pipi Dimas sekilas, dan ingin beranjak pergi. Dimas menarik lengan Winda sampai Winda jatuh di atas pangkuannya. "Daddy!!" "Winda nggak boleh mimpi Boy" suara Dimas tajam setajam pandangan matanya. "Iiish memang mimpi bisa diatur gitu? Enggak bisa, jadi ya terserah mimpinya Winda dong mau Winda mimpi apa. Daddy aneh deh, lepasin, Winda mau tidur" Winda berusaha lepas dari pegangan Dimas. "Mulai malam ini Winda tidur dengan aku,, mengerti!" "Tidak boleh, Winda belum lulus sekolah. Kalau Daddy khilaf gimana? Kalau Winda hamil gimana? Winda nggak bisa ikut ujian nanti," tolak Winda. 'Ya Tuhan.... Beri aku petunjuk bagaimana cara mengatasi kelabilan istri ABG ku ini aamiin,' doa Dimas dalam hatinya. *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD