BAB 12: Lain di Mulut Lain di Hati

1060 Words
Naomi bergerak ke sana-kemari dalam kegelisahan, rasa sakit di kaki dan tangannya mulai terasa dan membuatnya tidak bisa tidur sama sekali. Rasa pegal dan ngilu membuat Naomi kembali terduduk dan memilih melepaskan perban yang membelit tangannya. “Sakit sekali,” ringis Naomi melihat tangannya yang masih bengkak dan di hiasi banyak lebam biru. Jika di lihat dari kondisi tangan dan kakinya seperti ini, Naomi benar-benar tidak tahu kapan akan bisa segera sembuh. Naomi harus berpikir keras selagi keadaan tangan dan kakinya masih sakit, Naomi tidak tahu akan berapa lama tinggal menumpang di rumah Axel. Bila menilik sifat Axel, pria itu terlihat sombong dan berhati dingin, Naomi takut Axel akan langsung mengusirnya bila melihat kedaan Naomi membaik. Naomi harus menyusun rencana dan bersiap diri melakukan apa yang harus dia lakukan bila nanti sudah keluar dari rumah ini. Suara ketukan di pintu terdengar membuat Naomi mengusap wajahnya beberapa kali karena sempat menangis. “Masuk!” titah Naomi dengan teriakan. Pintu kamar terbuka memperlihatkan Axel yang kini menjinjing sekantung obat yang belum sempat dia berikan kepada Naomi karena lupa. “Obatmu.” Bibir Naomi mengatup rapat menahan diri untuk tidak mengomel. Seharusnya sejak tadi Axel memberikannya, dengan begitu Naomi tidak tersiksa kesakitan hingga harus berguling ke sana-kemari seperti sosis di bakar. Kerterdiaman Naomi yang cemberut terlihat marah membuat Axel pada akhirnya mendekat dan duduk di sisi ranjang, sekilas dia melihat tangan Naomi yang bengkak tanpa perban. Ternyata Naomi memiliki luka yang cukup serius, gadis itu benar-benar membutuhkan perawatan khusus. Ada sepercik rasa bersalah yang hinggap di hati Axel begitu tersadar bahwa gadis yang tidak dia sengaja dia tabrak itu benar-benar sangat terluka. Beruntung Axel membawanya ke rumahnya, akan menjadi menyedihkan bila tadi Axel pergi tanpa kembali lagi. Axel akan menjadi pria b******n yang tidak bertanggung jawab. Axel meletakan obat yang di bawanya di sisi Naomi, pria itu langsung beranjak dari duduknya, pria itu pergi keluar kamar meninggalkan Naomi tanpa sepatah katapun. Naomi tercengang kaget melihat kepergian Axel keluar dari kamarnya begitu saja. “Astaga, mengapa ada pria b******k menyebalkan seperti dia di dunia ini?” bisik Naomi mendesis kesal. Dengan kasar Naomi mengambil kantung berisi obat dan salep yang harus di pakai untuk tangan. Naomi harus minum obat dan memakai salepnya jika dia ingin tidur nyenyak malam ini. Perlahan Naomi bergeser hendak turun dari ranjang. “Tetap di tempatmu,” titah Axel yang kembali ke kamar Naomi dengan membawa segelas air. Kekesalan di wajah Naomi hilang berubah dengan senyuman lebarnya, makian yang sempat dia lontarkan atas sikap dingin Axel ternyata adalah sebuah kesalah pahaman, Axel keluar tidak untuk pergi begitu saja, dia pergi membawa minum untuk Naomi. “Berhenti tersenyum bodoh seperti itu,” komentar Axel dengan tajam, pria itu kembali duduk di sisi ranjang dan memberikan gelas berisi air itu kepada Naomi. Naomi memegang gelasnya. “Kau tidak mau membantu membuka obatnya juga? Tanganku kan sakit,” pinta Naomi mulai berani. “Inilah kenapa aku tidak mau berbuat baik, seseorang bisa kurang ajar,” omel Axel dengan kata-kata menusuknya namun tangannya bergerak membuka satu persatu penutup obat dan memberikannya kepada Naomi. “Apa meminta tolong di bukakan obat itu termasuk kurang ajar?” Bibir Axel menyeringai jahat. “Tentu saja kurang ajar jika kau meminta tolong pada orang yang tidak tepat. Aku ini berharga, tidak layak kau suruh-suruh,” jawab Axel dengan angkuh seperti biasa. “Aku tidak akan menyurumu jika kau tidak bukan orang yang menabrakku.” “Di rumah ini ada banyak pelayan yang bekerja, minta bantuan kepada mereka. Meski aku yang menabrakmu, bukan berarti aku juga harus sampai melakukan pekerjaan sialan seperti ini.” “Kau sangat kasar dan menyebalkan.” “Terima kasih jika kau sadar,” jawab Axel tidak perpengaruh. Axel mengangkat wajahnya dan segera memberikan obat itu kepada Naomi. Dengan kasar Naomi mengambilnya obatnya dari telapak tangan Axel, Naomi langsung membelakangi Axel dan meminum satu persatu obat itu. “Bagaimana dengan tenganmu? Harus aku bantu olesi salep juga?” tawar Axel. Naomi memutar mulutnya, tangannya menghentak memukul permukaan ranjang. “Aku tidak mau meminta tolong padamu lagi jika kau bicara kasar,” rajuknya mengancam. Naomi tidak suka di sindir hanya karena hal-hal kecil yang normal, Naomi sendiri tidak sudi meminta tolong kepada Axel jika dia mampu melakukannya sendiri. “Memangnya siapa yang bicara kasar?” “Kau, aku tinggal di sini baru satu hari ini. Tapi kau sudah menyindirku delapan kali, aku kan tidak suka mendengarnya,” protes Naomi dengan tangan menghentak-hentak memukul permukaan ranjang. Axel mendengus geli, sikap Naomi yang merajuk seperti seorang gadis yang membutuhkan perhatian kekasihnya. Gadis itu sangat sembarangan bersikap manis, meski itu sedikit berpengaruh untuk Axel untuk sedikit lebih lembut dan menjaga mulutnya agar tidak bicara terlalu pedas. “Kemarilah” suara Axel sedikit melembut. “Tidak perlu,” tolak Naomi sambil memukul permukaan ranjangnya lagi. “Aku tidak akan bicara kasar,” bujuk Axel melembut. Masih dengan memunggungi Axel, Naomi bergeser dan hanya memberikan tangannya yang bengkak itu untuk di obati. “Itu caramu berterima kasih pada orang yang akan menolongmu, Naomi?” Axel menyindir sikap Naomi. Akhirnya Naomi memutar tubuhnya dan kembali menghadap Axel yang kini membuka salep. Axel menangkap tangan Naomi yang kini menjulur, pria itu sempat diam terpaku dan menelan salivanya dengan kesulitan begitu merasakan sentuhan tangannya pada kulit Naomi untuk pertama kalinya. Tangan Naomi sangat kecil, lembut dan terlihat rapuh. Axel merasa seperti tengah mengganggam kaki anak kucing. Ada sebuah getaran hebat yang membangunkan sesuatu di dalam perut Axel, butuh waktu beberapa detik untuk pria itu bisa kembali bersikap normal. Dengan hati-hati Axel mengusapkan salep pada punggung tangan Naomi. “Arght” ringis Naomi kesakitan. Wajah Axel memerah seketika, suara lembut Naomi yang meringis terdengar seperti alunan desahan halus yang menggodanya. “Arght” Naomi kembali meringis kesakitan merasakan tekanan jari Axel pada tangannya yang bengkak. “Jangan bersuara!” Bentak Axel sampai-sampai membuat Naomi berjingat kaget. “Kenapa kau membentakku? Aku kan kesakitan, memangnya mudah menahan sakit di tubuh yang terluka” tanya Naomi kebingungan. “Pokoknya jangan bersuara!” “Tapi kenapa?” Axel memaki dalam diam, Naomi sama sekali tidak mengerti jika rengekan kesakitannya sangat mengganggu konsentrasi Axel, belum lagi Naomi mengenakan gaun tidur dengan berantakan yang membuat Axel bisa melihat banyak hal dari tubuhnya. “Kau tidak mau menjawabku?” Tanya Naomi lagi karena Axel membungkam dan memilih melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda. “Suaramu jelek,” jawab Axel. To Be Continued..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD