“Suaramu jelek,” jawab Axel.
Naomi dibuat tercengang mendengarkan jawaban Axel yang kembali tajam menusuk tidak mengenakan. Naomi heran hingga bertanya-tanya, bagaimana bisa pria itu bisa bicara kasar dan tajam di setiap ada kesempatan?
Begitu Axel mengolesi tangannya lagi dengan salep, Naomi langsung menutup mulutnya rapat-rapat agar tidak menimbulan suara ringisan.
Setelah selesai menyelesaikan pekerjaannya, Axel segera beranjak dari duduknya. “Tidurlah.”
Tangan Naomi terangkat, gadis itu memperhatikan pergelangan tangannya yang bengkak dan sakit itu kini menjadi dingin berkat salep yang di oleskan Axel. Naomi tersenyum senang, akhirnya dia bisa tidur dengan nyenyak.
“Terima kasih sudah membantuku,” ucap Naomi.
“Aku tidak membantumu secara gratis. Mengbobati kaki dan tangannmu akan mempercepat penyembuhan dan mempercepat kau keluar dari rumah ini.”
Lagi dan lagi Axel bicara menyebalkan hingga membuat Naomi ingin menjerit mengeluarkan makiannya. Begitu banyak energy dan kesabaran yang harus Naomi keluarkan karena berbicara dengan Axel, rasanya sangat tidak menyenangkan.
“Selamat malam, Naomi.” Kaki Axel bergerak memutar, pria itu segera berbalik dan terburu-buru pergi keluar meninggalkan Naomi yang kini mematung kaget usai mendengarkan ucapan pedasnya.
“Astaga, dia benar-benar b******k” maki Naomi dengan decihan jengkelnya.
Naomi tidak pernah sekalipun bertemu dengan orang yang semenyebalkan Axel Morgan.
Axel bicara dengan arogan dan semaunya sendiri, sangat menyebalkan dan membuat emosi, beruntung saja dia kaya dan tampan, jika saja Axel tidak kaya dan tidak tampan, Naomi percaya bahwa tidak ada satu orangpun yang sudi mau mengenalnya.
***
Magnus mengenggam gagang teleponnya dengan erat, pria paruh baya itu terpaku dalam diam usai mendengar kabar bahwa kini Naomi berada di kota North Emit bersama Axel.
Magnus sampai tidak bisa berkata-kata karena tidak mengerti. Bagaimana bisa Naomi sampai ke North Emit dan bagaimana bisa sekarang Naomi tinggal bersama Axel, pria yang akan menjadi calon suaminya?
Magnus tidak percaya jika ini hanya sebuah kebetulan belaka.
Cukup lama Magnus diam setelah mendengar kabar yang di katakan oleh David melalui telepon. Dengan kesulitan Magnus bangkit dari duduknya, langkah kaki Magnus tertatih-tatih mendekati jendela, memperhatikan kegelapan malam yang pekat.
“Bagaimana keadaan Naomi?” tanya Magnus.
“Nona Naomi, dia terluka karena kecelakaan, kakinya di gips dan tangannya mungkin cedera,” jawab David memberitahu.
Mendadak tubuh Magnus lemas, kelegaannya yang baru dia dapat harus lenyap karena kekhawatiran. “Bagaimana bisa?” bisik Magnus terdengar khawatir. Magnus takut puterinya di lukai dan mendapatkan perlakuan buruk karena ini untuk pertama kalinya Naomi pergi sendiri tanpa pendampingan.
“Nona Naomi mengalami kecelakaan saat kecopetan. Anda jangan khawatir Tuan, saya akan menjaga nona Naomi dengan baik di sini dan memastikan bahwa puteri Anda bahagia. Saya berjanji,” jawab David meyakinkan.
Magnus membuang napasnya dengan sesak, punggngnya terjatuh bersandar ke dinding, Magnus menekan kuat batang hidungnya menahan kesedihan dan perasaan kecewa yang tertuju kepada dirinya sendiri.
Andai saja Magnus dapat menyelesaikan masalah pekerjaannya dengan baik tanpa melibatkan Naomi, mungkin puterinya tidak akan pergi kabur dan terluka.
“David, Naomi memiliki masalah dengan panic attack, dia membutuhkan obat agar tidak kejang dan tidak sadarkan diri. Naomi lupa membawa obatnya, tolong berikan obatnya karena Naomi juga bisa kejang jika dia frustasi tidak dapat mengatasi masalah yang ada di sekitarnya.”
“Baik, Tuan, saya akan memperhatikannya dan berkonsultasi dengan dokter. Jika ada sesuatu lagi yang Anda butuhkan mengenai nona Naomi, hubungi saya,” jawab David terdengar tegas agar Magnus percaya.
“Tolong jaga Naomi, jangan sampai dia menangis.”
“Saya akan menjaganya Tuan, saya berjanji.”
“Baik, terima kasih David.” Magnus segera menutup sambungan teleponnya.
Beberapa kali Magnus harus mengatur napasnya agar bisa mendapatkan ketenangan. Dengan lemah pria itu kembali duduk di kursinya dan menjatuhkan punggungnya pada sandaran kursi, Magnus menengadahkan kepalanya mencoba untuk tetap tegar dalam segala situasi meski itu berat dan menyesakkan.
Magnus harus kuat dan kembali berjuang untuk menyelesaikan semua kekacauan yang ada agar tidak membebani kehidupan Naomi yang tidak menginginkan pernikahan bisnis.
***
Pagi yang cerah menyambut Naomi, termasuk David yang tersenyum cerah terlihat bahagia.
Kehadiran Naomi di kediaman Axel adalah sebuah berkah untuk David, terlebih Naomi adalah orang pilihan Teresia untuk menjadi pendamping Axel.
Axel Morgan, tuannya itu memiliki reputasi yang bagus dalam pekerjaan, beberapa orang terkadang memanggilnya anjing gila karena Axel berdiri dengan kokoh tanpa bisa di goyahkan dan di runtuhkan dengan mudah meski banyak serangan yang mengarah kepadanya.
Sejak kecil Axel terbiasa di hadapkan banyak konflik dalam bisnis keluarga, karena keterbiasaan itu Axel terlatih untuk menjadi sosok yang kuat dan pekerja keras.
Axel tidak menggantungkan kehidupannya pada warisan keluarga Morgan, diam-diam dia juga membangun kekuatan sendiri dengan secara perlahan meletakan uang-uangnya pada bisnis di pelabuhan dan menguasi beberapa wilayah juga kapal.
Sipapun mungkin tidak akan percaya karena ayah Axel yang payah dan bodoh itu memiliki seorang anak yang cerdas dan kuat.
Sebelas tahun Axel mencoba membangun bisnisnya sendiri dengan mengelola uang yang di tinggalkan ibu dan ayahnya, kini pria itu terlihat tidak lagi gentar dengan ancaman bahkan meski di tendang dari keluarga Morgan.
Axel diam dan masih menurut karena di dalam keluarga Morgan masih ada Teresia yang sangat dia hormati dan dia sayangi. Teresia adalah seseorang yang harus Axel lindungi, dan salah satu cara melindungi Teresia adalah mengambil alih semua kekayaann keluarga Morgan, lalu menyingkirkan pamannya yang selama ini menjadi dalang dari segala kekacauan dalam keluarga.
“Selamat pagi Nona,” sapa David.
“Selamat pagi David.”
“Anda tidur dengan nyenyak?”
Naomi mengangguk dengan bibir tersenyum simpul, “Nyenyak.”
Dengan sigap David mengulurkan tangannya menawarkan bantuan kepada Naomi karena gadis itu kesulitan berjalan, Naomi menerima tawaran David dan gadis itu melangkah tertatih-tatih.
Naomi merasa senang karena semua orang memperlakukannya dengan baik dan ramah, sikap mereka bertolak belakang dengan sifat Axel, tuan mereka.
“Sarapan sudah siap, Anda mau sarapan sekarang?” tanya David.
“Memangnya aku boleh makan ruang makan?”
“Anda kan tamunya tuan Axel.”
Naomi memangut setuju, secara garis besar dia memang tamunya Axel. Tidak ada yang salah jika Naomi makan di meja yang sama dengan Axel, meski kemungkinan nantinya sang tuan rumah akan menyindirnya dengan kata-kata tidak mengenakan lagi.
“Nona, jika ada makanan yang Anda suka dan ada makanan yang tidak Anda suka, membuat Anda alergi, segera beritahu saya,” kata David dengan serius.
“Baik David,” jawabnya. Naomi senang, sikap David yang lembut dan perhatian membuat Naomi teringat sosok ayahnya.
Ayahnya? Bagaimana keadaannya sekarang? Naomi sangat merindukannya.
Cukup jauh Naomi melangkah, butuh waktu lebih dari tiga menit untuknya berjalan apalagi harus melewati tangga. Akhirnya kini Naomi bisa sampai ke lantai satu menuju dapur.
“Nona, jika ada sesuatu yang Anda butuhkan katakan saja kepada saya. Tidak perlu kepada tuan Axel karena beliau sibuk dan terkadang sedikit sulit di ajak berkomunikasi.”
Naomi terdiam memikirkan tawaran David, memang ada bagusnya berbicara kepada David daripada kepada Axel. “Umm.. David” Naomi menggaruk pipinya yang tidak gatal. “Apa aku boleh minta jalan-jalan? Ini untuk pertama kalinya aku ke North Emit.”
“Tentu saja Nona. Saya akan mengantar Anda dengan senang hati,” jawab David dengan penuh semangat, David justru berharap Naomi betah di North Emit sehingga jika nanti sudah menikah dengan Axel, Naomi akan menetap di kota ini.
Tanpa sadar David sampai tersenyum cengengesan karena membayangkan tuannya menikah dengan Naomi, lalu memiliki banyaka anak yang bisa meramaikan suasana rumah ini.
“Anda kenapa tersenyum seperti itu?” tanya Naomi yang memperhatikan ekspresi di wajah David.
David berdeham malu. “Saya senang, Anda mau mengenal North Emit.”
“Berati, aku boleh jalan-jalan?”
David mengangguk dengan senyuman lebar. “Tentu, jika perlu, saya akan mengantar Anda ke setiap sudut kota North Emit.”
“Jika kau mengizinkan dan membawa Naomi keluar jalan-jalan. Kau dan Naomi tidak perlu kembali ke rumah ini David,” sahut Axel di suatu sudut ruangan.
To Be Continued..