BAB 5: Kesialan

1094 Words
Teriakan Naomi yang keras dan meminta tolong mengundang banyak perhatian para pejalan kaki. Orang-orang tidak ada yang bergerak dan membantunya, mereka lebih memilih kembali melanjutkan aktivitas mereka daripada harus repot-repot ikut campur. Langkah kaki Naomi terseok-seok, peluh keringat membasahi wajahnya, Jamal kian jauh di depan matanya. Langkah kaki Jamal yang lebar dan bergerak cepat begitu gesit benar-benar mustahil untuk bisa di kejar. “Berhenti b******k! Jangan membawa barang-barangku! Itu alat kecantikan dan celana dalamku! Jamal berhenti b******n!” Sekali lagi Naomi berteriak melihat Jamal yang menyebrang jalan. Baru beberapa langkah Naomi juga akan menyebrang jalan, suara rem sebuah kendaraan terdengar bersama dengan hantaman keras di tubuhnya. Naomi tertabrak mobil, tubuh Naomi terpental ke kaca dan terjatuh ke aspal. Naomi langsung menangis dalam rintihan begitu tubuhnya terguling-guling ke jalanan, tangannya terpelintir dan tertindih koper besar yang di bawanya. *** Axel yang berada dalam mobil mematung kaget, pria itu mengerjap beberapa kali hingga mencengkram kemudi begitu kuat, wajah Axel memucat tersadar jika dia sudah menabrak seseorang. Axel mengatur napasnya beberapa kali mencoba untuk mengambil ketenangan dan menunggu waktu beberapa detik, berharap jika orang yang tidak sengaja dia tabrak bisa bangun kembali. “Sialan,” Axel memaki dan memukul kemudi. Axel memutuskan keluar dari mobilnya dan memastikan keadaan orang yang telah di tabraknya karena dia tidak bangun-bangun. Rasa khawatir dan gugup menyelimuti Axel begitu melihat seseorang yang di tabraknya meraung menangis kesakitan di jalanan, darah berceceran di aspal, dengan hati-hati Axel mendekat dan membungkuk di hadapan Naomi. “Nona, Anda baik-baik saja?” tanya Axel terbata. “Baik-baik saja katamu? Matamu buta hah? lihat tangan dan kakiku b******k, sakit sekali” Maki Naomi dengan tangisan yang kian keras. Naomi sangat kesal karena hari ini dia langsung di timpa dua kesialan, di rampok dan tertabrak. “Saya akan membawa Anda ke rumah sakit.” “Panggil ambulance! Aku tidak ingin di angkat sembarangan!” teriak Naomi lagi dengan tangisan kerasnya. Kakinya begitu sakit dan keram, terasa begitu ngilu hanya dengan sedikit gerakan saja. Tanpa bertanya lagi Axel langsung mengambil handponenya dan menghubungi klinik terdekat. Axel harus membawanya secepat mungkin agar dapat mendapatkan pertolongan pertama dan tidak ada orang lain yang melihatnya, ini akan menjadi masalah besar untuknya jika ada orang lain yang melihatnya. *** Sudah hampir dua jam Axel tertahan di klinik karena gadis yang tidak sengaja dia tabrak harus mendapatkan penanganan khusus dan pemeriksaan yang menyeluruh. Hari ini cukup sial untuk Axel karena dia sudah menabrak seseorang, sialnya lagi keadaan orang yang di tabraknya terlihat cukup parah. Mungkin tidak bisa di selesaikan hanya dengan uang konpensasi saja. Axel cukup dibuat kerepotan oleh gadis itu, sepanjang perjalanan menuju klinik dia hanya mendengarkan tangisannya dan menggenggam erat tangan Axel, membawa paksa Axel masuk ke dalam ambulance karenat takut Axel pergi kabur lepas tanggung jawab. Tangisannya kian keras histeris ketakutan begitu memasuki klinik, satu-satunya hal yang membuat gadis itu diam adalah pingsan karena takut di suntik. Paam sempat berpikir jika orang yang tidak sengaja dia tabrak itu mengalami luka biasa, namun jika dilihat dari penanganan dokter yang menghabiskan waktu lama, Axel merasa sedikit khawatir jika keadaannya jauh lebih buruk. Ini akan sangat merepotkan Axel. “Bagaimana keada’anya?” Tanya Axel sambil bersedekap, pria itu berdiri di sisi jendela melihat keluar klinik. “Pergelangan tangannya terkilir dan bengkak, lututnya terluka, kaki kirinya di gips karena cedera, ada retakan di tulangnya. Butuh dua bulan, agar akan sembuh total,” jawab Adela sambil menuliskan resep obat. “Kau menabraknya? Apa ada saksi?” Tanya Adela seraya memberikan selembar resep obat kepada Axel. “Aku harap tidak ada saksi,” bisik Axel dengan serius. “Kau harus mengurusnya dan bertanggung jawab dengan baik Axel, jangan menambah masalahmu dengan lari dari tanggung jawab.” “Aku tahu.” Axel langsung pergi keluar dari ruangan Adela begitu mendapatkan resep obatnya. Axel pergi menemui Naomi, apapun yang terjadi, dia harus menyelesaikan masalah ini secepatnya dan membuat gadis cerewet itu tutup mulut. Pergerakan kecil Naomi yang kembali terbangun dari pingsannya membuat Axel semakin mendekat dan berdiri di sisi ranjangnya, pria itu memasang ekspresi dingin memperhatikan gerak-gerik Naomi yang mengerang dalam gumamannya meminta minum. Tanpa bicara Axel mengambilkan minum dan membantunya. Perlahan Naomi membuka matanya merasakan kepalanya berputar-putar masih berada di bawah pengaruh obat bius, gadis itu mengerjap pelan melihat seorang pria tampan berdiri di hadapannya. “Arght,” ringis Naomi merasakan kepalanya berdenyut sakit dan tubuhnya terasa linu, samar ingatan Naomi berputar mengingatkan kembali apa yang telah terjadi kepada dirinya. Axel segera menarik kursi dan duduk di sisi ranjang. “Jika kau sudah sadar sepenuhnya, aku ingin berbicara denganmu.” Susah payah Naomi mencoba duduk, sementara Axel hanya diam dan memperhatikan tanpa berniat ingin membantunya, bahkan tidak ada rasa bersalah dan kasihan sedikitpun di matanya. Pria angkuh itu mengakui kesalahannya, namun dia tidak ingin mengulurkan tangan lebih jauh karena dia tidak mengakui bahwa kecelakaan itu sepenuhnya salah dirinya. “Bagaimana keadaanmu?” Tanya Axel dengan nada suara yang dingin, Axel menyembunyikan kekesalannya karena kecelakaan yang terjadi padanya sekarang membuat Axel harus memundurkan jadwal pekerjaannya. Naomi menatap sengit Axel begitu teringat pria tampan yang berada di hadapannya saat ini adalah orang yang telah menabraknya. Rasa sakit di seluruh badan hingga kepala membuat Naomi celingukan memeriksa seluruh tubuhnya bagian mana saja yang terluka. Begitu selesai memeriksa, Naomi kembali melihat Axel yang masih memasang ekspresi dingin dan angkuh. Di bandingkan dengan sikap angkuh Axel, Naomi lebih serius meneliti wajah hingga penampilan Axel yang membuat gadis itu langsung tahu dari bahwa pria itu adalah orang kaya. Orang kaya? Ini kesempatan besar untuk Naomi! “Kau menabrakku,” tuntut Naomi sambil berpikir keras kata-kata apalagi yang harus dia ucapkan agar pria asing di hadapannya bisa membantunya. “Aku menabrakmu karena kau menyebrang tidak pada tempatnya, kecelakaan ini bukan salahku sepenuhnya,” bela Axel dengan enteng. “Tetap saja, kau juga salah karena telah lalai mengemudi.” “Katakan saja apa yang kau butuhkan,” putus Axel tidak mau bertele-tele dan ambil pusing. Belum sempat Naomi angkat bicara untuk menjawab, pria itu sudah lebih dulu mengeluarkan dompetnya, mengambil lembaran banyak uang dan sebuah kartu nama, lalu meletakannya di hadapan Naomi. “Ini cukup kan?” tanya Axel dengan nada angkuhnya. “Cih!” Naomi bercih dan membuang muka. “Luka di lutut akan meninggalkan bekas, itu tidak cukup untuk biaya ke dokter kecantikan, tanganku sakit, kakiku harus di gips, kau pikir uang itu cukup hah?” Naomi menggertak. Axel segera beranjak dari duduknya. “Hubungi nomer ini, sekretarisku akan mengurus apa yang kau butuhkan.” “Semua yang aku butuhkan?” “Memangnya apa yang kau butuhkan?” tanya balik Axel. To Be Continued..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD