BTW 11

2281 Words
Malam ini keluarga Bramastya, bukan! Lebih tepatnya hanya Lisa, Nyonya Mona beserta Allard sedang berkumpul. Menikmati kebersamaanya terkecuali Melisa. Ia memilih merawat sang Ayah di kamar nya. Karena jika ia berada di antara mereka, yang ada hanya cacian yang akan ia dapatkan. "All.... aku ingin punya perusahaan sendiri. Aku mau jadi wanita karir, dan aku mau membuka salon kecantikan," ujar Lisa, sembari menopang kan dagunya di pundak sang kekasih. "Lalu bagaimana dengan Gilbert hm?," Sahut Allard lembut. "Dia kan sudah bersama pengasuhnya, Melisa," "Tidak kah kau lebih baik merawat Gilbert saja? Dan menjadi ibu rumah tangga," usul pemuda itu kemudian. "Ch...tidak akan terjadi, aku tidak mau tangan ku rusak hanya gara-gara memasak, dan aku tak mau wajahku keriput karena mengurus anak kecil," sahut Lisa dengan nada jijiknya. "Bukankah kau mau menjadi calon istri yang sempurna untuk ku?," Allard mengernyitkan dahinya. "Iya sih...tapi aku mau menjadi wanita karir, aku tak mau jika harus seperti istri mu itu," Sungguh gadis ini mulai membuat Allard merasa minder, tak menyangka jika sifat asli nya seperti ini. Tapi apa boleh buat? Semua sudah terlanjur. Ia harus bertanggung jawab karena sudah mempunyai anak dengan nya. Walau sampai detik ini ia juga belum menetapkan pernikahan mereka. "Baiklah terserahmu saja," jengah Allard mengakhiri ucapanya, tak mau terpancing emosi. Entahlah ada sedikit rasa kecewa terhadap Lisa. Antara rasa kecewa atau menyesal? Ia tak tau. Semua sudah terlambat. Seperti hari-hari biasanya, Melisa masih sering menemui Rammon tanpa sepengetahuan sang suami. Karena ia sudah menganggap Rammon sebagai kakaknya sendiri. Tapi beda dengan pemuda tersebut. Dan ini kali pertama Melisa mengajak Gilbert menemui Rammon, ia sengaja berjanjian untuk bertemu di taman bermain. Ia yakin bahwa anak ini bisa ia percaya. "Mom....kita mau kemana?," Tanyanya bingung. "Emm...kita ke taman bermain ok, nanti akan Mommy kenalkan pada teman Mommy," mendengar ucapan sang Mommy, kedua bola mata bocah cilik itu seketika berbinar cerah. "Benarkah Mom...? Siapa nama temannya Mommy? Gigi ingin tau," antusias nya. "Om Rammon! Baiklah, jangan banyak bicara...! Ayo kita berangkat," ucap Melisa semangat, dan di balas ekspresi tak kalah semangat oleh si kecil. Mereka pun bergegas menuju ke taman bermain. Sesampainya disana, Melisa langsung mencari keberadaan sosok yang ia bilang sebagai teman nya itu. Menoleh kesana kemari. Hingga suara teriakan seorang pemuda membuyarkan atensinya. "Mel.... aku disini," teriak seorang pemuda yang tak lain adalah Rammon. "Rammon," Melisa menatap berbinar, dan segera menghampiri pemuda itu. "Kau sudah lama menunggu ku?," tanya Melisa. "Tidak...hanya sedikit lumutan," kekehnya, bercanda. "ih... kau selalu begitu. Maafkan aku ok," "Sudahlah...tak apa, aku hanya bercanda. Oh.. Kau mengajak anak Allard?," tanya Rammon sedikit sensi. "Um...dia anak ku Ram!" sahut Melisa dengan bibir mengerucut imut. "Kau terlalu baik Mel," sembari mengusap lembut poni gadis di hadapannya. Mengabaikan bocah cilik yang menatap heran ke arah mereka berdua. "Oh ya...kenalkan dirimu sayang," pinta Melisa ke pada sang putra. Gilbert tersenyum manis, kemudian mengulurkan tangan kanannya ke arah Rammon. "Om,...kenalkan namaku Gilbert, biasa di panggil Gigi," ucap nya begitu lucu. "Anak yang manis...kau sangat tampan. Panggil aku Om Rammon saja, ok!" Sahut Rammon dan di balas anggukan kepala oleh bocah cilik itu, terlalu antusias mengangguk. Hingga rambutnya terlihat berantakan. Dan selanjutnya mereka menikmati berbagai wahana permainan. Melisa terlihat begitu bahagia hari ini, begitu pula dengan Gilbert. Rammon diam-diam mengulas senyum, ia senang melihat senyuman gadis itu kembali. Walau hanya sesaat. Siapapun yang melihat kebersamaan mereka bertiga pasti mengira bahwa mereka adalah sepasang keluarga bahagia. Beberapa jam berlalu. Melisa begitu menikmati acara jalan-jalanya bersama Gilbert. Seakan melupakan apa yang terjadi jika saja Allard tau. "Astaga...ini sudah sore Ram.....aku yakin Allard sudah pulang. Bagaimana ini?," Melisa panik setengah mati. Setelah menyadari keadaan. "Semua sudah terlanjur, biar aku antar kalian pulang. Nanti biar aku yang akan bicara pada Allard," tutur Rammon, menenangkan. Karena hari sudah semakin sore terpaksa Melisa menerima tawaran Rammon. Sedang di Mansion Bramastya. Allard terlihat mondar-mandir tak tentu arah, berkali-kali ia mencoba menghubungi phonesel Melisa, namun phonesel gadis tersebut ternyata tertinggal di kamar nya. Ia semakin geram, bertanya dalam hati, kemana Melisa membawa Gilbert pergi? Jangan-jangan Melisa akan menjual Gilbert, karena ingin balas dendam dengannya? Fikiran picik menyelimuti otaknya. Ch! Jangan samakan Melisa dengan mu All. Tak berapa lama terdengar suara deru mobil berhenti di depan Mansion Bramastya. Allard menautkan kedua alisnya. Ia segera bergegas berlari membuka pintu. Amarahnya semakin tersulut kala melihat Melisa di antarkan Rammon. Mungkin kah Allard cemburu? Tidak, ia hanya kesal! Karena ia sangat membenci Melisa. Melupakan jika perbandingan antara cinta dan benci itu teramat tipis. "Sudah membelinya dengan harga berapa eoh?," cibir Allard. Sambil bersedekap d**a di depan pintu. "Jaga ucapanmu All! Melisa tak seperti apa yang ada di fikiran otak busuk mu," Rammon tersulut emosi, ia tak terima Melisa di hina seperti itu. Biarpun dia bukan siapa-siapa nya. "Ck...kau sudah menikmati tubuh jalang ini eoh...? Sampai-sampai kau membelanya seperti itu," Allard terkekeh sinis. Rammon geram, ia siap melayangkan bogem mentahnya ke arah wajah Allard andai saja Melisa tak menghentikanya. "Sudah Ram, hentikan. Sebaiknya kau pulang sekarang, sungguh aku tak apa," bujuk Melisa. Ia hanya tak mau Rammon berkelahi dengan Allard dan berhujung terluka. "Baik, bilang padaku jika b******n itu menyakitimu," gerutu Rammon dengan nafas naik turun. Melisa memejamkan kedua matanya, berusaha meredam emosi dan kemudian mengangguk. Untungnya Gilbert tengah tertidur dalam gendongan Melisa, hingga tak harus mendengar perdebatan mereka. Tanpa permisi gadis itu berjalan melewati tubuh Allard. Menuju ke kamar Gilbert dan menidurkan pelan tubuh mungil tersebut di kasur nya. Kemudian Melisa keluar, ia terkejut karena tiba-tiba Allard menariknya begitu kasar. Membawanya ke kamar mereka dan menguncinya. Melempar tubuh Melisa di kasur king size nya. Sungguh Melisa sangat takut melihat aura Allard saat ini. Tatapan mata penuh emosi begitu menusuk. "All.....apa yang akan kau lakukan? Ku mohon jangan sakiti aku," mohon nya, sembari semakin meringsut kan tubuhnya mundur, kala Allard semakin mendekat. "Aku benci kalau milikku di sentuh oleh orang lain, aku tak suka! Kau mengerti." Ucapan Allard begitu datar. Kilatan kemarahan terlihat jelas tergambar di kedua mata nya. "Aku tak melakukan apa-apa dengan Rammon, sungguh. Aku tak berbohong pada mu," tangisnya. Allard semakin menggeram marah, entah mengapa ia sangat benci jika Melisa menyebutkan nama lelaki itu. "Diam! Aku benci kau menyebut namanya. Sudah berapa kali kau tidur denganya ha? Kau butuh uang? Berapa uang yang kau inginkan jalang? Sampai kau berani menjual tubuhmu. Ini.....semua untukmu, kau bisa memakai nya sepuas mu. Kau fikir aku tidak mampu memberikan mu uang ha?," Allard berteriak murka, dan melempar ratusan lembar uang ke wajah Melisa. Melisa semakin terisak. Sebegitu rendahkah dirinya di mata Allard? Hingga Allard sendiri pun tak sadar dengan apa yang di lakukannya. Tidak kah dia berkaca terlebih dahulu, bahwa kelakuanya lebih b***t di bandingkan dengan seekor hewan?. "Cukup All..... hentikan omong kosongmu. Aku tak melakukan apapun, seperti yang kau tuduhkan padaku. Aku lelah All.... Aku lelah," frustasi Melisa di sela tangisan pilunya. Allard menunduk, entah mengapa melihat air mata yang mengalir dari kedua mata gadis itu, membuat hatinya berdenyut sakit. Namun ia mengabaikan semua itu. Allard tetap melanjutkan aksinya, mencium bibir Melisa secara brutal. Melisa mencoba menghindar, namun Allard malah menggigit kasar bibir plum nya, hingga terasa ada cairan asin dan amis mengalir dari bibir gadis tersebut. "Ahh...... Reflek Melisa membuka mulutnya karena merasakan sakit yang di sebabkan oleh gigitan Allard. Mendapat kesempatan Allard segera melesatkan lidahnya ke dalam mulut Melisa, mengobrak-abrik tenggorokanya. Melisa hanya bisa menangis tanpa membalas ciuman dari Allard, hatinya terlalu sakit, untuk sekedar membalas perlakuan pemuda itu. Meski pemuda itu berstatus sebagai suaminya. Merasa nafsunya semakin tertantang, Allard segera merobek pakaian Melisa, kasar. Hingga terpampang tubuh penuh luka di depan mata nya. Allard kembali merasakan denyutan nyeri di dalam dadanya. Namun seolah buta, ia malah melepas semua pakaianya. Dan menjamah tubuh Melisa begitu kasar. Tiada rasa cinta yang mendasari persatuan itu. Yang Melisa rasakan hanyalah sakit. Sakit jiwa dan raganya. Allard semakin menghentakkan tubuh Melisa, tak peduli dengan jeritan memohon ampun dari gadis itu. Yang ada di otaknya hanyalah nafsu. Dan menghancurkan tubuh di bawah nya. Allard mengeluarkan benihnya di dalam diri Melisa berkali-kali. Tak peduli jika gadis itu tengah sekarat. Karena siksaan yang ia berikan. Hampir 5 jam, lama nya pergumulan itu terjadi. Melisa  lelah, dan akhirnya tak sadarkan diri, di bawah kungkungan sang suami. Selesai dengan kenikmatanya sendiri Allard pergi meninggalkan Melisa di dalam kamarnya, dalam keadaan telanjang mengenaskan, tanpa sehelai benangpun yang menutupi tubuhnya.  Dua bulan kemudian. Hari ini merupakan tepat hari kelahiran Gilbert. Di mana para orang tua seharusnya selalu merayakan hari kelahiran anaknya dengan mengadakan pesta mewah. Tapi semua itu tak berlaku bagi keluarga Bramastya. Tak ada acara pesta ataupun semacamnya. Mansion mewah itu pun juga terlihat sepi, hanya ada Melisa, Gilbert dan Tuan Richard yang masih setia berbaring di kamarnya. Sedang yang lain entah pergi kemana, sibuk dengan urusan masing-masing. Hingga tega melupakan hari terpenting kelahiran bocah kecil di Mansion tersebut. Jangan kan pesta mewah, sekedar ucapan selamat ulang tahun saja tak ada.  Namun Melisa  tak akan tinggal diam. Dia akan selalu merayakan ulang tahun Gilbert di setiap tahunnya. Memberinya ucapan berbahagia, memberikan hadiah. Dan mengajak Gilbert jalan-jalan tentunya. "Selamat ulang tahun Gigi sayang," bisik sang Mommy di samping telinga sang putra, yang terlihat masih meringkuk di balik selimut tebalnya. Mungkin jiwanya kini masih asik berlayar di dunia mimpi saat ini. Tak ada sahutan dari si kecil, terpaksa Melisa harus menggunakan cara terakhir,  mencium seluruh wajah bocah itu. Dan benar saja cara itu berhasil. "Nghhh... Mommy.....jangan cium-cium, Gigi masih ngantuk," rengeknya sebal, dengan suara serak khas bangun tidur. "Benarkah hm? Sungguh tak mau bangun?  Ya sudah berarti hari ini tak jadi jalan-jalan, tak jadi beli mainan," keluh sang Mommy pura-pura sedih. Seketika Gilbert membuka kedua matanya lebar-lebar. Ucapan Melisa mampu menghilangkan rasa kantuknya. "Benarkah Mom? Memangnya ini hari apa? Kenapa mengajak ku membeli mainan?," Tanyanya, masih tak mengerti. "Kau lupa ini hari apa hm? hari ini adalah hari ulang tahun mu sayang. Selamat ulang tahun anak Mommy yang tampan,"  mendengar ucapan sang Mommy, sontak tiba-tiba raut wajah Gilbert berubah sendu. Melisa khawatir dengan perubahan ekspresi sang putra. "Kenapa sayang? Apa Gigi tak suka hm?," Tanya Melisa sambil menangkup kedua pipi gembil bocah di hadapannya. "Aku sangat senang Mom, tapi....." Jedanya. "Kenapa Daddy dan Mommy Lisa, tidak pernah merayakan hari ulang tahun Gigi? Seperti teman-teman, Gigi," tutur Gilbert lesu. Melisa merasa sedih mendengar cicitan bocah polos tersebut, ia segera membawa tubuh mungil itu ke dalam pelukannya. "Bukan kah Mommy selalu merayakan ulang tahun Gigi hm? Sudah jangan sedih, sekarang ayo mandi! Setelah itu ikut Mommy. Nanti akan ada kejutan untuk mu," Melisa berusaha membangkitkan semangat sang putra. Dan berhasil, bocah itu kini terlihat begitu ceria dan berbinar.   Setelah semua siap, Melisa mengajak Gilbert ke salah satu tempat wahana taman bermain, di sana Melisa juga sengaja bertemu dengan Rammon. "Mel....kau sudah sampai duluan ternyata?," Tanya Rammon yang baru saja datang. "Baru saja," sahut Melisa  dengan senyuman manisnya. "Om Rammon," pekik bocah mungil di samping Melisa. Ya! Gilbert sudah sangat akrab dengan Rammon, karena Melisa sering mengajak bocah tersebut bertemu dengan pemuda itu. Tanpa sepengetahuan Allard tentu. Dan untungnya Gilbert merupakan tipe anak yang pandai menjaga rahasia. "Ooihh...anak tampan, mau beli eskrim bersama Om?," Tawar Rammon, seketika mendapat sahutan girang dari bocah cilik itu. Mereka pun  berencana membeli mainan terlebih dahulu sebelum membeli es krim. Gilbert sangat bahagia mendapatkan hadiah mainan ironman kesukaannya. Dan sekarang mereka menuju ke kedai eskrim terdekat. Di sinilah mereka berada, di kedai es krim langganan mereka bertiga, karena memang mereka sering datang ke tempat ini. Melisa memesan satu cup besar es krim rasa strowbery. Dan memakanya berasama-sama. Namun ada yang aneh dengan Melisa baru saja menyuapkan sesendok es krim ke dalam mulutnya, tiba-tiba saja ia merasa mual. Biasanya dia sangat menyukai es krim ini. Namun entah mengapa akhir-akhir ini selera makannya sedikit berubah. Ia sering merasa pusing dan mual jika melihat makanan. Melisa membekap mulutnya dan segera berlari menuju toilet. Memuntahkan makanan yang baru saja ia makan. "Om, Mommy kenapa?," Tanya Gilbert bingung. "Tidak tau sayang...mungkin Mommy sedang tak enak badan," jawab Rammon tenang, walau sebenarnya ia juga ikut khawatir dalam hati nya. "Kalau begitu, nanti ajak Mommy pergi ke Dokter ya Om," pinta bocah tersebut. "Iya sayang," sahut Rammon sembari tersenyum. Melisa kembali ke tempat duduknya dengan raut wajah pucat. "Mel....kau sakit? Ayo kita pergi ke Dokter sekarang," ajak Rammon beranjak dari tempat duduknya. "Aku tak apa-apa Ram,..mungkin hanya masuk angin saja," tolak Melisa. Rammon geram, gadis ini selalu saja keras kepala. "Aku tak menerima bantahan. Ayo sekarang kita pergi ke rumah sakit," ajak Rammon mutlak, sambil meraih tangan Melisa. Dan menggandeng lengan mungil Gilbert dengan sebelah tanganya. Melisa terpaksa mengikuti ucapan Rammon, percuma saja membantah. Pemuda itu pasti akan tetap memaksanya. Sesampainya di rumah sakit, Melisa langsung menuju ke ruang pemeriksaan. Sedang Rammon dan Gilbert menunggu di ruang tunggu. Di dalam ruang pemeriksaan. "Nyonya...apa kau sering merasa pusing dan mual akhir-akhir ini?," Tanya Dokter yang di ketahui bername tag Dr. Min, itu. "Iya Dok...aku sering merasakan itu. Kenapa dok? Saya sakit apa?," Tanya Melisa takut, jika saja ia terkena penyakit berbahaya. "Tidak...anda baik-baik saja Nyonya. Anda hanya harus menjaga kesehatan anda dengan baik, jangan terlalu stres, karena itu akan sangat berpengaruh pada janin di dalam kandungan anda," ujar Dr. Min, tersebut. Melisa terbelalak kaget, ia masih tak percaya dengan ucapan sang Dokter. "Ka....kandungan? Maksud Dokter saya hamil?," Tanya Melisa masih tak percaya. Dr. Min hanya mengangguk mengiyakan sambil tersenyum simpul. Sungguh Melisa sangat bahagia. Setelah  bertahun-tahun lamanya ia menunggu, akhirnya keinginanya terkabul hari ini. Ia akan mempunyai anak dari rahimnya sendiri. Melisa keluar dari ruang pemeriksaan dengan raut wajah berbinar dan menggenggam sepucuk amplop berisikan kertas hasil pemeriksaan. "Mel...kau tak kenapa-napa kan?," Tanya Rammon khawatir, seraya menghampiri gadis tersebut. "Tidak Ram....malah aku sangat bahagia hari ini. Aku sangat bahagia Ram,..akhirnya aku hamil," ucap Melisa, menggebu-gebu dan reflek menghambur ke pelukan Rammon. Rammon ikut memeluk tubuh gadis di dekapan nya, tersenyum walau terkesan begitu di paksakan. "Aku juga ikut merasa bahagia Mel... lebih bahagia jika yang kau kandung itu anakku," gumam Rammon dalam hati, di ujung kalimatnya. Bohong! Jika pemuda itu tak merasa sakit hati. Nyatanya, ada sayatan luka menganga di dalam relung batinnya. Sedikit kecewa kala gadis yang ia cintai harus mengandung benih dari lelaki yang menurutnya sangat tidak pantas di sebut sebagai seorang suami.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD