2 - Kesialan Penuh

1723 Words
Akhirnya bel pulang sekolah sudah berbunyi, Naya dengan cepat merapihkan bukunya dari atas meja lalu berjalan keluar kelas. Langkah kakinya berjalan dengan santai sambil sesekali Naya bersenandung. Dilihatnya teman-teman Naya begitu asik berbincang tentang kemana mereka akan pergi setelah ini, dimana mereka akan bekerja kelompok bersama, dan dimana mereka akan kencan sore ini. Huft. Naya menghela nafasnya berat, akhir-akhir ini Naya tiba-tiba merasa kesepian, orang tuanya sudah beberapa minggu ini pergi bekerja diluar kota sedangkan Naya dirumah hanya bersama kakak dan adiknya. Padahal biasanya Naya tidak pernah merasa kesepian walau dia benar-benar sendirian. Entahlah, semenjak dirumah sepi tidak ada ayah dan bundanya, adiknya itu selalu saja mencari kesalahannya jika tidak ada sang kakak. Semua hal akan dibahas olehnya dan selalu saja Naya kena sasarannya. Pandangan Naya berkeliling ke area sekitarnya berdiri, menunggu kedatangan Bakara yang berjanji akan mengajaknya jalan-jalan bersama kekasihnya, Zeta. Sebenarnya Zeta perempuan pertama yang dikenalkan Bakara kepada dirinya. Perempuan itu cukup menarik dengan mata bulat dan lesung pipinya membuatnya terlihat manis. Sebenarnya Naya sudah cukup lama mengenal Zeta, umm, mungkin sudah sekitar 2 tahun yang lalu. Awalnya Naya tidak yakin tipikal perempuan cantik seperti Zeta mau menjalin pertemanan dengannya, tetapi seiring berjalannya waktu, justru Zeta lah yang mulai mendekatkan diri kepadanya. Sehingga akhirnya Naya merasa hanya dekat dengan Zeta. "Ssst. Ayo gue anter pulang." suara didepannya serta deru khas motor besar membuyarkan lamunan Naya. Ah, terlalu fokus dengan lamunannya sampai Naya tidak sadar ternyata ada--tunggu, bukannya lelaki didepannya ini lelaki yang tadi siang dipukuli Gentala karena habis berbuat m***m? Oh tidak, Naya dalam masalah besar. Bintang mengerutkan alis melihat Naya yang membuang pandangannya ke bawah saat dia berbicara tadi. Oh, Bintang paham. Pasti cewek ini sedang ketakutan akibat keisengan dirinya tadi siang. "Woy. Jangan pandangin kaki, mending pandangin gue aja." kaki Bintang bergerak menstandar motornya dan turun menghampiri Naya. Naya was-was langsung memundurkan langkahnya. Tangannya tiba-tiba keringat dingin. Naya juga baru sadar kalau area sekolah tiba-tiba sudah sepi. Aish, berapa lama sih Naya melamun menunggu kakaknya datang?! "Lo budeg ya?" Bintang mengambil langkah maju lagi hingga sekarang jaraknya dengan Naya cukup dekat. Bintang memperhatikan Naya. Wajahnya cukup manis dengan bulu mata lentik dan bibir merah jambunya. Ah, Naya ini lumayan juga. "Lo mau pulang bareng gue nggak?" Naya menggeleng sambil terus memundurkan langkahnya menghindari Bintang. Sial. Naya takut beneran. Aura kenakalan Bintang benar-benar terasa sampai pori-pori. Awas saja kakaknya itu, bisa-bisanya telat selama ini untuk menjemputnya. "Ayo pulang, keburu malem." Bintang dengan lancang menarik pergelangan tangan Naya yang dengan refleks Naya tepis. Bintang tersenyum miring. Tertantang. "A-aku di-dijemput kok. Kamu pulang aja sana." akhirnya Naya berani menatap Bintang walau takut-takut. Aura Bintang semakin membuat Naya keringat dingin. Naya takut di grepe-grepe! Bintang masih tersenyum miring, tangannya diletakan dilutut, mensejajarkan wajahnya dengan Naya. "Gue tawarin baik-baik loh cantik, lo nolak tawaran gue?" tangan kiri Bintang baru saja ingin menyentuh puncak kepala Naya. BUGH "Dia pulang sama gue." Naya melotot melihat Bintang yang sudah terkapar dijalan akibat bogeman adiknya. Ya, adiknya Dimas, tiba-tiba menjadi pahlawan kesoreannya hari ini. Naya sedikit lega, walau bukan kakaknya yang datang, setidaknya Dimas berhasil menyelamatkan Naya kali ini. Dimas menarik kasar lengan Naya yang rupanya masih diam di tempat lalu mengajaknya naik ke atas motornya yang langsung pergi melesat meninggalkan Bintang. "s**t. Lumayan juga tu bocah." ••• Motor Dimas berhenti di halte, kemudian menengok ke belakang melihat Naya dan menyuruh Naya untuk turun. "Kak Bakara gabisa jemput lo tadi. Gue tinggal." setelah itu Dimas benar-benar pergi melesat dari hadapan Naya yang bahkan belum berucap sedikitpun. Naya menghela nafasnya, melihat ke atas, langit sudah mulai menggelap. Tidak apa, sedikit berjalan tidak masalah, kafenya sudah dekat. Ucap Naya dalam hati. Walau sambil berjalan Naya juga sambil mengutuk kakaknya yang tiba-tiba tidak bisa menjemputnya, tetapi Naya bahagia. "Dimas, Dimas, aku tahu kamu tuh sebenernya sayang kan sama Naya." Naya tersenyum. Walau adiknya itu lebih banyak menyebalkannya, tetapi Naya tetap menyayanginya. Langkah kaki Naya sudah berada di depan kafe tempat janjian dengan kakaknya, kemudian dengan senyum merekah Naya masuk ke dalam kafe yang rupanya sudah lumayan ramai. Matanya menelusuri, gotcha. Rupanya kakaknya sudah disana dengan Zeta. Naya melambaikan tangannya ketika Bakara melihatnya. "Halo kak Zeta, hai kak Bakara jelek." ditaruh tas di samping kursi kemudian Naya tersenyum ke arah Zeta. Kan sudah Naya bilang, hanya didekat keluarganya saja Naya dapat tersenyum dan berinteraksi dengan nyaman. Zeta tersenyum ceria sambil mengacak rambut kusut Naya. "Hai juga adik cantik. Maaf ya hari ini Bakara ngga bisa jemput kamu, soalnya tadi mama aku minta Bakara untuk bantu dia dulu." "Ngga apa kok kak, paling aku bakalan kasih kak Bakara hukuman aja." Naya nyengir ke arah Zeta, kemudian memeletkan lidahnya ke arah Bakara. "Tadi diantar sampe depan kan sama Dimas?" tangan Bakara bergerak merapihkan rambut Naya yang kusut. Naya tersenyum. "Iya abang sampe depan kok diantar Dimas." Setelah melalui banyak perbincangan dengan Bakara dan Zeta, Naya rupanya sudah mulai bosan. Matanya berat dan perih, oh tidak, sepertinya Naya mengantuk sekarang. Naya alihkan padangannya ke arah kakaknya dan Zeta yang masih asik mengerjakan tugas kuliah, huft, kalau sesibuk ini lebih baik tadi Naya langsung pulang saja kan? Ujung-ujungnya Naya malah dicuekin. Ah, Naya tahu. Demi mengusir rasa bosannya, Naya bangkit menuju kasir untuk memesan kopi, lagi. Ya, apalagi yang dapat dilakukan orang ngantuk? "Mbak, saya mau cappucinonya sa--" ucapannya terhenti ketika matanya memandang ke arah waitress yang bertugas, "loh? Kamu bukannya yang tadi di sekolah? Duh, Naya lupa nama kamu siapa." Waitress di depannya memperhatikan Naya sembari mengernyitkan dahi. "Kamu yang tadi ambil buku bareng Gentala kan?" Seperti ada bohlam lampu di kepala Naya. "OOH bener. Kamu Gita yang tadi siang, emm," Naya tiba-tiba merasa ngga enak membicarakannya di sini, apalagi melihat antrian yang mulai memanjang. Gita tersenyum manis sambil menepuk punggung tangan Naya. "Ngga apa kok Nay, aku udah biasa. Bintang emang gitu orangnya, lagi pula selama ini selalu ada Gentala yang selamatin aku Nay." Naya tersenyum canggung. "Ehem, iya kalau gitu aku pesen cappucinonya satu ya Gita, Naya ada di meja nomor 10. Thanks Gita." Setelah Naya beranjak dari pandangan Gita, kepala Naya berputar. Selalu ada Gentala yang selametin Gita? Kenapa Gita justru senang bukannya takut? Oh, Naya paham, mungkin Gita menjalin hubungan dekat dengan Gentala. Ya, itu bisa jadi benar. DUGH "Awh, aduh pala Naya sakit," Naya tiba-tiba terduduk dilantai sambil memegang kepalanya yang terantuk, setelah sakit dikepalanya, munculah sakit beriringan di b****g serta OH TIDAK. Gawat! Baju Naya pun turut menjadi korban! "Duh mata lo di punggung ya? bisa ga jalan pake mata?" suara itu terucap dari orang yang masih berdiri di hadapan Naya sembari memegang tutup gelas yang gelasnya sudah jatuh menimpa cewek di depannya. Naya melengkungkan bibirnya ke bawah menahan tangis, seragamnya ini baru saja dibeli karena seragam yang dulu kotor akibat disiram oli oleh kakak kelasnya. Masa Naya harus mempertaruhkan uang jajannya untuk membeli seragam baru lagi sih?! Lelaki di depan Naya mengernyit. Cewek ini, udah nabrak, sekarang malah diem di tempat gitu. Sia-sia sudah kopi yang baru saja dibelinya. "Woy. Lo gamau minta maaf karna udah nabrak gue?" "Kamu yang harusnya minta maaf. Seragam ini baru Naya beli tahu! Masa Naya harus beli seragam baru lagi sih?!" Naya mengungkapkan kemarahannya kepada seorang di hadapannya. Kemudian dengan menahan sakit di b****g dan kepalanya Naya bangkit dan menepuk seragamnya. Berharap noda itu hilang walau tidak mungkin. "Yailah, gue ganti deh seragam lo itu. Tapi lo harus ganti kopi gue ya?" lelaki di depan Naya bergerak mengambil dompet dari saku belakangnya kemudian mengeluarkan 3 lembar uang berwarna merah. "Nih, udah gue potong 50 ribu untuk ganti kopi gue." Naya melihat duit di depan matanya. Jujur saja, kalau Naya tidak punya malu Naya akan mengambil duit yang sebenarnya lebih dari cukup untuk membeli seragam itu dan membelanjakannya dengan seragam baru plus makanan enak sebagai cemilan nonton drakor. "Nggak mau! Kamu pikir Naya ngemis ke kamu apa!" akhirnya Naya mengangkat wajahnya ke arah depan. Lah. Gentala? Gentala tersenyum sinis lalu memasukan uangnya ke saku segaram. "Yaudah kalau gamau. Dasar cewek nyebelin." Kemudian setelah Gentala pergi dari hadapannya, Naya meruntuki dirinya dalam hati. "Duh mulut jelek, kenapa kamu ngomong kayak gitu sih ke Gentala. Kalau sampai dia bully Naya di sekolah gimana?" Sambil menahan kesalnya terhadap diri sendiri Naya kembali ke meja tempat abangnya duduk. "Loh dek, itu baju kamu kenapa?" Bakara beranjak mengambil tissu lalu mencoba mengelap seragam Naya yang bernoda. "Ketabrak abang, sama orang. Kepala Naya sakit banget ketabrak dia bang." Naya memegangi dahinya yang memerah. "Nanti abang beliin seragam baru ya? Sekarang kita pulang yuk?" ujar Bakara sambil mengelus pelan dahi Naya yang memerah. "Nay, abang mau anter kakak, kamu pulangnya gimana?" Zeta bertanya kepadanya. Naya tersenyum kepada Zeta. "Kakak pulang aja sama abang, nanti Naya naik ojek online." "Naya mau tunggu di sini aja? Habis abang anter Zeta, abang jemput di sini ya?" Naya menggeleng. "Gapapa bang, Naya bisa kok pesen ojek online. Gih, abang anter kak Zeta pulang. Ini udah malem bang." Bakara sebenarnya merasa tidak enak meninggalian Naya pulang sendirian dengan kondisi langit yang sudah gelap. Tetapi mau bagaimana lagi, jika Bakara tidak mengantarkan Zeta pulang, bisa-bisa dia akan bertengkar dengan pacarnya itu. "Adek hati-hati ya, abang anter Zeta dulu." Setelah abang dan pacarnya beranjak, Naya bergegas mengambil tas di dekat kakinya kemudian mengambil ponsel di dalamnya. Naya memencet tombol power yang kemudian masih menunjukan layar hitamnya. "Naya oon banget. Kenapa nggak di cas dulu sih? Gimana coba bisa pulang?" Naya menghela nafas berat. Kenapa ya, hari ini sepertinya kesialannya bertambah berkali lipat. Walau sebenarnya kesialannya selalu ada setiap hari. Tetapi ini beda, hari ini benar-benar berkali lipat. "Ah! Naya tau!" bagaikan ketimpa durian, otak Naya kali ini benar-benar mau diajak berkompromi. Kaki Naya kemudian berjalan menuju kasir yang ternyata masih ada Gita di sana. "Hai Gita, Naya boleh minta tolong? Hp Naya habis batrai, boleh Naya pinjam hp Naya untuk pesan ojek ngga?" wajah Naya sengaja dibuat semelas mungkin. Gita kemudian mengambil hp dari kantung celananya. "Ini, pakai aja Nay." Naya tersenyum lebar. "Thankyou Gita." Tangannya bergulir di atas hp milik Gita. Membuka loockscreen yang membuat Naya melebarkan kedua matanya. Naya bergeming sebentar kemudian mengabaikan untuk cepat-cepat memesan ojek online. Setelah berhasil mendapatkan driver, Naya mengembalikan hp Gita kemudian beranjak keluar dari kafe untuk menemui abang gojek yang sudah menunggu di depan kafe. Huft, akhirnya, Naya cukup lelah dengan hari ini. Ohiya, omong-omong. Kenapa foto Gentala ada di loockscreen hp Gita ya? •••
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD