MUSIK 18

1343 Words
Ketika Jingga berjalan di koridor, sebuah suara dehaman menghentikan langkahnya. Vano, berdiri dengan memasang wajah datar andalannya. Sebelas dua belas dengan tembok, membuat hasrat menonjok pada otak Jingga langsung turn on. Karena ia sampai ketiduran di sofa dan Vano tidak datang. “Lo belajar semalem? Sori, gue nggak dateng,” kata Vano tanpa basa-basi. Jingga bertanya, “Ke mana emang?” “Ban mobil gue bocor.” “Oh...” Suara langkah berlari dari seseorang membuat kedua orang yang terlibat obrolan sinis itu mengalihkan pandangannya. Luna datang dengan sangat bersemangat sambil memperlihatkan sebuah kertas. “Van, lo harus tahu ini!” “Kenapa, Lun?” tanya Vano. Dengan mata berbinar-binar, Luna melanjutkan, “Gue ditawarin nyanyi, nggak nanggung-nanggung langsung di Bali. Seneng, deh.” “Oh, congrats.” “Lo inget ibu-ibu yang nyuruh kita dansa semalem? Dia yang minta gue nyanyi di sana. Keren, kan?” Luna berjingkrak gembira, sementara Vano membalasnya dengan anggukan. Jingga yang mendengar itu semua, merasa jadi kambing congek. Apa tadi kata Luna? Nyuruh dansa? Oh, jadi mereka dansa toh semalem... “Ban bocor apa dansa sama princess impian.” Jingga menyeletuk dengan suara kecil, lalu pergi meninggalkan Vano yang tampak serius mendengarkan ocehan Luna sampai cowok itu tak sadar bahwa Jingga sudah tidak ada di hadapannya.   ***             Vano baru sadar bahwa setelah pagi itu, ia tak bertemu Jingga lagi. Lebih tepatnya, gadis itu seperti menghindari Vano. Ya sudah, Vano tak peduli. Namun ia harus meyampaikan pesan Mei. Jingga diundang wisuda di Bali. Vano tidak mau mengajak Jingga, tapi ia terlalu menurut pada kakaknya. Mungkin jika dijumlahkan, Vano lebih sering menurut pada Mei daripada Papa-nya. Mengambil ponsel, mengetik pesan singkat untuk Jingga, Vano melakukannya dengan sabar. Bahkan ketika ia mendapatkan balasan yang kurang pantas dari Jingga, ia tetap sabar. Akhirnya Vano tidak jadi memberi tahu soal wisuda Mei karena waktunya tidak tepat. Jingga sinis sekali. Me : Heh JING-ga : APAAN SIH, JELANGKUNG BERWAJAH ES? NGGAK USAH LO CHAT-CHAT GUA! Me : Why? JING-ga : SOALNYA GUE KAGAK PUNYA PULSA! ENYAH LAH KAUUU!! Sudut bibir Vano secara tidak sadar terangkat sedikit. Dasar, cewek barbar.   *** Vano menggendong tasnya keluar kelas dan berjalan menuju ruangan tempat anak kelas IPS-3 melaksanakan ujian sekolah. Vano melihat Jingga, dan ketika gadis itu menatapnya balik, Jingga langsung menjutekan wajahnya seperti tidak suka pada kedatangan Vano. Vano menghampiri Jingga, dan berkata, “Gimana sama ujian lo?” Jingga tergagap, karena tak biasanya cowok dingin ini mau basa-basi. Vano kesurupan? “Kok nggak dijawab?” Vano menaikkan sebelah alisnya, kemudian menambahkan, “Bisu?” “Ujian gue biasa aja,” jawab Jingga cuek. “Oh...” lantas Vano memberikan selembar uang lima puluh ribu pada Jingga. “Pake buat beli pulsa.” Jingga menatap Vano dengan bingung. “Gue punya pulsa.” “Bohong.” “Maksud lo apaan?” “Lo nggak bales chat gue,” tutur Vano. Dengan belagu Jingga menjawab, “Emangnya lo siapa gue?” “Kan lo sama gue pacaran.” Gadis itu mengerutkan dahinya, menunggu dua kata yang biasanya ikut Vano keluarkan jika membicarakan hubungan aneh mereka. “Pura-pura,” tambah Vano, membuat Jingga mendesah kasar. Tuh kan, apa Jingga bilang! “Kak Mei ngundang lo buat ikut wisuda dia di Bali. Ikut nggak?” Jingga berdeham, “Entah.” “Ya udah, dan seminggu ini lo belajar sama siapa?” tanya Vano lagi, lebih banyak omong dari biasanya. “Kenapa emang? Gue minta ajarin Bara!” Sebelah alis Vano naik. “Kenapa nggak minta ke gue?” “Lo kan sibuk,” ketus Jingga. Sibuk dansa sama Luna, tambahnya dalam hati. “Sibuk apa?” “Pikir aja sendiri!” “Iya, tapi pikir apa?” “Ih!” Jingga sudah sangat kesal dengan nada datar Vano, akhirnya ia mengatakan apa yang seminggu ini mengganjal pikirannya. “Mending lo dansa aja sama Luna! Nggak usah segala sok janji-janji pengen ngajarin gue!” Kening Vano sedikit mengkerut, tak paham. “Dansa? Bukan. Ban mobil—” “Lo bocor, dan lo nggak bisa ke rumah gue. Basi, Vano. Udahlah, gue tahu kok lo nggak mau ngajarin gadis bodoh ini.” Wajah Jingga semakin jutek, seperti dikepung awan gelap. Entah mengapa, bagi Vano, itu malah lucu. “Lo marah, makanya nggak nge-chat gue?” “Iya lah, gue marah!” bentak Jingga. Vano bertanya lagi dengan datar, “Marah kenapa?” “Pake nanya! Lo itu nggak nepatin janji, dan lebih milih dansa sama princess lo itu. Bodo, sih. Toh, gue nggak peduli!” “Lo marah karena gue nggak ngajarin lo belajar?” “Iya, lah!” bentak Jingga lagi. “Gue marah karena lo nggak nepatin janji, bukan karena gue cemburu sama Luna!” Mata Vano menyipit, menatap Jingga yang terlihat sangat kesal. “Gue, nggak bilang lo cemburu.” Jingga tersadar bahwa ia salah bicara sehingga ia langsung berkilah. “Pokoknya itu, lah! Susah ngomong sama es!” Ia mengambil langkah untuk pergi dari hadapan Vano, tetapi lengannya langsung ditahan. “Ikut wisuda Kak Mei nggak?” tanya Vano sekali lagi, tangan kanannya menahan lengan Jingga agar gadis itu tak bergerak. “Kalau jawabannya nggak?” jawab gadis itu dengan wajah menantang. Lalu yang ia dapatkan adalah Vano yang melepaskan tangannya. Jingga semakin kesal, ia menghentakkan kakinya lalu benar-benar melangkah pergi. Sampai suara Vano kembali memanggilnya. “Dan asal lo tahu, gue nggak dansa sama siapa pun. Kalau itu alasan yang bikin lo males hubungin gue.” Jingga terdiam cukup lama, lalu ia berbalik dan ia hanya menemukan punggung cowok itu yang sudah melangkah pergi.   ***   Mei sudah datang dengan empat kunci kamar. Sebenarnya setiap wisudawan dan wisudawati hanya diberi jatah dua kamar, tapi karena Mei mendapat nilai tertinggi satu angkatan, Mei diberikan empat kamar sekaligus. Seharusnya, Mei dan keluarga datang ke hotel besok, lagi-lagi ia diberi bonus dan diperbolehkan datang hari ini. Akhirnya pula, Jingga ikut ke Bali setelah berpikir cukup panjang. “Satu kamar buat Mama sama Papa, satu buat aku sama Mara, lalu buat Jingga, dan satu lagi buat Vano.” Mei menjelaskan, dan semua setuju-setuju saja. Mereka langsung masuk ke kamar masing-masing. Sungguh terkejut Jingga, karena kamarnya menghadap ke pantai. Ini luar biasa indah! Jingga menaruh kopernya dan berdiri di depan jendela. Dari kamarnya, dia bisa melihat pemandangan di sekitar bibir pantai banyak sekali pengunjung yang sedang bermain pasir. Pasti sangat menyenangkan. Pintu kamar terbuka, Vano merangsek masuk. “Gue udah ngetuk. Tapi lo nggak nyahut.” “Eh,” Jingga menggaruk tengkuknya. “Gue nggak denger. Emangnya ada apa?” “Makan siang.” “Oh, oke-oke. Keluarga lo udah nunggu?” Vano menggeleng. “Just you and me.” Mereka berdua keluar, Vano menekan tombol, mereka masuk ke dalam lift yang ternyata di dalamnya ada—bisa dibilang—sepasang kekasih yang sedang berciuman dengan santainya padahal ini fasilitas umum. Vano menarik tangan Jingga supaya berdiri di sebelahnya, menjauhi dua sejoli yang berciuman dengan suara-suara aneh yang... sangat-sangat menjijikkan.  Kenapa mereka nggak berhenti padahal ada orang lain di dalam lift?! Dan Vano merasa menyesal karena tidak naik lift yang lain. Kedua sejoli itu entah sedang melakukan apa, sehingga bisa mendorong Vano dan dengan tidak sengaja ia memeluk tubuh mungil Jingga yang berada di sebelahnya. “Sorry.” Vano langsung berdiri tegap, mencoba tenang. Dua sejoli itu semakin agresif, sehingga Vano benar-benar gerah. Dan, ada pemberitahuan bahwa lift mati karena ada gangguan. Double s**t! Vano menatap Jingga yang menengadah untuk melihatnya karena Vano lebih tinggi dari Jingga. Mereka bertatapan. “Apa?” tanya Vano dengan datar. Jingga menggeleng sambil menggigit bibir bawahnya. Ia kesal, kenapa harus terjebak di dalam lift mati bersama dua orang gila yang asyik berciuman. “Lo risih?” tanya Vano lagi. Jingga mengangguk, kemudian Vano melingkarkan tangannya di bahu Jingga. “Lo boleh tidur kalau lo nggak mau liat adegan itu.” Mata Jingga membulat, “Huh?” “Jangan salah paham. Gue juga risih kok, sama.” Akhirnya Jingga menyenderkan kepalanya pada d**a Vano. Ia bisa merasakan detak jantung Vano yang beraturan. Perasaan apa ini? Sangat menyenangkan. Lalu, Jingga merasa secara perlahan dagu Vano berada di puncuk kepalanya.              Sangat Sederhana.      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD