Unwanted (Tidak diinginkan)

1841 Words
"Pa!!" Mendengar ultimatum sang ayah, Yin Lee ikut keberatan. Adiknya itu sangat senang bermusik, tanpa piano pasti ia akan sedih. "Tidak ada alasan kali ini, Yin Lee. Adikmu itu sama sekali tidak pernah memperhatikan sekolahnya. Saat kau sudah mendapatkan banyak prestasi, dia tidak mendapatkan apapun." Brendan Lee berkata sambil meninggalkan kedua anaknya dan masuk ke kamar. Yang Lee seketika menunduk. Wajahnya terlihat sedih tapi ia tidak bisa berbuat apapun. Ultimatum sang ayah tidak mungkin dibantah. "Ma, jangan sampai papa menjual piano mémé." Yin Lee memohonkan belas kasihan untuk sang adik kepada ibunya. Veronica Wu mengangguk. "Kau tenang saja, mama akan bicara baik-baik dengan papamu. Dia mungkin kesal karena baru pulang kerja." Veronica Wu membelai kepala Yang Lee. Yang Lee hanya diam, selama ini ia hanya pasrah saja setiap kali prestasinya dibandingkan dengan sang kakak. "Ayo, sebaiknya kita bersiap," ucap Veronica Wu. *** Malam itu, Brendan Lee mengajak keluarganya makan di sebuah restaurant Asian Fusion yang ada di Lincang, kota di mana mereka tinggal. Wajah semua orang terlihat bahagia kecuali Yang Lee. Ponselnya berkali-kali bergetar dan ia tidak berani mengangkatnya. Ia tau, bahwa panggilan itu pasti dari Rebbeca Zhang. Ini sudah pukul tujuh malam, pasti semua orang sudah berkumpul. "Papa sangat bangga padamu, Nak. Mama bilang, jika satu semester lagi kau mendapat nilai bagus seperti ini, maka tahun depan kau bisa mendapatkan bea siswa. Papa akan menyekolahkanmu di sekolah favorite," ujar Brendan Lee. "Iya, Pa. Aku akan berusaha!" jawab Yin Lee. "Yang Lee, papa juga akan memberimu satu kesempatan lagi padamu. Jika semester depan nilaimu bagus, maka papa juga akan menyekolahkanmu di sekolah yang sama dengan sekolah kakakmu." Yang Lee tersenyum getir. Baginya ucapan sang ayah bagaikan menggapai bulan. Ia tidak mungkin bisa menyamai kemampuan kakaknya itu. "Iya, Pa." Namun, begitu Yang Lee tetap mengiyakan. Melihat Yang Lee yang terlihat lemas, Yin Lee merasa tidak senang. Bagaimanapun kesedihan Yang Lee adalah kesedihannya juga. "Pa, apakah aku boleh minta sesuatu sebagai hadiahku?" Yin Lee bertanya dengan nada memohon. "Tentu saja, Sayang! Katakan saja ..." Brendan Lee menatap anak gadisnya dengan tatapan penuh kasih. "Aku ingin memiliki piano Yang Lee, aku mohon papa jangan menjualnya, ya?" mohon Yin Lee. Ekspresi sang ayah seketika terlihat tidak senang. "Sejak kapan kamu menyukai musik? Jangan bilang bahwa ini kamu lakukan untuk membela adikmu itu. Piano itu hanya menghambat keinginannya untuk belajar! Dan papa tidak suka itu!" Brendan Lee sama sekali tidak tertarik untuk mengabulkan keinginan putri kesayangannya. "Tidak, Pa. Aku sering bermain piano walaupun tidak sesering mémé. Kami ini kembar, bukan? Jadi, selera kami sama. Aku pasti akan kehilangan semangat belajar jika tidak sesekali main musik," rengek Yin Lee dengan nada merajuk. Brendan Lee mengerutkan keningnya. Ia lalu menatap sang istri untuk meminta pendapat. "Iya, benar. Yin Lee memang sesekali main musik untuk merilekskan pikirannya, walaupun tidak sesering Yang Lee," jawab Veronica Wu mendukung kebohongan anaknya. Bagaimanapun, ia juga mengerti perasaan Yang Lee jika piano itu dijual. Dan, usaha Yin Lee untuk menyelamatkan piano itu, sangat membutuhkan dukungannya. "Baiklah, jika memang begitu. Papa tidak ingin nilaimu merosot. Kamu harus tetap mempertahankan prestasimu. Piano itu, papa berikan padamu. Dan Yang Lee tidak boleh memainkannya sebelum nilainya membaik," tegas Brendan. Yin Lee bernafas lega sementara tidak dengan Yang Lee. Perlakuan ayah dan ibunya benar-benar membuatnya sakit hati. Demi Yin Lee mereka mengabulkan hampir semua permintaannya sementara untuk dirinya, selalu saja ada syarat. Yin Lee menggenggam tangan adiknya seolah berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja. Namun, Yang Lee melepaskan genggaman tangan kakaknya. Usaha yang Yin Lee lakukan sama sekali tidak membuatnya bahagia. Lagi-lagi itu menunjukkan bahwa betapa berharganya Yin Lee di depan mata sang ayah dan bagaimana ia hanya bisa mendapatkan remah-remah perhatian yang penuh dengan persyaratan. "Aku permisi ke belakang dulu." Yang Lee berdiri dan pergi ke toilet. Perasaan kesalnya yang tidak bisa diungkapkan membuat ia memilih untuk melarikan diri dari suasana yang seharusnya menyenangkan itu. Yang Lee menarik nafas panjang demi membuang rasa sesak di hatinya. Dan, begitu sampai di toilet, ia segera membuka ponselnya dan muncul di layarnya panggilan dari Rebecca Zhang yang jumlahnya hampir mencapai seratus missed call. Yang Lee, segera menyentuh nama Rebecca Zhang dan melakukan panggilan balasan. Suara dering berbunyi beberapa kali sebelum panggilan itu dijawab oleh sang empunya. "Halo ..." Terdengar suara Rebecca yang disertai back sound musik yang sangat keras. "Rebecca Zhang, maaf, aku tidak bisa datang latihan malam ini. Keluargaku ada acara makan malam untuk ..." Tuut! Tuuut! Tuut! Ponsel itu ditutup sepihak! Yang Lee menatap ponselnya dengan frustrasi. Rebecca Zhang pasti sangat marah padanya. Latihan ini sangat penting bagi mereka semua dan ia malah tidak datang. Yang Lee memejamkan matanya, ia merasa begitu banyak membuat orang lain merasa tidak puas. Baik untuk keluarganya sendiri maupun untuk teman-temannya. "Baiklah, besok aku akan minta maaf saja." Yang Lee memasukkan ponselnya dan kembali keluar toilet. "Méi, ayo makan. Makananmu masih sangat utuh." Yin Lee berkata sambil menepuk kursi di sampingnya. Yang Lee lagi-lagi tersenyum getir. Perlahan, ia mulai merasa asing dengan keluarganya sendiri. *** Malam itu, di kamar ... "Aku tidak mungkin lagi main piano di rumah ini," gumam Yang Lee. "Kenapa? Piano itu masih milikmu, aku hanya berpura-pura saja tadi," jawab Yin Lee. "Aku tau, tapi papa tidak suka aku melakukan hal yang lain selain belajar." "Aku akan membantumu, kita bisa belajar bersama, Mèi!" "Nilaiku tidak buruk, Yin Lee, aku hanya tidak sebagus dirimu, itu saja. Lalu kenapa aku harus dituntut untuk harus sama persis denganmu?" Yang Lee mulai terlihat protes. Yin Lee terdiam. Memang prestasi yang ia dapatkan secara tidak langsung menjadi target bagi orang tuanya untuk menuntut lebih kepada Yang Lee. "Mungkin karena kita kembar, Mèi. Semua yang kita dapatkan sama, bisa jadi mama dan papa mengharapkan hal yang sama juga kepada kita," jawab Yin Lee lirih. "Akan ada saatnya aku akan pergi dari sini jika aku bisa menghasilkan uang sendiri. Aku benar-benar lelah dibandingkan denganmu," ujar Yang Lee sambil memejamkan matanya. "Kemana kau pergi, aku akan ikut denganmu," jawab Yin Lee. Ia sangat mengkhawatirkan adiknya itu, bagaimanapun mereka masih memiliki ikatan batin yang kuat. "Mama dan papa takkan mengijinkanmu," sahut Yang Lee. "Apa kau pikir mereka akan mengijinkanmu?" "Aku adalah anak yang tidak diinginkan, mereka takkan keberatan jika aku pergi. Sementara dirimu? Kau adalah superstar di keluarga ini. Aku akan membuktikan suatu hari bahwa sekalipun nilaiku tidak sebagus dirimu, tapi nasibku bisa jadi lebih baik nantinya," jawab Yang Lee. "Kita kembar, kau tidak boleh berkata bahwa kau tidak diinginkan. Kita semua sama-sama dicintai. Kita mendapatkan semuanya secara setara. Namun, aku juga sangat mendukung ucapanmu, bahwa aku berharap kau memiliki nasib yang jauh lebih baik dariku nantinya! Dan aku akan berdoa sungguh-sungguh untuk itu," sahut Yin Lee tulus. Malam itu, Yang Lee tidur dengan perasaan yang tertolak. Perlahan, ia mulai menyimpan kebencian dan dendam terhadap orang-orang serumahnya. *** Pagi itu .... "Rebbeca Zhang!!" Yang Lee mengejar langkah temannya ketika mereka bertemu di sekolah. Namun, Rebecca Zhang seperti tidak mendengar. Ia terus saja melangkah dengan cepat. "Rebecca Zhang! Aku ... minta maaf! Semalam aku tidak mendapat ijin untuk pergi latihan. Bagaimana jika nanti malam kita tambah jadwal latihan kita?" Yang Lee berkata sambil memegang lengan Rebecca Zhang. Namun, Rebecca Zhang sama sekali tidak menoleh ke arah Yang Lee. "Terserah kau saja, Yang Lee. Posisimu sudah digantikan. Jadi, ajak saja siapa yang mau kau ajak latihan!" jawab Rebecca Zhang dengan nada tidak peduli. Yang Lee seketika mengerjapkan matanya mendengar pernyataan Rebecca Zhang. Posisinya sudah diganti? Jadi ... "Maaf, aku harus pergi ...." Masih dengan wajah yang menatap lurus ke depan, Rebecca Zhang berlalu meninggalkan Yang Lee yang termangu dengan pedihnya. Hari itu, kembali menjadi hari yang mendung bagi Yang Lee. Keinginannya sangat besar untuk ikut kompetisi itu demi mendapatkan sebuah prestasi yang ia banggakan kepada kedua orang tuanya. Namun, keliatannya itu hanya akan menjadi harapan kosong. Kesempatannya untuk menjadi juara kompetisi musnah sudah. "Méi, kau kenapa?" Melihat wajah Yang Lee yang muram, Yin Lee jadi ingin tau. "Posisiku sudah digantikan oleh orang lain. Aku tidak mungkin bisa ikut kompetisi itu," ucap Yang Lee dengan ekspresi sedih. Mendengar itu, Yin Lee jadi prihatin. "Siapa yang menggantikan posisimu? Permainanmu sangat bagus, pasti tidak akan mudah untuk mencari penggantimu, Méi," ucap Yin Lee sambil mengerutkan keningnya. Namun, Yang Lee sama sekali tidak mau memikirkan hal itu. Tidak penting siapa yang sudah menggantikannya, intinya dia sudah dibuang. Yin Lee tersenyum. "Aku akan cari tau. Kau tenang saja, ya!" Ia menepuk bahu adiknya lalu berjalan mendahului Yang Lee yang terlihat lemas. Yin Lee berjalan mencari Rebecca Zhang. "Rebecca Zhang, apa yang terjadi? Kenapa Yang Lee dikeluarkan?" Yin Lee bertanya sambil duduk di hadapan Rebecca Zhang. "Kami tidak ingin memakai orang yang tidak bisa disiplin waktu. Jika Yang Lee tidak bisa memiliki komitmen, lebih baik dia tidak usah ikut kompetisi! Toh kami bisa melakukannya tanpa dia!" tegas Rebecca Zhang. "Tidak, Rebecca Zhang, kau salah paham. Kemarin Yang Lee sudah berusaha untuk meminta ijin, tapi ayah dan ibu memaksanya untuk ikut acara makan malam. Aku mohon beri dia kesempatan sekali lagi. Aku jamin bahwa dia tidak akan absen lagi dalam latihan berikutnya." Nada Yin Lee penuh permohonan. "Tidak! Kami sudah membuat keputusan! Dan itu sudah tidak mungkin diubah!" Rebecca Zhang tidak perduli. "Rebecca Zhang, kau tau bahwa Yang Lee sangat sungguh-sungguh dalam latihan. Ia sangat berusaha keras untuk latihan sekalipun sedang di rumah. Aku harap kau mau memberinya kesempatan satu kali lagi. Jika sampai ia absen sekali lagi, kau boleh mengeluarkannya. Hari kompetisi sudah sangat dekat, bukan? Tidak ada salahnya kau memberinya kesempatan." Yin Lee lagi-lagi berusaha mempengaruhi Rebecca Zhang. Yang Lee masuk ke ruang kelas dan melihat Rebecca Zhang yang sedang berbincang dengan Yin Lee sedang menatapnya. Yang Lee menundukkan kepalanya dan duduk di bangkunya sendiri. Rebecca Zhang berdiri dan menghampiri Yang Lee yang mulai mengeluarkan bukunya. "Baiklah, karena kakakmu memohonkannya padaku, maka aku akan memberimu kesempatan sekali lagi untuk kembali ikut bergabung dengan kami! Jangan lupa nanti malam datang ke rumahku! Aku akan menjadwalkan latihan tambahan!" Setelah berkata-kata, Rebecca Zhang pergi meninggalkan Yang Lee tanpa menunggu jawaban. Mendengar pernyataan Rebecca Zhang, wajah Yin Lee terlihat senang. Ia bangkit dari posisi duduknya dan menghampiri Rebecca Zhang. "Xiè Xiè nï, Rebecca Zhang!" Yin Lee menepuk bahu gadis itu lalu menghampiri adiknya. "Bagaimana? Apakah kamu senang? Semuanya sudah beres, 'kan?" Yin Lee duduk di sisi Yang Lee. Lagi-lagi Yang Lee hanya tersenyum datar. Yin Lee begitu mudah menyelesaikan semua masalah, termasuk masalah di dalam hidupnya. "Xiè Xiè," jawab Yang Lee sambil tersenyum yang terlihat dipaksakan. "Tidak masalah, latihanlah yang semangat dan raihlah juara, okay? Aku yakin kau pasti bisa." Yin Lee memberi semangat. Yang Lee menganggukkan kepalanya. Ia memang berniat untuk memberikan yang terbaik bagi orang tuanya, ingin rasanya sekali-sekali dipuji dan dibanggakan seperti Yin Lee. Pasti hidupnya akan sangat indah. Hidup dengan identitasnya sendiri dan tidak perlu dibandingkan dengan orang lain. Sore hari, Yang Lee sudah bersiap untuk pergi ke rumah Rebecca Zhang. Ia berpapasan dengan sang ayah yang baru pulang kerja. "Mau kemana, kau?" "Aku harus latihan musik untuk kompetisi, Pa! Kemarin aku tidak bisa hadir, jadi hari ini adalah jadwal pengganti," jawab Yang Lee dengan perasaan was-was. "Siapa yang mengijinkanmu? Masuk! Mulai sekarang, tidak ada lagi musik!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD